NdTM Chapter 5

570 87 2
                                    

Pagi ini Zenith tengah bersama Athanasia untuk memilih baju yang cocok. Ada Lucas juga duduk di luar ruangan, menunggu sang tuan putri.

"Kau suka yang ini Zenith? Kurasa cocok untukmu!" Seru Athanasia.

Zenith tentu hanya mengangguk dan mengatakan bahwa ia tak keberatan, karena ini adalah sebuah kehormatan baginya.

'tapi ini terlalu terbuka, aku takut Zenith tidak nyaman' pikir Athanasia.

Athanasia mendesah kesal dan mengembungkan pipinya. Buat Zenith gelagapan takut membuat kesalahan.

"A-ano ini bagus kok! Aku suka! Aku suka semua yang tuan putri pilih!" Ucapnya.

Cemberut Athanasia tak kunjung reda, mukanya semakin merah karena marah. Zenith pun sudah mulai ketakutan.

'apa aku akan mati di tempat? Tuan penyihir kan menyeramkan'  Batinnya menangis dalam diam.

Hingga Athanasia pun pasrah. "Kau ini!" Ucapnya tarik perhatian Zenith. "Kau ini akan cocok di baju manapun, tapi kau tidak akan nyaman di baju manapun! Jadi jangan hanya mengangguk, pilihlah beberapa yang kau suka!" Katanya.

Zenith berbinar mendengarnya. "Baik!" Sahutnya dengan hangat.

Dituruti permintaan sang adik sepupu kesayangannya itu. Dicari, dicocokkan, dan dipikir kembali. Hingga akhirnya tiga setel baju penari telah ia pilih.

Usai mengurusi keperluan tampil Zenith, kedua gadis yang luang itu hanya akan menghabiskan waktu mereka bersama hingga hari menggelap.

Di tengah perjalanan, tawa dan canda mereka terhenti melihat betapa kusutnya wajah nona muda Pedelian. Tentu gadis dengan surai silver itu tidak sendirian, ada tuan muda Jeremy mengikutinya di belakang sana dengan muka tak kalah kusut.

Hal itu tentu menarik tanda tanya kedua gadis asal Obelia yang tak sengaja berpapasan dengan mereka. Athanasia langsung mengambil tindakan, takut ada hal yang tidak diinginkan sebelum pesta penobatannya berlangsung.

"Selamat siang" sapa Athanasia buat lawan bicara sedikit terkejut.

"Tuan putri, se-selamat siang!" Sahut Silvia memberi salam diikuti Jeremy.

Zenith yang kini notabenenya hanya penari undangan tentu ikut membalas salam keduanya tanpa berucap sepatah katapun. Di sisi lain, ia juga masih kesal dengan Jeremy akibat semalam. Dan lihat saja wajah Jeremy yang kini menatap tajam Zenith, seakan-akan dirinya ingin Zenith tenggelam ditelan bumi.

"Apa ada masalah? Wajah kalian terlihat kusut" ucap Athanasia bertanya.

Silvia dan Jeremy saling memandang, sebelum akhirnya saling melempar muka mereka ke arah yang berlawanan.

"Tidak ada masalah besar, tuan putri" ucap Jeremy tak mau memperpanjang masalah.

Silvia sendiri butuh keadilan, mungkin. Ia langsung memprotes. "Tidak ada masalah, karena masalahnya adalah tuan muda ini!" Ketusnya.

Jeremy langsung memerah karena emosi. Dia menarik pundak Silvia guna membuat gadis itu berhadapan dengannya. "Maksudmu apa hah?"

Athanasia langsung linglung dibuatnya. Segera dicegah perdebatan keduanya. "Hey sudah sudah, aku tidak tau apa masalah kalian, tapi aku tidak mau ada pertengkaran!" Tegasnya.

"Zenith kau tolong urus tuan Jeremy ya" bisik Athanasia pada Zenith. "Lady Silvia, aku ada beberapa hal yang harus ku tunjukkan padamu, ayo" ajaknya pada silvia.

Zenith langsung memasang muka tidak setuju. Namun apalah dayanya hingga tidak bisa menolak secara langsung. Ia hanya bisa menghela nafasnya pasrah.

Diliriknya Jeremy yang memandang Silvia dan Athanasia dengan kesal, atau mungkin hanya Silvia, begitu dugaan Zenith. Dibawanya tubuh ramping itu menutupi arah pandang Jeremy, buat Jeremy memasang muka yang lebih kecut.

"Daripada mukamu mesen begitu, lebih baik kita jalan-jalan ke–"

"Hah? Jalan-jalan? Denganmu? Mana sudi!" Sahut Jeremy melipat kedua tangannya di depan dadanya.

Zenith menghela nafasnya. Ia sebenarnya juga tidak sudi harus menghabiskan waktunya untuk pemuda didepannya ini, lebih baik ia mendengarkan ocehan Izekiel dibandingkan hal tersebut.

"Kalau begitu anda mau kemana tadi? Biar saya antar" ucap Zenith.

Jeremy menatapnya malas. "Untuk apa? Kau pikir aku akan tersesat?" Sahutnya.

'tahan Zenith, kau harus melakukan ini demi sepupumu tercinta, sabar!' batin Zenith mencoba relaks.

Zenith menggeleng, "tuan putri menyuruhku untuk membantu anda menyegarkan pikiran" jawab Zenith dengan senyumannya.

Jeremy menghela nafasnya, kasihan pada gadis yang dapat tugas tiba-tiba karena kegaduhannya sendiri. Walaupun dirinya kasar, ia juga masih memiliki sifat kasihan pada seorang gadis, tentu karena kakak kesayangannya adalah seorang gadis juga.

"Aku hanya mengikuti Silvia tadi" jawabnya.

Zenith cukup terkejut, tidak menyangka akan benar-benar dijawab. Gadis itu terkekeh, sebagai formalitas atau dengan kata lain adalah terpaksa. "Kalau begitu mau pergi ke pasar di kaki istana? Kudengar ada banyak hal menarik di sana" tawarnya.

"Pasar kaki istana? Bukankah itu tidak cocok untuk kasta orang penting?" Tanya Jeremy. Tidak, itu bukan sindiran, itu murni pertanyaan polos.

Zenith menggeleng. "Pasar itu tidak ada yang namanya kasta, semua orang boleh datang ke sana kecuali penjahat!" Jawab Zenith.

Jawaban dari Zenith menarik perhatian Jeremy, buat manik biru itu menyala penasaran. "Boleh" sahutnya bagai bocah ditawari coklat.

Zenith tersenyum, kini tanpa terpaksa. Dirinya mengangguk. "Kalau begitu kita harus ganti baju yang lebih mudah untuk dibawa keliling, kita bertemu sini lagi setelah 15 menit" ucapnya.

Jeremy mengangguk dan langsung meninggalkan Zenith.

To be continued...

Nona dan Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang