Bab 1 - 2 (Introduction)

11 2 0
                                    


Bunda, orang yang suka marah-marah, selalu suka hal bersih, perhatian, detail dan misterius. Saat aku melihat wajahnya terkadang sekilas terpikir imajinasi masa muda bunda dahulu. Pekerja keras, orang yang selalu nurut dengan orangtuanya, dan orang yang lebih suka dengan ayahnya daripada ibunya. Cerita-cerita itu memang tidak dilontarkan oleh bunda melainkan oleh ayah. Kalau bukan ayah yang cerita, aku tidak akan tahu mengenai masa muda Bunda. Meskipun, cerita-cerita itu pun hanya sekilas teringat diotakku. Aku hanya bisa bersyukur telah mengetahui masa muda Bunda yang juga penuh perjuangan.

Hal itu selalu mengingatkanku untuk tidak patah semangat dan selalu bertambah semangat. Karena memotivasiku untuk bisa lebih baik dari Bunda dan bisa membuat Bunda bahagia serta tidak menyesal telah melahirkan anak sepertiku. Tetapi, belakangan ini aku merasa seperti anak yang tidak berguna lagi. Karena tidak memiliki pekerjaan untuk membantu Bunda dan bahkan malah menyusahkannya. Saat ini, aku hanya bisa meminta belum bisa memberi lagi.

Aku tahu bunda tidak akan meminta apa-apa kepadaku, karena tahu aku sedang mengalami hal-hal perbaikan dalam hidupku. Bunda seakan tahu kehidupanku sedang direset kembali menjadi angka 0 (null). Sekarang, aku hanya bisa membantu dalam hal kebersihan rumah mulai dari mencuci piring, menyapu dan mengepel. Kalau mencuci baju sepertinya tidak akan aku lakukan karena sangat melelahkan menurutku. Dan memasak, aku belum menjadi ahlinya. Maka dari itu, aku masih memberikan tahta memasak pada bunda.

"Ka, besok mau ke Jepang beneran?" Tanya Adiba dari balik pintu kamar

"Iya, kenapa emang? Kamu mau ikut?" Jawab Adalin membalikkan pertanyaan

"Mau kak. Boleh emang?" Jawab Adiba dan mempertanyakan kepastian pada kakaknya itu

"Kalo kamu punya passport mah, boleh." Jawab Adalin

"Yah, kakak. Sama aja nggak bisa ikut itu mah. Lagian kok mendadak gini sih ka" Jawab Adiba

"Nggak tau nih temen kakak sukanya dadakan kaya tahu bulat, dan kakak juga lagi pengen refreshing sih, beruntungnya temen kakak malah nawarin tiket gratis kesana, dan juga sekarang persyaratannya udah nggak seketat dulu." Jawab Adalin

"Kak, lain kali ajakin aku kesana juga dong." Pinta Adiba memelas

"Kalo kakak udah punya finansial yang cukup ya dek, satu keluarga bakal kakak bawa buat jalan-jalan ke luar negeri." Jawab Adalin

"Beneran kak?" Tanya Adiba

"Bener, makanya kamu doain kakak biar cepet dapet kerjaan yang sesuai. Supaya bisa ngumpulin uang lagi. Dan bantu bunda sama ayah lagi. Paham?" Jawab Adalin sambil mempertanyakan pemahaman adiknya itu

"Paham dong kak. Terus kakak disana tinggal sama siapa? Kakak berapa lama sih? Mau kemana aja?" Tanya Adiba beruntun

"Busyet-busyet. Satu-satu dong dek." Ucap Adalin terkejut dengan pertanyaan-pertanyaan adiknya itu

"Ahahahaha, kan aku penasaran kak." Jawab Adiba

"Kakak tinggal sama Kak Manda yang dahulu pernah sering nginep disini loh dek. Tau kan orangnya kek apa?" Tanya Adallin

"Kayanya aku setengah-setengah inget deh. Lagian, udah lama banget nggak main lagi. Semenjak kakak mulai kuliah. Dan waktu itu juga aku masih kelas 2 SD kayaknya, jadi lupa-lupa ingat" Jawab Adiba

"Oh iya ya. Udah 4 tahunan lebih ternyata dia di Jepang." Jawab Adalin

"Kerja di Jepang enak nggak sih kak? Kok betah banget ya Kak Manda disana?" Tanya Adiba innocent

"Kebutuhan dek, dan lagi dia juga pengen ke Jepang dari dulu. Katanya gaji disana lebih besar daripada disini." Jawab Adalin

"Oh ternyata seperti itu. Aku juga pengen kerja di Jepang deh kalo gitu." Ucap Adiba menimpali

GoodHomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang