Namanya Zenith. Lahir dan besar di keluarga Alpheus tanpa campur tangan kedua orang tua kandungnya. Dirinya sejak kecil telah di-didik keras bagai gadis yang harus menjadi paling tangguh di dunia, dan dikatakan sebagai balasannya sang paman akan mendekatkannya pada orang yang dirinya pikir adalah ayah kandungnya.
Sebagai seorang anak kecil, tentu Zenith senang bukan main mendengar bahwa salah satu anggota keluarga masihlah hidup sehat sentosa di istana sana. Dan dari situlah dirinya dihasut.
"Zenith!" Gadis dengan surai emas dan mata bagai permata itu datang berlari kecil ke arah Zenith.
"Tuan putri, anda datang untuk mengantarku? Padahal tak usah repot-repot, anda kan juga sedang sibuk" sahut Zenith.
Athanasia menggeleng. "Kau akan pergi jauh, aku harus mengantarmu, benar bukan?" Jawabnya.
Zenith tersenyum, pipinya menghangat merah. Dan tanpa sadar bahwa Athanasia memperhatikan lekat-lekat sejak tadi. "Matamu indah" ucapnya.
Zenith tak lepas dari senyumnya. "Dulu... Aku pikir mata ini adalah satu-satunya bukti yang bisa menyambungkan bahwa aku adalah keluarga kerajaan, maka dari itu mata permata bagiku sangat penting. Tapi..."
"Tanpa mata permata pun, aku masihlah saudari tuan putri, dan begitu juga sebaliknya. Awalnya aku takut kenapa-kenapa–" Zenith menghentikan bicaranya dan sedikit melangkah, memeluk Athanasia ke dalam pelukan hangatnya.
"Tapi syukurlah semuanya baik-baik saya. Sehat selalu ya, tuan putri" lanjutnya diselingi isak tangis.
Athanasia ikut terlarut dalam suasana dan membalas pelukan tersebut.
༶
"Astaga, katanya aku sudah bukan keluarga kerajaan lagi, tapi apa ini?" Anas selaku kandungan Ayah dari Zenith menggeram kesal melihat banyaknya pekerjaan yang dikirim dari istana sana.
Zenith terkekeh pelan. "Maaf ya Ayah, aku tak sepintar tuan putri, jadi–"
"Tidak Zenith, pekerjaan ini memanglah pekerjaanku bukan pekerjaan seorang gadis sepertimu. Athy hanya tumbuh terlalu cepat" sahut Anas mulai membara.
Zenith hanya tersenyum kikuk mendengar jawaban dari sang Ayah yang sedikit kurang ajar. "Oh ya, di dekat pusat kota sedang ada perayaan untuk penyambutan pada kekaisaran yang datang dari negeri lain, boleh aku datang?" Tanya Zenith.
Anas mengangkat sebelah alisnya. "Boleh saja... Tapi bukankah kau harus latihan untuk perayaan upacara pelantikan putri mahkota?"
Mendengar jawaban itu Zenith tersentak. Ia baru ingat bahwa seminggu setelah keluarganya pindah dari istana, ia mengikuti program latihan tari untuk mengisi waktu luangnya. Dan saat Athy tau akan itu, dirinya langsung mengundang Zenith sebagai penari untuk upacara pelantikan putri mahkotanya nanti.
Zenith terkekeh mendengarnya. "Setelah dari sana, aku akan langsung ke rumah bibi Jasmine dan melanjutkan belajar, boleh ya?"
Anas menghela nafasnya sambil tersenyum. "Tentu, bersenang-senanglah!"
Mendengar jawaban itu Zenith berbinar dan segera melompat ke sebelah sang Ayah, mengecup pipi tirus Anas dan tertawa "terimakasih!, ayah! Aku berangkat!" ucapnya meninggalkan Anas yang terdiam memegang pipinya.
Dibandingkan dengan Anastacius, keberadaan Zenith tidak sangat diasingkan. Dirinya diperbolehkan untuk berjalan-jalan dengan tubuh asli dengan marga Margarita dari sang ibu.
Warga sekitar juga tau tentang keberadaannya dan tidak mempermasalahkannya, karena yang bersalah adalah ayahnya dan bukanlah gadis ini, walau sebenarnya raja terdahulu dan lucas lah dalang sebenarnya.
Berita tentang Zenith telah undur diri dari keluarga kerajaan juga sudah menyebar dengan cepat, jadi kini dirinya telah menjadi warga biasa tanpa adanya percampuran tangan dari kerajaan itulah yang diketahui oleh masyarakat Obelia.
"Wah~" kagum gadis manis itu melihat ramainya balai kota kala itu.
Banyaknya anak-anak berlari memegang berbagai benda serta makanan khas yang unik, ada juga para lansia yang saling reuni membicarakan masa muda, dan para remaja yang membawa pasangannya masing-masing.
Zenith benar-benar nyaman di sana. Para warga juga menyambut baik kedatangannya. Hangat suasananya, kuharap ayah juga bisa ada di sini tanpa penyamaran batin Zenith.
Mungkin karena terlalu fokus dan terbawa suasana. Dirinya tak sadar berjalan mundur perlahan untuk melihat keseluruhan kota, namun malangnya ia membuat seorang gadis terjatuh.
"Akh/aduh"
Zenith yang panik karena gadis itu sampai dibuatnya terjatuh langsung mencoba mendekatinya. "A-anu maaf aku tidak–"
Gadis dengan surai biru bagai perak itu tak menjawab, dirinya hanya berdecak kecil dan bangun untuk kembali berlari.
"Sylvia!" Kini seorang pemuda dengan surai gelap berlari dari arah yang sama dengan si gadis yang baru saja pergi.
'sylvia? Namanya kah?' batin Zenith bertanya-tanya.
"Hei sialan!" Panggilan dari pemuda itu membuat Zenith bangun dari lamunannya.
"Eh? Aku? Ta–"
Belum selesai Zenith mengucapkan kata-katanya, pemuda itu mendekatkan wajahnya pada wajah Zenith. Zenith tentu takut setengah mati.
"Kau seperti hama, awas jika gadis tadi lecet sedikit saja, maka ku potong kakimu agar tak bisa menabrak orang lagi" tutur pemuda itu lalu pergi.
Zenith terdiam mendengarnya. Panik, pasti. Namun ia segera membuang pikiran itu jauh-jauh, 'dia yang menabrakku duluan kok... Lagipula aku tidak akan bertemu dengan mereka lagi, kan?' batinnya mencoba menenangkan diri.
Dirinya segera kembali berkeliling kota dan langsung ke rumah bibi Jasmine untuk mendapat latihan untuk persiapan kelak.
←To Be Continued→
KAMU SEDANG MEMBACA
Nona dan Tuan Muda
FanfictionZenith yang sudah melepaskan diri dari yang lampau dan mulai menjalani hidupnya dengan santai. Tapi Jeremy dengan mudahnya masuk dan mengacau hidupnya, juga hatinya. Jeremy sendiri sudah bertekad untuk setia pada pilihan sang ayah, namun Zenith data...