28. masalah

1.6K 103 7
                                    

Sejak kepergian haechan, hari harinya tampak runyam dan serba salah. Bahkan kebanyakan kerjaan yang seharusnya ia yang mengerjakan malah terbengkalai begitu saja.

Dulu, saat ia masih bersama Yeri Ia tidak begini. Bahkan semua yang bukan kerjaan nya selalu ia kerjakan sebisanya. Tidak kacau seperti ini.

Mark menatap ponselnya dengan rasa resah. Tertera nomor haechan disana. Namun ia belum cukup berani untuk menekan tombol telpon. Ia mencoba berani namun akhirnya malah ia mengunci kembali ponselnya lalu ia letakkan di laci meja kerja.

Mungkin ia butuh istirahat.

Bugh!

Dugh!

Dahi Mark mengerut bingung. Ada keributan di depan kamarnya. Tanpa menunggu lama Mark segera keluar dan melihat putranya tengah di cekik oleh Johnny.

Mark terbelalak lalu segera mendorong tubuh tinggi Johnny untuk menjauhi anaknya yang sudah susah bernafas.

"Astaga chenle. Kau baik baik saja ?"

Mark menatap nyalang ke arah Johnny yang kini juga menatapnya marah.

"Apa yang kau lakukan kepada putra ku ?!"

"Justru itu adalah pertanyaan ku John! Apa yang kau lakukan pada putra ku!!"

Johnny menggeram, ia menunjuk wajah Mark dengan wajah marahnya.
"Semalam anak ku pulang dengan tubuh babak belur! Kau apakan dia ?!"

Sekali lagi wajah Mark tampak terkejut. Detak jantungnya terasa berhenti dengan denyut yang begitu menyakitkan setelahnya.

"Apa maksud mu ?"

"Aku membiarkannya untuk menjadi kekasihmu tapi tidak untuk melukainya Mark! Kau benar benar keterlaluan !!"

"Aku tidak mengerti! Apa maksud mu!"

Chenle terisak di dalam pelukan ayahnya. Ia begitu ketakutan dengan penyerangan tiba tiba oleh Johnny yang baru di ketahui nya sebagai ayah  haechan.

Melihat putranya ketakutan, Mark segera membawa chenle ke dalam kamar dan menidurkan anaknya di sana.

"Tunggu di sini, ayah akan menyelesaikan nya. Kau tidak usah takut. Ayah akan melindungi mu"

Setelah berkata seperti itu Mark segera menemui Johnny yang masih berdiri di depan kamar nya.
"Baiklah, jangan buat putra ku ketakutan. Kita bisa bicara di tempat lain"

"Tidak! Aku tidak mau berlama lama dengan mu! Aku akan membuat perhitungan! Tidak akan ku biarkan anak ku bertemu lagi dengan mu Mark!"

Johnny berjalan pergi namun langkah nya terhenti saat Mark kembali bersuara.

"Haechan yang akan menemuiku John. Aku tidak akan mencari nya"

Johnny kembali murka. Ia berbalik lalu menarik kerah mantan teman nya itu. Ia memperingatkan Mark kembali dengan suara berat

"Jangan bertingkah seolah olah kau adalah segalanya bagi anak ku! Kau bukan siapa siapa !"

Mark tersenyum miring.
"Nyatanya begitu John. Anak mu akan segera datang kepadaku tanpa harus aku mencari nya"

Geram mendengar jawaban Mark, Johnny segera melayangkan tinjuan kepada mantan teman nya itu. Namun Mark yang sudah mengetahui gerakan Johnny segera menangkis nya dengan mudah lalu balik menyerang. Johnny pun terkena tinjuan Mark di pelipisnya.

Johnny mundur beberapa langkah lalu Merasakan pusing di kepalanya. Tak lama Mark kembali menendang dada Johnny hingga pria yang lebih tua itu terjatuh ke lantai. Mark segera menduduki perut Johnny dan melayangkan beberapa tinjuan yang sama kuatnya.

Pipi kanan.

