Bab 3-1 (Awal Mula Mimpi)

4 1 0
                                    


 "If you can dream it, you can do it"

Beberapa hari di Tokyo tidak kusia-siakan semata, aku melihat tempat-tempat bagus yang ada disana. Tak lupa sepulang dari sana, aku mengunggahnya disalah satu SNS-ku. Dan seperti biasa, tidak ada yang istimewa dari SNS-ku, like maupun komentar tidak terlalu banyak. Tapi setidaknya, hal itu mengurangi rasa kecewa yang aku rasakan saat ini. Dan sekarang waktunya aku mulai kembali ke realita yang harus dijalani. Email yang telah aku kirim ke beberapa perusahaan belum ada yang direspon lagi. "Harus berapa banyak lagi yang aku kirimkan?" Pikirku dalam hati. Sekalinya direspon, aku menggagalkannya dibagian wawancara. Aku memang belum ahli dalam hal presentasi, bahkan saat sidang TA-ku pun, aku merasa gugup yang berlebihan. Alhasil, aku presentasi dengan seadanya. Apa yang telah aku persiapkan seakan hilang semua dalam pikiranku.

Aku mulai merasa tertekan sampai terkadang tidak bisa mengontrol diriku sendiri, aku mulai takut dengan keadaanku sendiri. Menangis adalah satu-satunya cara untuk aku bisa menenangkan diriku sendiri. Aku terlalu berekspektasi tinggi pada diriku, aku hanya ingin bekerja ditempat yang membuatku bahagia dan nyaman, tidak perlu perusahaan besar. Karena kenyamanan tidak terlihat dari besarnya suatu perusahaan, melainkan kesejahteraan karyawan dan lingkungan kerja itu sendiri. Tapi, tidak semua perusahaan bisa memberikan semua itu, terkadang hanya kesejahteraannya saja, atau lingkungan kerjanya saja.

"Kak, mana yukata-nya? Katanya abis pulang sekolah mau ngasih." Pinta Adiba yang datang dari balik pintu kamar

"Masih dikoper kakak kayanya. Buka aja coba itu kopernya." Jawab Adalin masih memandang layar laptopnya

"Aku buka ya." Ucap Adiba

"Iya buka aja. Gimana suka nggak?" Ucap Adalin menanyakan kembali

"Waahhh, keren ka." Ucap Adiba

"Kamu harus ngomong makasih ke Kak Manda, dib." Ucap Adalin

"Dia yang beliin ka?" Tanya Adiba

"Nggak sih, cuma dia yang bantuin kakak buat milih bahan dan nawar harganya. Jadi lebih murah." Ucap Adalin

"Hah, disana ada tawar-menawar juga kak? Aku kira nggak ada loh" Ucap Adiba

"Ya kaya di Indonesia aja. Kalo ke pasar ya pasti nawar, disana juga ada, pasar loak namanya." Ucap Adalin

"Namanya pasar loak apa emang ini pasar barang-barang bekas kak?" Tanya Adiba dengan perasaan tidak percaya

"Iya arti secara harfiah aja. Nggak papa kan? Lagian aku malah beli 3 loh. Lumayan kan bisa buat banyak sewa." Ucap Adalin

"Serius kak? Kok belinya dipasar loak sih? Kenapa nggak beli baru aja?" Jawab Adiba dengan berbagai pertanyaan

"Eh, nglunjak nih anak. Udah dibeliin 3 malah mau yang baru. Aku jual lagi aja nih bajunya." Ucap Adalin

"Ya nggak dong ka. Baju udah dibeli nggak bisa dijual lagi. Lagian harga bekas disana juga pasti kaya harga baru disini, dan pasti tetep mahal. Makanya pasti nggak ada yang mau kalo dijual di Indo mah." Ucap Adiba

"Nggak setuju. Orang kalo udah suka sama suatu hal pasti bakal dibeli dan pecinta Jepang di Indo itu banyak, pasti bakal laku. Lagian itu kan masih kaya baru juga bajunya, bahannya masih bagus-bagus. Cek lebih detail deh." Jawab Adalin memperjelas

"Bagus kok ka, bagus, aku cuma bercanda aja tadi, just joke." Ucap Adiba

"Ye, nih anak. Cobain dong dek, pengen lihat aku." Ucap Adalin

"Cobain ya ka, tapi kaka juga coba dong. Entar kita foto bareng." Ucap Adiba

"Ide bagus tuh." Ucap Adalin

GoodHomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang