NdTM Chapter 3

620 110 28
                                    

Malam hari setelah kejadian di pantai siang tadi, Izekiel kini membawa dirinya keluar dari kamar yang disediakan di mansion Margarita untuknya menginap.

Dirinya bosan karena tidak bisa melakukan apa-apa selain tidur, ia juga tidak bisa tidur karena bosan. Membingungkan.

"Tuan Alpheus? Anda belum tidur?" Suara manis itu cukup membuat izekiel terkejut dibuatnya.

"Zenith, kau tak perlu memanggilku seperti itu, kita sudah seperti saudara bukan?" Sahut Izekiel.

Zenith yang mendengar sahutan itu tertawa hambar sejenak 'saudara ya...'

"Omong-omong kenapa kau belum tidur?" Tanya Izekiel membuat Zenith tersadar dari lamunannya.

"Aku bertanya duluan loh" sahut Zenith berjalan cepat menjajarkan langkahnya dengan Izekiel.

Izekiel terkekeh "tidak bisa tidur, bagaimana denganmu?" Jawabnya.

"Semenjak pindah kemari, aku jadi lebih sering tidur larut" jawab Zenith.

"Itu tidak bagus untuk kesehatanmu Zenith, Balum lagi kau bisa kehilangan kecantikanmu jika kau sering tidur larut" kata Izekiel berupaya menjelaskan.

Zenith menghela nafasnya sambil terkekeh. "Percuma aku jadi cantik, karena tuan putri tidak akan pernah bisa dikalahkan" sahut Zenith kemudian berjalan lebih cepat dari langkah Izekiel.

Meninggalkan Izekiel yang memelankan langkahnya. "Kita tidak membicarakan tuan putri, kita membicarakan kesehatanmu" protes Izekiel mengejar Zenith.

"Dasar tidak peka!" Balas Zenith mempercepat langkahnya lagi.

Izekiel tidak mau kalah dengan itu, "hey kau mau main kejar-kejaran ya? Aku ini tuan muda Alpheus loh, para lady bilang kepekaan ku tinggi" Izekiel kembali protes.

Dan malam itu berakhir dengan Zenith dan Izekiel yang berlarian di dalam mansion sambil saling tukar ejekan.

Pagi harinya seisi mansion Margarita telah usai menyantap sarapan mereka. Anas kembali ke ruang kerja, sedangkan Zenith bersiap untuk datang ke kelas menari. Izekiel sendiri hanya duduk di ruang tamu sambil membaca sebuah buku cerita yang dipinjamkan oleh Zenith.

"Zenith? Sudah mau berangkat?" Tanya Izekiel melihat Zenith membopong tas coklat miliknya.

Zenith mengangguk tanpa menoleh ke arah Izekiel, itu karena dirinya sedang sibuk menuang teh ke dalam cangkir untuknya minum.

'dia sudah banyak berubah....' pikir Izekiel, lalu bangkit.

Izekiel mendekat ke arah Zenith dan menarik kursi di depan Zenith lalu mendudukinya. "Pemuda yang kemarin duduk di sebelahmu itu... Siapa?" Tanya Izekiel turut menuang teh.

Zenith meletakkan cangkirnya kembali dan menggedikkan bahunya "tidak tau" jawabnya.

"Pacarmu?" Sahut Izekiel kembali bertanya.

Zenith sedikit memanyunkan bibirnya kesal "tidak tau!" Jawabnya lebih keras.

"Lalu kenapa kau duduk bersebelahan dengannya? Kalau dia orang jahat bagaimana?" Lanjut Izekiel.

"Tidak tau!"

"Kalau–"

"Izekiel, aku berangkat dulu ya, sampai jumpa"

Izekiel memandang Zenith yang pergi begitu saja setelah memotong ucapannya. Dirinya memasang senyum kikuk dengan tetesan keringat di pelipisnya.

"Apa dia marah?"

Matahari mulai tenggelam, menandakan petang hampir usai. Zenith masih sibuk melangkah di jalanan kota dengan tempo lambat. Suasana hatinya menjadi buruk, mungkin dirinya tengah sensitif karena bulan merahnya. Maka dari itu, ia menghindari orang rumah agar tidak memberikan impas kasar pada mereka.

Zenith mendesah kasar, lelah kakinya. Di daratkan tubuhnya di kursi taman, lalu ia regangkan seluruh tubuhnya. "Aku akan coba latihan lebih giat nant–"

"SILVIA!"

