Chapter 5

5.9K 537 24
                                        

Malam itu, Victor mengikuti kata hatinya. Ia mengendap-endap memasuki kamar si kembar yang masih terlelap. Akasia sedang tidak ada di rumah. Tadi siang tiba-tiba istrinya itu mendapat telepon dari butik yang dikelolanya sehingga ia harus datang segera dan pulang larut malam.

Kakinya melangkah mendekat menuju tempat tidur milik Alexis yang mana pemiliknya masih tidur sambil menghisap pacifiernya pelan.

Ia duduk di pinggir kasur anak itu sambil menatap anak itu lekat.

"Jika benar kamu anakku, aku bahkan semakin takut untuk mendekatimu," ucap Victor pelan. Tangannya bergerak menyentuh surai lembut itu.

"Bagaimana jika papa malah mencelakaimu, hm?" ucapnya tersirat nada takut dan khawatir.

"Apa yang harus papa lakukan? Papa bahkan tidak bisa berhenti membayangkan wajah orang itu setiap kali melihatmu, baby," racaunya terus menerus.

"Apa kamu akan membenci papa?"

Sepertinya Victor minum terlalu banyak. Ia sempat meminum beberapa botol alkohol yang ia simpan di ruang kerjanya karena ia tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Pikirannya terus dipenuhi dengan berbagai spekulasi yang justru membuatnya semakin pusing dengan semuanya.

Ia menatap tangannya yang masih berada di surai Alexis. Ia mencabut dua helai rambut itu kemudian memasukkannya ke dalam botol kecil yang ia siapkan sebelum menuju ke kamar ini.

Botol itu sudah berisi sampel rambutnya sendiri. Dan kini ia mendapatkan sampel rambut Alexis yang akan membuktikan kebenarannya.

Tepat setelah ia memasukkan rambut Alexis ke dalam botol, Alexis mulai mengerjapkan matanya pelan. Kamar si kembar memang dalam keadaan gelap saat sedang tidur. Hanya ada cahaya yang berasal dari lampu tidur yang diletakkan di meja kecil yang menjadi pemisah antara tempat tidur milik Alexis dan juga Alan.

"Nggh... Papa..." panggil Alexis pelan. Ia melepaskan pacifier yang ada di mulutnya.

"Iya, baby?" ucap Victor

Alexis merasakan tubuhnya terangkat ke gendongan seseorang.

"Huks... Lexi mau turun," rengek Alexis. Ia takut mengingat dulu papanya menjatuhkannya ke dalam kolam. Ia tidak bisa bernafas saat itu.

"Stt... Lihat kakak Alan sedang tidur. Jangan berisik, baby," ucap Victor sembari memasukkan pacifier yang tertinggal di tempat tidur Alexis ke mulut Alexis. Tangannya mengusap punggung itu agar lebih tenang.

Ting tong

Mendengar suara bel, Victor dengan Alexis di gendongannya segera keluar dari kamar dan berjalan menuju ke pintu utama. Itu pasti istrinya, Akasia. Dengan segera ia membuka pintu besar itu namun...

Ceklek

"KAU!"

Alexis terkejut mendengar suara papanya. Pacifier di mulutnya terjatuh sangking terkejutnya. Ia sedang digendong ala koala oleh papanya jadi ia tidak bisa melihat orang yang datang.

"Papa, Lexi takut," cicit Alexis pelan. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada leher papanya.

Victor tersadar dia membawa Alexis di gendongannya. Ia mencoba mengatur emosinya agar tidak meledak dengan kedatangan orang di depannya ini.

"Tunggu disini. Urusan kita belum selesai," ucap Victor kemudian membalikkan badannya menggendong Alexis untuk kembali ke kamar.

Dari posisi ini, Louis dapat melihat wajah Alexis dengan sangat jelas. Senyum miring langsung tercetak di wajahnya.

"Ah apa itu anakku? Ternyata kau merawatnya dengan sangat baik. Terima kasih sudah merawat anakku dan kakakku, Victor."

Langkah Victor langsung terhenti dengan aura permusuhan yang sangat kentara ketika ia mendengar kalimat yang diucapkan oleh Louis.

Damario TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang