Gulungan Maut

11 2 0
                                    

Fiersa Besari - Waktu yang salah.
----------------------------------





Hari pertama bekerja rasanya pasti begitu gugup bukan? Terasa lebih lelah meskipun pekerjaannya bisa dibilang hanya sedikit daripada yang lain. Terasa begitu canggung, takut salah, dan masih sedikit jaim. Tapi pasti semua orang menginginkan hasil terbaik dari setiap pekerjaannya, kan? Begitu pula dengan gadis yang kini tengah berkutat dengan adonan roti itu. Dia, Samaira Medina. Panggil saja dia, Sara. Si virgo yang perfeksionis dan selalu ingin menghasilkan yang terbaik dari setiap apa yang dikerjakan.

Hal-hal berbau bakery, roti, tepung dan ragi, dia sangat menyukainya. Bersyukur karena seperti berjodoh dengan pekerjaannya saat ini.

Seragam putih hitam, identik dengan 'Anak Baru'. Biasanya dipandang sebelah mata, belum mengerti apa-apa, kecuali gugup. Namun dengan tekadnya, dan dunia bakery adalah kesukaannya, ia menjalaninya dengan penuh semangat.

Seragam putih panjang yang ia kenakan, harus menuntut agar lengan bajunya tetap tergulung rapi. Salahnya, jenis baju yang dikenakan Sara saat ini berbahan satin. Licin dan selalu turun, tidak bisa diam terlipat di pergelangan tangannya.

Jujur, situasi ini sangat menyulitkan Sara. Ia tetap ingin fokus meng-uleni adonan rotinya, tapi disisi lain, lipatan lengan bajunya sangat menganggu.

Ada satu senior yang memang mendampingi Sara, laki-laki itu memperhatikan Sara. Dia tahu, sepertinya Sara kesulitan dengan lengan bajunya.

Masih berkutat dengan adonan dan lengan baju, tanpa aba-aba, laki-laki itu menghampiri Sara dari sisi kanan, dan membantu menggulung lipatan lengan baju Sara.

Tanpa suara, tanpa ucapan sepatah kata pun, dia berpindah ke sisi kiri dan menggulung lipatan lengan baju sebelah kiri.

Hah?!

Sara tertegun, tak percaya.

"M-makasih, Kak." Ucapnya canggung.

Dia tak membalas ucapan Sara, hanya terlihat simpulan senyum dibibirnya.

Suasana seperti ini membuat Sara menjadi canggung, tapi sepertinya laki-laki itu tampak seperti biasa saja, seolah tidak melakukan apapun. Disaat seperti ini, syukurlah ada pengunjung yang datang. Dia pergi, melayani yang beli.

"Selamat datang di White Cafe, mari silahkan mau pesan apa?"

"Americano, satu."

"Baik. Dingin atau panas?"

"Dingin."

"Dine in atau Take away?"

"Take away."

"Baik, ada lagi tambahannya?"

"Cukup."

Tampak santai saat melayani, Sara memperhatikan dari belakang. Dia begitu cakap saat melayani pembeli, beberapa pembeli tampak tersenyum sumringah saat dilayani laki-laki itu. Tidak jarang dari beberapa pembeli memberinya uang lebih, sebagai tanda terima kasih atas pelayanannya yang baik, katanya.

***

Sudah menunjukkan pukul 4 sore, waktunya untuk pergantian shift. Biasanya setelah pergantian jam kerja, semua laporan keuangan dan stok bahan-bahan lainnya, harus dikerjakan setiap harinya, di setiap akhir shift.

Laki-laki itu membawa beberapa buku-buku dan lembaran kertas laporan shift hari ini, seraya mengajaknya ke ruang karyawan.

"Masuk, Sar."

Sara hanya mengangguk, saat dipersilahkan masuk.

"Ini laporan harian yang harus kita kerjain setiap selesai jam kerja. Nanti yang shift sore juga sama, bakal ngerjain laporan harian juga."

Hanya anggukan yang Sara beri.

"Untuk sekarang, biar saya aja yang ngerjain laporannya, kamu cukup perhatiin dulu aja."

"Iya, Kak."

"Tapi kamu udah bisa kan, cara hitung barangnya?" Dia bertanya tanpa sedikitpun menoleh ke arah Sara.

"InsyaAllah, Kak." Balas Sara sambil terus memperhatikan laki-laki itu

"Beneran, udah bisa belum?" Tanya nya lagi, sambil terus menulis.

"Udah, cuma belum begitu yakin."

"Harus yakin."

"Gimana, Kak?"

"Liatin saya."

Sara menuruti, laki-laki itu terkekeh geli.

"Kenapa, Kak?"

Laki-laki itu sedikit menggelengkan kepalanya, "Aneh, nurut aja."

Dih, apaansi? Lucu?

Bagi Sara ini konyol. Apa maksudnya? Apa itu sebuah ajakan untuk bercanda? Jika iya, itu tidak lucu dan terasa hambar. Aneh.

"Arion."

Tanpa aba-aba laki-laki itu menyodorkan tangan kanannya. "Panggil, Arion atau Rion aja, kalo dipanggil 'Kak' rasanya aneh kayak 'Kakak Pembina Pramuka'."

Oh, Arion. Nih orang dari tadi maksudnya mau ngajak gue kenalan apa gimana sih? Freak banget.

Dengan sedikit canggung, Sara menyambut uluran tangan Arion. "Samaira, panggil Sara aja."

"Udah tau." Jawabnya

Goblok banget lu, Sar.

"O-oh, i-iya. Maaf, Kak."

"Ngga usah 'Kak'. Kayak anak sekolah aja."

"Tapi aku ngga enak. Umur nya juga kan lebih tua Kak Rion daripada aku."

"Sok tau."

Hah? Maksudnya lu dibawah gue? Tuaan gue?

Dengan sedikit kaget, Sara membalasnya, "Loh? Maksudnya? Tuaan aku?"

"Ya emang menurut kamu, saya keliatan umur berapa?"

Ya mana gue tau.

"Yaudah, saya mau pulang duluan yaa." Dia melenggang pergi meninggalkan Sara seorang diri di ruang karyawan.

Ditinggalkan dengan keadaan pikiran yang bertanya-tanya berapa umur Arion. Lagipula, apa pentingnya dipikirkan? Tidak begitu menguntungkan. Sara hanya menghormati nya sebagai senior ditempat ia bekerja. Tidak perlu berbelit, Sara tidak suka hal yang merepotkan. Apapun itu.

Hari ini, cukup sampai disini. Besok, semoga tidak ada lagi obrolan canggung antara Sara dan Arion.

Samaira, lo hebat hari ini. Si aneh Arion, biarin aja. Ngga usah dipikirin.




***





06-02-2023

LyfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang