Chapter 8

2.7K 257 10
                                    

Ponsel itu Louis banting kemudian ia injak sampai hancur.

Sial! Bagaimana bisa ia lupa membuang ponsel pribadinya? Bisa saja Akasia melacaknya dari nomor ponsel miliknya itu. Untung saja ia mendengar percakapan itu.

Ia mematahkan kartu ponselnya kemudian membuang semua itu agak jauh dari unit apartmentnya.

Ia terlalu sibuk untuk menghilangkan jejak tanpa menyadari keadaan Alexis.

Anak itu bergetar ketakutan. Ia terdiam di atas sofa sambil memeluk lututnya.

"P-papa," panggil anak itu gemetaran.

Louis menatap anak itu dengan tajam. Ia mendekat kemudian mensejajarkan tingginya dengan Alexis dan memegang kedua lengannya cukup erat.

"Kamu tidak mendengarkan papa? Sudah papa bilang jangan pergi kemanapun dan tunggu papa di dalam kamar. Kenapa kamu nakal sekali?" ucap Louis tanpa sadar. Ia melampiaskan kegelisahannya pada Alexis karena ketakutannya akan kehilangan anak itu.

Alexis menangis keras. Orang dihadapannya seperti bukan papanya yang ia kenal. Lengannya sakit dan ia takut.

"L-lexi huhu papa Lexi takut" tangis anak itu pecah.

Louis langsung menyadari tindakannya. Ia melepaskan genggamannya pada lengan Alexis kemudian menggendong anak itu. Ia mengayunkan Alexis ke kanan dan ke kiri agar anak itu tenang.

"Stt... Maafkan papa... Maafkan papa, Sayang."

Bodoh, rutuknya dalam hati. Kenapa ia sampai lepas kendali membentak anak manisnya ini.

Ia mengambil pacifier yang tadi ia beli kemudian memasukkan pacifier itu ke dalam mulut Alexis.

Alexis menolaknya. Ia memberontak di gendongan papanya.

Louis menghela napasnya pelan. Ia menurunkan Alexis namun tetap menggenggam kedua telapak tangan anak itu.

Alexis berusaha melepaskan diri dari papanya.

"Lepas, papa," ucap Alexis sembari berusaha memisahkan telapak tangan papanya yang menggenggam telapak tangannya erat.

"Tidak. Sekarang kita tidur ya. Ini sudah terlalu larut," ucap Louis kemudian kembali mengangkat anak itu ke atas tempat tidur.

Louis menarik Alexis agar masuk ke dekapannya.

"Papa jangan peluk-peluk. Lexi masih marah sama papa," cicit anak itu di dalam dekapannya. Tangan kecilnya berusaha mendorong dada bidangnya agar menjauh.

"Iya, marahnya lanjut besok. Sekarang tidur ya," ucap Louis sambil menepuk-nepuk punggung anak itu dengan teratur.

Alexis mencebikkan bibirnya. Dia kan niatnya ingin menghindar dari papanya untuk menghukum papanya.

Isakkan keluar dari mulutnya.

"Hiks.. papa nakal," tangisnya kesal.

Louis mendesah lelah. Huff..

"Iya, papa nakal. Sudah jangan menangis, bayi papa memang cengeng," ucapnya sambil menggendong Alexis.

Louis memasukkan pacifier ke dalam mulut Alexis dan kali ini diterima oleh anak itu.

Lama kelamaan kantuk mulai datang menghampiri Alexis sedangkan Louis terjaga sepanjang malam untuk membuat anak itu nyaman dalam tidurnya.

"Huff aku tidak bisa tidur..." keluhnya sambil meregangkan kedua tangannya yang pegal.

Damario TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang