Mentari sudah tenggelam beberapa waktu lalu, sorot cahanyanya mulai menghilang digantikan oleh sinar rembulan yang bertabur bintang. Suryanya berhasil menerangi permukaan bumi, meski sang titik abadi tidak tampak di semua langit. Namun ketujuh rasi bintang sedang berkumpul bersama di ruang makan, mereka tengah mengisi perut mereka yang keroncongan dirumah sang nenek.
Sebundar burger hanya sekedar menahan lapar di siang hari. Setelah mengurus dan menemani dara grandma, mereka tentu membutuhkan isi ulang energi. Sedangkan si pemilik rumah sudah tertidur pulas di kamarnya, istirahat lebih awal sangat baik untuk kesehatan di usia yang tak lagi muda.
Dentuman sendok dan garpu menelisik di telinga mereka, tidak ada pembicaraan lucu diantara ketujuhnya, hanya pembicaraan kecil antara renjun, jisung dan chenle. Jadi terkesan canggung karena sejak tadi si sulung sibuk bicara di telfon yang tak henti-hentinya memanggil secara bergantian.
"baik, saya percayakan padamu ..—pip—.. "
*berdering lagi
"makanan lo dingin bang" jaemin langsung meraih ponsel si sulung yang baru saja hendak mengangkat telfonnya lagi.
"nana itu penting, pekerjaanku bisa—"
"lebih penting kasih makan cacing-cacing diperut lo, sebelum mereka menggrogoti lambung abang gue ini"
Mark menghela nafas, ia mengangguk kendati mengalah pada sang adik. Karna jujur saja, dia juga sudah sangat lapar sejak tadi. Jadi, makan lebih baik sebelum seleranya hilang kan. Sementara sang adik mematikan daya ponsel milik si abang agar tidak ada panggilan atau chat yang mengganggu makan mereka.
Kembarannya hanya melirik melihat kedua saudaranya, berfikir kalau mereka tidak seperti ini pada kalanya. Jeno selalu berharap kalau mereka bisa berbincang seperti dulu, dimana tidak ada ketenangan jika saat ketujuhnya sudah berkumpul di meja makan.
Seperti saat haechan berteriak karena makanannya direbut jisung, lalu renjun yang memukul kepala mereka berdua karena berisik di hadapan hidangan yang sudah ia masak. Kemudian si sulung yang hanya bisa tertawa hingga tersedak makanannya sendiri, dan chenle yang tawanya semakin nyaring melihat mark yang tersedak serta jaemin yang berusaha membuat mereka semua tenang dengan mengangkat garpu tinggi-tinggi dengan ancaman membunuhnya.
Namun sepertinya itu hanyalah ulangan memori jeno belaka, nyatanya meja makan ini sekarang sangat sepi. mereka sibuk dengan pikirannya masing masing, hingga satu persatu kami selesai dengan hidangan yang ada di piring.
"kita suit, yang kalah cuci piring" usul haechan ketika tubuhnya bangkit terlebih dulu, ia mengulurkan tangannya untuk mengajak saudaranya suit bersama.
Baru saja semua tangan hampir berkumpul menyatu untuk melakukan suit, namun sepertinya gagal. Karna si sulung justru mulai menumpuk piringnya dengan piring lain yang ada di meja.
"biar aku yang cuci, kalian istirahat saja" ucap si sulung yang sudah berjalan meletakkan piring di wastafel cuci.
Bukan itu yang haechan mau. Ia bisa saja mencuci piring tanpa harus suit. Haechan hanya ingin memecah keheningan yang tercipta sejak awal. Ia ingin tangan mereka kembali bersatu bersama menjadi saudara, saling menumpuk penuh kekuatan, kemudian bersorak penuh kemenangan di kala ada yang kalah.
Itu yang haechan inginkan.
Sepertinya bukan hanya haechan yang berfikir sama seperti itu. Chenle, renjun juga jisung yang terdengar helaan nafas panjang keluar dari mulut mereka pun, tampaknya kecewa.
Bubar, mereka meninggalkan meja makan menuju rumah kaca yang ada di halaman belakang.
Jiyong's house ini memang bukanlah rumah biasa, seperti rumah kakek dan nenek yang sangat sederhana. tidak, anak-anak mereka sengaja membeli tanah yang ada di wilayah perbatasan desa dan hutan yang menuju pegunungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
NCT DREAM || The End Of A New Beginning With
FanficIntinya mereka itu kejebak dalam mimpi gara-gara pake cincin persahabatan. ~~☆~~ "Abang " Yang merasa paling sulung itu menoleh pada sepupu yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri. Sudah mulai jengah dengan situasi yang terjadi saat ini. Begitu...