Pekikan itu sudah tidak asing bagi Zenith. Konon katanya nama sang sumber adalah Jeremy. Zenith benar-benar tidak tau darimana asalnya ia dan gadis bernama Silvia itu.

Hari-harinya di luar mansion menjadi terganggu akibat pertengkaran tanpa konflik yang selalu menarik Zenith ke dalamnya secara tidak sengaja.

'demi tuhan, kenapa mereka ada dimana-mana sih?' umpatnya dalam hati.

Saat Zenith mengumpat sambil menutup matanya, gadis bersurai biru bagai salju itu melewatinya begitu saja. Hingga nasib Zenith terasa lebih malang.

"Kau lagi kau lagi..." Mendengar ketusan itu, perlahan Zenith membuka kedua matanya.

Kini ia sangat malas untuk berbicara, bahkan dirinya menolak takut dan membiarkan pemuda didepannya ini bertindak semaunya.

"Apa kau selalu mengikuti kami? Dasar gadis gila" ucap Jeremy memijat pelipisnya seakan sedang berada di fase yang memusingkan.

Zenith bangun dan langsung berdiri tegak penuh percaya diri. "Permisi tuan, anda lah yang- maaf, maksudku kalian lah yang mengikuti saya tau?" Sahut Zenith.

Jeremy meliriknya penuh amarah. "Apa kau bilang? Kita yang mengikutimu?" Ucap Jeremy lalu tertawa remeh "jangan gila, kau tidak tau siapa ak–"

"Kurasa aku tak perlu tau. Mau anda adalah anak bangsawan jugapun saya tidak peduli, saya ada banyak kesibukan, permisi" ucap Zenith lalu beranjak pergi dengan langkah cepat, meninggalkan Jeremy memandangnya tak percaya.

"DASAR GADIS GILA!" pekik Jeremy.

Zenith benar-benar lelah dengan pemuda yang satu ini, bahkan ia lebih baik mendengarkan Izekiel bercerita tentang saudari sepupunya seharian dibandingkan melihat Jeremy.

'kutarik kata-kata ku tadi...'  batin Zenith malas.

Malam ini Izekiel terasa lebih berisik dibandingkan biasanya. Semalaman ini ia terus mengucapkan hal berbau calon putri mahkota obelia sambil duduk menyila diatas kasur Zenith dengan nyaman.

"Izekiel, aku mengantuk" ucap Zenith guna pemuda di depannya berhenti berbicara.

Izekiel menghentikan suara yang akan keluar dari mulutnya. "Oh.... Kalau begitu silahkan tidur Zenith, besok kita harus berangkat malam kan? Selamat tidur" ucapnya lalu beralih ke sofa yang ada di kamar Zenith.

"Kau mau ngapain? Gak keluar?" Tanya Zenith.

Izekiel tertawa manis, "ayahmu menggunakan kamar tamu sebagai tempat berkas yang baru datang dari istana, boleh aku tidur di sofa sini?" Sahut Izekiel.

Zenith awalnya terdiam, namun ketika kepalanya hendak mengangguk tiba-tiba ia malah menggeleng cepat. Membuat Izekiel merasa sedikit sedih karena ia tidak mendapat izin, lantas dimana ia akan tidur?

"Kasur" ucap Zenith tiba-tiba.

Izekiel menatapnya penuh pertanyaan. "Tidurlah di sebelahku, aku akan menggunakan bantal panjang untuk batas" lanjut Zenith lalu menggeser tubuhnya dan meletakkan sebuah bantal yang panjang di tengah-tengah ranjang.

Izekiel perlahan mendekat. "a-ah tidak apa-apa, aku tidak masalah tidur di so–"

"Besok malam adalah perjalanan yang panjang, aku tidak mau badanmu sakit, karena itu akan menghambat perjalanan" potong Zenith. "Kau tidur di sini, jangan ingkari! Aku akan memprotes ayah esok pagi" lanjutnya lalu tidur dengan selimut tertutup.

Izekiel tak sadar bahwa bibirnya menarik lengkungan dan menghasilkan senyum salah tingkah. Ia pun segera merebahkan diri dengan perlahan, takut Zenith telah terlelap.

'zenith jadi lebih dewasa ya.... Sayangnya aku tidak kebagian selimut'  batin Izekiel.

To be continued...

Nona dan Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang