10. Dua Makhluk Sihir

793 104 15
                                    

Senandung merdu keluar dari bibir seorang gadis berhelai pirang. Mata birunya memandang sekumpulan angsa putih di danau di hadapannya. Bunga teratai ungu merekah, menambah keindahan danau berair jernih itu. Ikan-ikan segala macam rupa berenang tenang.

Luna Lovegood duduk di tepi danau. Dengan gaun putih berpotongan leher rendah yang menunjukkan leher jenjangnya yang pucat, ia menyunggingkan senyum. Helaian pirangnya terbang terbawa angin semilir yang berembus. Sosoknya adalah definisi sejati dari anak-anak istimewa.

"Bukankah ini tempat yang begitu indah, Luna?"

Dengan senyuman merekah manis, Luna menoleh. Di belakangnya berdiri sosok berambut merah. Luna segera berdiri, menghadap gadis lain yang sama istimewanya dengan ia sendiri.

"Selamat datang di di Taman Takdir, Putri Sihir." Suara merdu Luna bergaung.

Hera, gadis itu menatap penuh ketulusan di balik wajahnya yang menawan. "Sambutanmu begitu hangat, Putri Takdir."

Luna tertawa riang. Mata birunya berkilau ketika angin kembali menerbangkan surai pirangnya. Dari mata birunya, Luna bisa melihat sebuah tiara putih dengan sulur tanaman yang merambat. Mutiara biru muda dan putih menambah kesan elegan dari model sederhana tiara itu.

Hanya melihat itu, Luna tahu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanya melihat itu, Luna tahu.

"Semoga apa yang menjadi keinginanmu akan segera terkabul, Yang Mulia."

***

"Kau bahkan tidak bisa berdiri lagi, Hestia Potter."

Suara itu menggaung di reruntuhan Potter Manor. Hestia sendiri menunduk. Rambut merahnya terpotong pendek dengan gaya tak beraturan, begitu kusam. Mata zamrud yang selalu membuat semua orang terpesona itu kehilangan cahaya, padam karena keputusasaan. Sang gadis berlutut di depan musuh yang selama ini mengincar keluarganya, mengincarnya dan Harrison.

"Sepertinya mulutmu itu sudah tidak bisa bicara, bukan?"

Dagunya dicengkeram paksa dan diangkat hingga berhadapan dengan sepasang mata merah yang selalu menebar teror. Wajah tampan pria itu bahkan tak mengurangi gejolak sihir hitam yang mengerikan di sana.

"Tom, sudah."

Ah, suara bijak penuh manipulasi itu. Mata zamrud Hestia bertatapan dengan mata biru di balik kacamata. Janggut putih panjang dengan jubah merah penuh bintang-bintang.

Dumbledore.

Sosok pria yang semula mencengkeram dagu Hestia kini berbalik menghadap Dumbledore. Tom Riddle hanya mampu mendengkus dingin. Ia memutar tongkatnya di antara jemari sebelum kakinya berhenti di tubuh tak bernyawa yang terbaring di lantai kotor. Tubuh pemuda yang diramalkan akan menjadi kejatuhannya.

Harrison Jameson Potter.

.

.

Veil of TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang