Chapter 1

8.1K 497 15
                                        

Cahaya matahari terlihat semakin terik. Dedaunan bergoyang terkena angin yang berhembus kencang. Suasana terlihat sangat harmonis di taman belakang kediaman keluarga Damario.

Terlihat kedua anak berusia 5 tahun yang saling bermain kejar-kejaran. Tidak. Lebih tepatnya si bungsu yang mengajak kakaknya bermain kejar-kejaran.

"Kakak, ayo kejar Lexi," ucap Alexis sembari tertawa riang dan berlari menjauhi sang kakak yang semakin mendekat ke arahnya.

"Adek, kakak lelah. Ayo kita istirahat dulu," ucap Alanson sambil mencoba menangkap sang adik yang tidak bisa diam. Mereka sudah bermain sekitar 10 menit.

Bukannya mendengarkan, Alexis justru berlari semakin jauh dari kakaknya.

"Lexi, jangan berlari terlalu jauh Sayang!" teriak Akasia khawatir. Ia sudah mulai kelelahan mengejar si bungsu yang sangat aktif bermain dengan Alan. Ia sudah menyiapkan makan siang untuk putra kembarnya namun si bungsu tidak akan berhenti jika tidak segera digendong.

"Iya, Mama. Sebentar lagi," ucap Alexis sembari menoleh ke belakang melihat wajah mamanya.

Alexis tidak menyadari bahwa di depannya ada sebuah genangan air yang cukup licin sehingga membuat anak itu tergelincir dan jatuh.

Bruk

"Huwaaa... Mama!" tangis Alexis kencang. Dahinya terbentur dan lututnya berdarah.

Akasia yang mendengar tangisan dari bungsunya langsung menggendong Alan dan berlari mendekati Alexis yang masih menangis. Ia memeluk bungsunya dengan erat. Alexis memeluk mamanya tak kalah erat.

"Tidak apa-apa, Sayang."

Akasia mengelus dahi anaknya dan meniup-niupnya pelan. Alan yang melihat apa yang dilakukan mamanya ikut meniup-niup dahi Alexis.

"Sayangnya mama, udah ya. Nanti Lexi sesak. Sini mama obati." ucap Akasia mengelus lembut surai Alexis menenangkan.

"Hiks... airnya nakal. Kaki Lexi sakit uhuk," ucap Alexis sembari terbatuk karena menangis terlalu keras.

"Mama, lutut Lexi berdarah," ucap Alanson ketika melihat Alexis yang menyentuh lututnya sambil menangis.

"Iya, Sayang. Tidak apa-apa. Sekarang kita panggil paman Hansel biar Lexi bisa segera diobati," ucap Akasia kemudian mengangkat Alexis ke gendongannya.

Akasia menggendong kedua putranya dan berjalan cepat mencari Hansel, pengawal pribadinya.

"Hans!" panggil Akasia.

Hansel yang mendengar namanya dipanggil segera menuju ke arah Akasia. Ia terkejut melihat anak bungsu tuan dan nyonya nya yang menangis dengan luka di dahi dan lututnya.

"Ada apa dengan tuan muda Alexis, Nyonya?" ucap Hansel khawatir.

"Lexi terjatuh saat bermain. Tolong ambilkan obat di kamar si kembar, Hans," ucap Akasia.

Hansel menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Ia segera berlari menuju kamar kedua tuan mudanya dan mencari kotak obat.

Hansel kembali dengan obat merah, kapas dan plester kecil di genggamannya. Melihat nyonya besarnya kesulitan menggendong si kembar, ia berinisiatif menawarkan diri untuk menggendong Alexis.

Alexis sendiri mulai rewel saat Hansel ingin menggendongnya. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada leher mamanya.

"Biar aku yang menggendongnya, Hansel. Lexi memang tidak terbiasa digendong oleh orang lain. Semenjak saat itu, Lexi hanya mau digendong olehku. Bahkan papanya sendiri tidak peduli dengan keadaan anaknya karena ulahnya," ucap Akasia sendu.

Damario TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang