The Beginning

1.6K 374 7
                                    


[Name] tak henti memandangi wanita cantik di sampingnya, mulutnya terbuka beberapa kali menerima suapan nasi dari sendok di tangan kanannya yang ramping dan jemari manisnya terpasang sebuah cincin pernikahan.

“Ada apa, sayang? Makanannya tidak enak?”

[Name] menggeleng, mulutnya terus mengunyah.

“K-kau– kenapa menangis?” sang gadis belum terbiasa memanggil wanita itu yang merupakan ibunya mulai sekarang.

Sepasang manik coklat itu berair dan meneteskan beberapa bulir air mata, dengan tergesa sang empu menghapus bekasnya.

“Ah, tidak ini– I-ibu hanya sedang– Ekhem! Ibu tadi habis memotong bawang.”

[Name] menatap lauk makannya, itu sup wortel.

“Oh.”

[Name] mengedarkan pandangannya kesekitar lalu tersenyum tipis, “Jadi mulai sekarang aku tinggal di rumah mewah ini?”

“Iya, sayang..”

[Name] menatap ibu angkatnya itu lalu berkata, “Terima kasih.”

Pemilik netra coklat mengerjap bingung saat maniknya bertubrukan dengan sorot sendu menenangkan milik putri angkatnya (?)

“Ini hadiah terindah ulang tahunku.”

“Terima kasih, Ibu!”

Deg!

Setelah dengan mudah dulu ia membuat sebuah lubang trauma besar pada hati kecil putri kesayangannya itu, kini dengan mudah ia mendapatkan seutas senyum manis tanpa beban, entah sebesar apa dosa yang ia timpa.

“Ibu..”

“Iya, sayang? Mau minum?”

[Name] menunjuknya dengan kelingking, “Suaramu sangat mirip ibu kandungku.”

Deg!

“Boleh kuanggap kau begitu?”

Bahkan setelah apa yang telah terjadi, ia tak pernah lupa hal sekecil itu?

“T-tentu, b-boleh.”

Sebuah cermin mewah besar berada tak jauh darinya ditatap, ia memandangi lekat-lekat pantulan wajahnya, sangat berbeda dari dulu. Penampilannya benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat.

•••

“Terima kasih.”

[Name] turun dari mobil berwarna putih itu dengan wajah pucat, “Sekali lagi maaf ya, Seok Jin.”

“Santai saja, [Name]. Aku tidak keberatan kok,” ucap Seok Jin, jujur pemuda itu sangat kesal pasal tadi pagi, menunggu gadis itu di depan minimarket dua jam tak datang-datang. Yang ditunggu akhirnya muncul dengan raut amat bersalah, sedikit meredakan rasa kesalnya.

[Name] menggaruk tengkuknya, “Tak perlu mengantar dan menjemputku lagi lain kali.” Ucap [Name] tiba-tiba membuat pemuda bersurai coklat itu mengerjakan matanya kaget, dengan gagap ia bertanya.

“K-kenapa? J-jika kau merasa bersalah tentang tadi pagi, l-lupakan saja! Aku tidak kesal!”

[Name] menggeleng lalu tersenyum, “Aku tidak ingin terus merepotkanmu.”

“Tidak kok! Aku tidak repot–”

Ponsel di tangan kanan [Name] tiba-tiba bergetar. Sebuah pesan masuk, dibaca sekilas gadis itu tanpa dibalas.

Camilla : Panti asuhan itu sudah kosong dari tiga tahun lalu, letaknya di luar Seoul, bangunannya masih ada, tapi begitulah, sudah tak terawat. Alasan panti asuhan itu berhenti beroperasi karna pemilik yayasan telah meninggal dan sudah tidak ada yang mengurusnya lagi, kabarnya para anak asuh yang tinggal di sana dipindahkan ke panti asuhan di daerah lain

Desahan pelan keluar dari bibir [Name], maniknya bergulir menatap pemuda yang kini duduk di dalam mobil melalui jendela bagian pengemudi terbuka.

“Terimakasih banyak selama ini kau sudah membantuku.”

[Name] memasukkan ponselnya ke dalam saku lalu mengedarkan pandangannya, tak sengaja menatap langit sore yang begitu indah. Tiba-tiba terasa deja vu.

“Langitnya indah kan, sayang?”

“Iya! Indah sekali!”

“Jika rindu Ibu, lihat langit sore ya! Jangan melakukan hal-hal aneh!”

“Maksud Ibu?”

“[Name] jadi anak baik ya selama sama Nenek Eunhae, nanti Ibu jemput!”

“Ibu mau pergi ke mana?”

“Ibu tidak kemana-mana, hanya mau menuntaskan sedikit masalah. Tenang saja tak akan lama! Nanti kalau masalahnya sudah selesai, ibu jemput [Name] lagi, oke?”

“Um.. baiklah! Oke!”

“Se-sebentar saja! Serius!”

“Janji kan?”

“Janji!”

‘BOHONG! Kau tak menjemputku, Ibu? Kenapa orang lain yang malah melakukannya?’

“[Name]?!”

[Name] tersentak dari lamunan, Han Seok Jin takut melihat gadis itu dengan wajah pucat menatap lekat ke arah langit. Dipanggilnya beberapa kali tak merespon hingga dengan sedikit menaikkan oktaf suara akhirnya gadis itu terintruksi.

“Y-ya? Maaf, aku malah melamun! Ah– kau mau pulang ya?” [Name] mengusap wajahnya kasar sambil terkekeh malu.

Han Seok Jin berdehem lalu mengangguk, “Iya.. sepertinya aku harus pulang,” melirik spion, sebuah mobil memasuki pekarangan [Name], dahinya sedikit mengeryit.

“Oh, baiklah. Sekali lagi terimakasih! Maaf merepotkanmu terus!”

“Tidak kok! Santai saja!”

“Hati-hati ya!”

Han Seok Jin memberikan jempol sebelum menutup jendela lalu melesatkan mobilnya ke atas aspal jalanan.

[Name] menatapnya yang kian menjauh tanpa sadar seseorang kini sedang berjalan kearahnya dengan mengendap-endap.

“Boo!”

“Astaga–?!” [Name] menoleh kaget.

“Siapa tadi?”

“Bikin kaget saja!” [Name] menampar bahu orang itu lalu mendesis kesal, kepalanya sedang pusing.

“Siapa tadi, hm?”

“Teman!”

“Teman? Suaranya laki-laki, bukan pacarmu?”

Melempar tatapan sinis, [Name] pun mencibir, “Kalo pacarku, kau mau apa?”

“Huh? Jadi, tadi pacarmu?”

“Kepo!”

“Oh, jangan salahkan aku jika besok dia sudah tak punya kedua tangannya ya, sayang?”

“STOP CALLING ME LIKE THAT, YOU FREAKING JERK!”

Lebih pantas jadi saudara tak sedarah? Sahabat? Atau yang lain?

Be Mine! [Jung Goo X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang