Mata Chika masih mengabsen deretan angka yang ada di layar monitornya. Memastikan semua sudah terinci dengan benar sebelum akhirnya dia mengirimkan kepada atasannya untuk memperoleh persetujuan. Memberikan checklist pada agendanya apa yang telah dilaksanakan hari ini. Baru setelahnya dia bergegas untuk bersiap menikmati senja di cakrawala. Hal yang sangat jarang dilakukan semenjak Chika memperoleh predikat sebagai pegawai bank.
Melihat beberapa sejawat yang berkumpul di depan ruangannya membuat keningnya berkerut. Sepertinya mereka sedang berbicara serius dengan RM dan asisten Chika untuk menyampaikan sesuatu kepadanya.
"Ramai benar di sini. Jadi berangkat nggak?" Suara Sandrina lebih dulu terdengar sebelum Chika bersuara.
"Jadi dong, tapi Mbak Chika belum kita beritahu nih. Mbak Nana aja deh yang ngomong, pasti Mbak Chika mau bergabung dengan kita." Henry, asisten Chika meminta bantuan Sandrina untuk mengajak atasannya bergabung dalam acara mereka.
Sandrina membalikkan tubuh hendak melangkah ke meja Chika, tapi kedua matanya sudah berserobok pandang dengan sahabat yang dimaksudkan. Chika juga telah bersiap dengan tas di pundak.
"Lah ini orangnya, sudah siap juga. Yuk berangkat semua. Tahu aja nih Bu TL kalau kita berencana mau nobar sore ini." Sandrina menarik lengan Chika untuk mengikuti langkahnya.
"Kalian mau nonton?" tanya Chika memastikan.
"Loh, kok masih tanya? Bukannya kamu siap pulang untuk nonton bareng kita? Fast & Furious 10 sudah tayang, makanya kita janjian nobar."
"Sekarang?" tanya Chika.
"Nggak, tahun depan!" Sandrina memutar bola matanya. "Ya iyalah, Chik."
"Waduh, pengen sih nonton, tapi habis Magrib aku ada undangan nih. Nggak keburu kalau ikut kalian. Maaf banget yah." Chika menampilkan wajah menyesalnya.
"Oh iya, Mbak Chika harus datang ke undangan___" belum sampai kalimat Henry terselesaikan, Sandrina langsung melayangkan protesnya. Kapan lagi para lajang berkumpul setelah jam kantor usai kalau tidak ada acara seperti ini.
"Eh, kok gitu? Ikut deh, ini masih jam lima kurang seperempat Chik, sebelum isya sudah balik kok. Eh, tapi sudah kelewat Magrib sih." Sandrina tertawa sendiri menyadari kebodohannya.
"Nggak deh, lain kali saja gabung. Maaf banget ya, aku harus pulang."
"Yah, Chika." Sandria mengungkapkan dengan nada kecewa. "Penting banget ya? Undangan dari siapa sih? Datang telat saja," tanya Sandrina selanjutnya.
"Sorry Na, semalam Dokter Raka mengantarkan undangannya langsung untuk peresmian tempat praktik beliau malam ini. Nggak enak aku, apalagi kredit di MSH lumayan besar, pasti akan banyak sejawat beliau di sana nanti," jawab Chika setengah berbisik seolah tidak ingin yang lain mengetahui.
"Waduh, kalau itu prioritas, Say. Kamu harus nyalon dulu." Chika menoyor lengan Sandrina kemudian keduanya tertawa.
"Sendirian saja ke sana?" tanya Sandrina.
"Enggaklah, sama pak bos."
"Ya udah deh, kita nobar duluan. Kamu besok aja ajak Dokter Raka nonton sekali-sekali." Sandrina menoel dagu Chika kemudian berlari menuju anak-anak yang lain yang sudah jauh dari jangkauan mereka.
"Dasar Sandrina sableng." Chika menggelengkan kepalanya.
Membawa nama besar kantor seorang diri, sepertinya bukan hal yang asing lagi bagi seorang Chika Davinia. Kini dia berada dalam mobil hanya berdua bersama driver kantor setelah mendapatkan pesan dari Pak Iwan Sasmito, bosnya, yang mendadak tidak bisa datang karena sesuatu hal. Kakak iparnya tutup usia di luar kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Words [Completed]
Ficção GeralMenikah dengan dokter bagi seorang yang memiliki konsep hidup ala kadarnya seperti Chika Davinia adalah cita-cita. Meski dikata telah sukses dalam pekerjaan, nyatanya Chika hampir tidak bisa membagi waktu bekerja dan me time untuk dirinya sendiri. S...