Rintik hujan masih membasahi tanah meski sudah hampir seharian turun dengan derasnya. Mansion keluarga kim terasa hampa tidak seperti biasanya, jika hari-hari pada umumnya mansion itu akan diliputi pertikaian ataupun canda tawa, sekarang keadaan mansion lebih seperti rumah kosong meski banyak penghuni yang tinggal. Para pekerja masih tampak mengenakan pakaian hitam, pertanda ikut berkabung setelah kematian mendadak dari tuan besar.
Dan sinilah Yoongi berada, di depan mansion keluarga kim yang selama ini selalu menjadi momok menakutkan hampir dua puluh tahun hidupnya. Perempuan itu mengenakan pakaian yang sama seperti para pekerja, bagaimanapun juga Yoongi masih tau sopan santun untuk ikut berkabung meski sangat membenci orang yang barusaja meninggal. Rambutnya yang tidak terlalu panjang diikat rendah rapi. Perempuan itu menatap mansion cukup lama hingga dibuyarakan oleh sebuah suara.
"Kau yakin ingin membicarakan hal itu sekarang?"
Jimin sedari tadi ada dibelakang si perempuan sambil memegang payung agar mereka tidak kehujanan. Laki-laki itu sedikit khawatir dengan kondisi yang terjadi saat, kedua belah pihak sedang memperjuangkan anak masing-masing. Keadaan sensitif diantara mereka bisa saja menyulut bom waktu.
"Jika tidak sekarang mungkin keadaan akan lebih buruk nantinya"
Baiklah, Jimin mengalah dengan keputusan Yoongi. Selepas meminta ijin pada satpam untuk bertemu tuan rumah mereka diijinkan masuk. Dari pintu masuk Yoongi dapat melihat jika Seokjin hanya duduk termenung ditemani oleh anak sulungnya. Tatapan perempuan itu tampak kosong dan kantung matanya sedikit menebal dari biasanya. Tak banyak riasan seperti biasa perempuan itu gunakan.
"Aku turut berduka atas apa yang menimpa keluarga ini eonni"
Itu merupakan kalimat pertama yang Yoongi ucapkan setelah mendudukkan diri di hadapan Seokjin. Sayangnya tak ada respon seperti yang Yoongi bayangkan.
"Bibi, aku minta maaf, tapi keadaan eomma belum stabil. Bisakah bibi-"
"Bisa tinggalkan kami berdua?"
Ucapan Jihoon terpotong oleh kalimat Seokjin. Untunglah anak itu pengertian sehingga dengan sopan Jihoon mengajak Jimin pergi ke sudut lain di mansion, hendak memberikan sedikit privasi pada dua perempuan yang ingin berbicara.
"Kejadian di rumah sakit tempo hari, aku sungguh minta maaf. Aku kurang sopan karena terbawa emosi"
"Jika hanya itu yang ingin kau katakan lebih baik pulanglah Yoongi"
Seokjin bukanlah perempuan yang sensitif, namun apa yang menimpa belakangan sepertinya begitu mengguncang perempuan dua anak tersebut. Hampir saja Seokjin meninggalkan ruang tamu jika Yoongi tidak sigap menahan tangannya.
"Aku punya donor mata untuk putrimu"
Satu kalimat dari Yoongi sukses membuat Seokjin berhenti dan menoleh tajam pada yang lebih muda. Sekarang suasana hatinya tidak hanya buruk namun juga tercampur emosi.
"Donor mata? Kau ingin membunuh putriku dengan kondisinya saat ini? Bahkan anjing saja tidak lebih gila daripada dirimu Min Yoongi!"
"Mari saling jujur jika eonni juga menginginkan hal tersebut"
"Sebagai seorang ibu tentu aku menginginkannya. Tapi setidaknya aku tau waktu kapan harus membicarakan hal konyol seperti ini"
Daripada semakin emosi dan melampiaskan pada hal yang tidak-tidak Seokjin memilih pergi dari ruang tamu. Namun Yoongi tak kalah gigih jika sudah memiliki tekad. Maka perempuan itupun menyusul Seokjin dan menghadangnya ketika hendak menaiki tangga.
YOU ARE READING
[TAEKOOK] BLIND
FanfictionSemua yang aku lihat dan aku alami selama ini bukanlah sebuah kenyataan. Ini semua hanya kebohongan yang berhasil disembunyikan oleh mereka yang aku percayai selama ini. Kenapa mereka melakukan semua ini? Satu fakta yang aku benci adalah... Kenapa...