Pipi kiri

Pipi kanan

Pipi kiri

Tinjuan itu berulang ulang Mark layangkan. Lalu tanpa persiapan tubuhnya di balik oleh Johnny dan kini Mark yang terbaring di lantai. 

Johnny mencoba mengangkat tangannya namun ia terhenti. Ia tidak bisa menyakiti Mark. Sama sekali tidak bisa. Setiap ia mencoba menyakiti pria itu selalu saja bayangan masa bahagia mereka saat masa sekolah terlintas di ingatannya. Namun ia menggelengkan kepalanya untuk menghapus ingatan ingatan itu dan kembali melayangkan tinjuannya kepada Mark. Hingga pria itu menerima pukulan yang sama.

Tidak sampai hati melihat Mark babak belur seperti dirinya Johnny meraih leher Mark lalu mencekik pria itu sekuat tenaga.

Wajah Mark memerah karena kesulitan bernapas. Tidak hilang akal Mark meraih tangan kiri Johnny lalu menariknya hingga siku Mark menekan tangan yang sebelah kanan. Cekikan itu terlepas lalu ia segera bangun dengan tangan Johnny yang masih di dalam genggamannya.

"Akh!"

Johnny teriak kesakitan saat tangannya dipelintir oleh Mark. Ia mengunci tangan nya dalam sekali gerakan.

Dari dulu Mark memang pandai bela diri. Dan sayangnya Johnny tidak pernah menang dari pria itu. Walau dari segi fisik Johnny mumpuni namun masalah teknik tetaplah Mark pemenangnya.

"Jangan coba coba sentuh anak ku lagi atau kau tau akibatnya!" Mark melepaskan kunciannya lalu pergi meninggalkan Johnny yangasih meringis di lantai.

Johnny tertawa dalam hati. Apakah hanya sampai di sini saja? Penderitaan nya akan berlanjut lewat anaknya ? Johnny sudah berusaha untuk menjauhkan mereka. Namun Mark benar. Haechan tidak akan pernah melepaskan Mark walau apapun yang terjadi. 

                                °°°

Minggu demi Minggu berlalu, Mark masih belum bisa merawat putranya dengan baik. Malah terlihat makin kacau. Chenle awalnya ingin membantu ayahnya itu tapi sang ayah tidak mengizinkan nya dan berakhir ia hanya bisa pasrah. Chenle tau Mark berada dalam kesusahan. Ia mencoba sekecil apapun itu ia coba melakukan sendiri tanpa mau membuat ayahnya susah.

Chenle memasang sepatunya perlahan. Ia melirik sang ayah yang kini tengah berkeliling kamar sambil menggaruk kepalanya. Terlihat sekali pria itu tengah mencari sesuatu.

"Mencari dasi lagi ayah ?"

"Iya, apa kau melihatnya ?" Mark tertawa canggung. Ia terlihat bodoh di depan anaknya.

"Dasi mu ada di laci tempat jam. Chenle melihatnya kemarin"

"Ah benarkah ?" Mark segera ke arah laci yang chenle maksud kan lalu ia menemukan dasinya. Dan akhirnya mereka bisa pergi. Hari ini chenle di antar oleh sang ayah. Ia merasa tidak enak karena menolak permintaan ayahnya berkali kali.

Setelah tiba di sekolah, chenle segera berpamitan dan masuk ke sekolahnya.

Mark yang sudah tidak melihat anaknya segera melajukan mobilnya kembali. Chenle menoleh kebelakang dimana tempat mobil yang ayah tadi berhenti. Ketika ia tidak melihat keberadaan mobil itu ia segera pergi dari sekolah. Ia melihat ada mobil lain yang berhenti di depan sebuah rumah kosong yang tidak jauh dari sekolahnya. Dan ia pun mengetuk pintu mobil itu.

"Lama sekali !" Hardik si pemilik mobil

"Maaf papa"

"Masuk! Aku sudah tidak sabar !"






                                •••



Om Melt [MARKHYUK] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang