Keesokan paginya, suhu tubuh Alexis sudah mulai kembali ke suhu normal. Anak itu kembali aktif berlarian di dalam rumah mengganggu para pekerja yang sedang menyiapkan makanan.
"Tuan muda, jangan menyentuh benda tajam itu. Nanti tuan muda bisa terluka."
"Tuan muda, jangan terlalu dekat dengan kompor. Tuan muda bisa terkena air panas."
"Tuan muda, jangan bermain dengan tepung. Nanti tuan muda bisa terpeleset."
"Tuan muda, jangan terlalu banyak memakan cokelat. Gigi tuan muda bisa sakit jika makan makanan manis terlalu banyak."
Dan masih banyak lagi suara penuh kekhawatiran yang terdengar dari arah dapur.
Satu hal yang harus kalian tahu, Alexis merupakan kesayangan para pekerja dan pengawal di rumah ini. Mereka tidak tega melihat Alexis menangis jika terjadi sesuatu dengan anak itu. Yah.. Walaupun anak itu sangat nakal. Bahkan kenakalannya membuat Akasia hanya bisa pasrah karena tidak tega untuk memarahi anak itu. Seperti sekarang...
"Lexi."
Akasia hanya mampu menghela napasnya pelan. Lihatlah bagaimana penampilan anaknya sekarang. Rambut dan tubuhnya yang dibaluri tepung, mulutnya yang penuh noda cokelat, dan susu yang berserakan di mana-mana.
"Mama, kakak dimana?" tanya Alexis kala ia tidak melihat Alan. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Biasanya Alan akan bangun lebih dulu dari Alexis. Lalu dimana Alan sekarang? Terakhir kali ia melihat Alan masih tidur di kamar mereka.
"Kakak sedang di kamar mandi. Sekarang gantian mama yang tanya. Adek habis ngapain, hm? Coba bilang sama mama. Lalu, adek habis makan apa? Adek lupa ya sama perkataan mama?" ucap Akasia sembari mensejajarkan tingginya dengan Alexis.
"Eum... Itu..." cicitnya pelan. Alexis bingung bagaimana menjelaskannya. Ia takut dimarahi sang mama.
"Kekacauan apa ini?"
Suara dingin nan berat itu mengalihkan perhatian ibu dan anak yang sedang berhadapan itu.
Alexis bersembunyi di balik badan mamanya. Tak peduli dengan dirinya yang penuh dengan tepung dan mulutnya yang penuh dengan cokelat.
Anak itu menggigit bibir bawahnya. Sepertinya ia akan dimarahi oleh papanya. Papanya bahkan lebih seram dari mamanya.
Akasia segera berdiri. Suaminya menatap tajam ke arah Alexis yang menggenggam bajunya erat. Ia mengusap surai anak itu.
"Biar aku yang bereskan," ucap Akasia. Ia baru saja berniat ingin menggendong Alexis namun suaminya terlebih dulu menarik Alexis untuk ikut bersamanya.
"Papa... maafin Lexi," ucap Alexis pelan. Ia takut. Ia mencoba untuk melepaskan diri dari papanya namun tidak bisa.
Akasia yang melihatnya tentu khawatir. Ia mengikuti arah kemana suaminya menarik Alexis. Dapat ia lihat suaminya berjalan menuju ke arah kamar anak-anaknya.
Ceklek
Alan yang sedang duduk di tempat tidurnya menoleh ke arah papa dan adiknya.
"Papa."
Victor tetap menarik Alexis menuju ke arah kamar mandi yang terdapat di kamar si kembar. Mereka berhenti di depan pintu.
"Masuk."
Alexis menoleh ke arah papanya. Ia menggelengkan kepalanya cepat.
"Papa, Lexi minta maaf, Lexi janji nggak nakal lagi," ucap Lexi sambil memeluk kaki papanya erat.
Victor tak mempedulikan perkataan Alexis. Ia menggendong anak itu kemudian memasukkan anak itu ke dalam kamar mandi secara paksa. Setelahnya, ia keluar dan mengunci pintu kamar mandi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damario Twins
Fiksi PenggemarTentang Victor yang membenci putra bungsunya karena kejadian di masa lalu. • • • Family Story - Protective • • • Note: Cerita ini mungkin akan lebih fokus pada Alexis a.k.a yang bungsu. • • • Selamat membaca!