Chapter 2

4.6K 357 13
                                    

Benar saja dugaan Akasia tentang Alexis yang akan sakit. Terbukti dari saat bangun tidur, Alexis terus rewel. Bahkan ia menolak botol susu kesukaannya.

Sekarang sudah mulai larut. Para pekerja di kediaman Damario sudah mulai beristirahat. Ditambah lagi, mobil-mobil milik Victor dikunci di dalam garasi dan kunci itu dibawa oleh Victor. Akasia tidak bisa membawa Alexis ke rumah sakit.

Akasia menggendong Alexis kesana kemari selama hampir 20 menit tapi Alexis tetap rewel.

Alan sudah mencoba menghibur adik kembarnya yang menangis sedari tadi, namun tidak ada yang berhasil.

"Lexi, yuk main sama kakak."

Alexis menggelengkan kepalanya di pangkuan Akasia. Plester penurun panas tertempel di dahi anak itu. Hidung dan pipi anak itu terlihat merah. Ditambah suhu tubuhnya yang kian memanas.

"Mama... Huaa..."

Tangisnya semakin kencang.

Tidak ada yang bisa membujuk Lexi untuk berhenti menangis. Mungkin anak itu merasa tidak nyaman karena suhu tubuhnya mencapai 38°C. Ditambah lagi Akasia memakaikan Alexis pakaian yang tipis saat tahu anak itu demam. Mungkin Alexis kedinginan walaupun suhu di kamar si kembar sudah Akasia naikkan.

"Sstt.. adek main ya sama kakak Alan. Lihat tuh kakak punya banyak mainan baru," ucap Akasia sembari mengusap air mata Alexis.

"Iya, Lexi mau yang mana? Nanti kakak kasih buat Lexi. Sini kita main bareng," ucap Alan sambil menarik tangan Alexis pelan.

Alexis akhirnya luluh. Ia melirik beberapa paperbag berisikan mainan robot-robotan milik kakaknya kemudian berjalan mengekor di belakang kakaknya.

Akasia yang melihatnya tersenyum tipis namun tersirat kesedihan di matanya.

Victor tidak pernah membelikan mainan untuk Alexis. Jadi, ketika Alexis ingin bermain, Alan akan selalu berbagi dengan adiknya. Bahkan Alan akan memberikan beberapa mainan barunya untuk adiknya karena ia benar-benar menyayangi adiknya.

Akasia sudah pernah berbicara dengan Victor berkali-kali, tapi ucapannya hanya dianggap angin lalu.

Entah apa yang suaminya itu pikirkan. Padahal ia sudah menjelaskan kejadian masa lalu itu dengan jujur namun sepertinya Victor masih meragukan kebenarannya.

Ting tong

Akasia tersadar dari lamunannya begitu mendengar bunyi bel. Ia keluar dari kamar si kembar dan menuju ke pintu utama.

Ceklek

Deg

"Halo, Kakak," sapa orang itu sambil tersenyum miring.

"Apa yang kamu lakukan di sini? Keluar!" ucap Akasia sembari mendorong orang itu agar segera pergi dari rumah keluarganya.

"Eits... tunggu dulu. Apa begitu caramu memperlakukan tamu, Kak? Aku hanya ingin berkunjung," ucap orang itu terkesan santai. Ia menahan tangan Akasia yang mendorongnya untuk menjauh.

"Jangan bermain-main dengan keluargaku lagi, Louis!" ucap Akasia terdengar marah. Ia menatap Louis, adik tirinya, dengan mata memerah.

Louis, adik tiri yang hadir dari pernikahan papanya dengan wanita lain yang mana merupakan ibu Louis setelah papanya meninggalkan Akasia dan mamanya saat Akasia masih kecil.

Ia masih menganggap Louis adiknya sampai saat dimana ia dikecewakan oleh anak itu. Adik yang ia jaga dengan baik justru membawa kehancuran bagi keluarganya dengan menjebak kakaknya sendiri.

"Semua ini salah Kakak. Andai saja Kakak tidak meninggalkanku dan menikah dengan Victor, aku juga tidak akan berbuat sampai sejauh ini. Kau yang memberiku harapan. Tapi kau juga yang mematahkannya. Jadi jangan salahkan aku jika aku membalas rasa sakit hatiku pada keluargamu," ucap Louis tidak lupa dengan seringai di wajahnya.

Damario TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang