Hari yang tadinya sore kini beranjak menjadi malam yang cerah penuh bintang-bintang. Yoongi yang sedari tadi berdiri di ambang pintu menunggu sang putra kini mulai lelah dan akhirnya memutuskan masuk ke dalam rumah. Nafasnya berhembus sedikit kasar tanpa disadari saat melihat Jimin masih berkutat di depan laptopnya. Dengan teratur, perempuan itu mulai mendudukkan diri di sofa butut milik si lelaki lantas menyalakan televise untuk mengusir suasana sunyi. Tangan Yoongi sibuk menggonta-ganti channel dengan tidak semangatnya, sementara Jimin yang melirik dari sudut matanya hanya menatap diam lalu melanjutkan pekerjaannya.
"Tidurlah! Ini sudah malam"
Suara Jimin baru menyapa indra pendengar Yoongi setelah sepuluh menit berlalu. Yoongi menoleh dan menatap seksama Jimin yang masih berkutat dengan kertas-kertas di hadapannya. Ia sungguh bosan saat ini. Ingin sekali rasanya ia mengajak Jimin mengobrol, tapi ia cukup tau diri untuk tidak mengganggu laki-laki itu di saat bekerja.
"Oppa mau kubuatkan kopi?"
"Tidak perlu, sebentar lagi pekerjaanku akan selesai"
"Seharian ini oppa tak istirahat sama sekali, apa tidak lelah?"
Kini posisi Yoongi berubah menjadi ikut duduk di bawah menemani Jimin. Perempuan itu melirik sekilas isi berkas yang berserakan di atas meja ruang tamu. Awalnya Yoongi merasa biasa saja, namun matanya sedikit membulat kala menyadari berkas yang dikerjakan Jimin sedari tadi adalah tentang pembunuhan.
"Sebenarnya apa pekerjaan oppa? Kenapa isi berkasnya mengerikan?"
"Kau masih saja suka penasaran seperti delapan belas tahun yang lalu"
"Benarkah? Itu bagus. Artinya aku sama sekali tak berubah" jawab Yoongi sedikit tertarik
Jimin melepas kaca mata yang ia gunakan. Dengan sedikit gemas, laki-laki itu mengusak rambut Yoongi yang terikat rapi. Alhasil si perempuan pun mengajukan protes sebal karena rambut rapinya kini sudah seperti sarang burung karena ulah Jimin.
"Cepatlah menikah, kau sudah terlalu lama melewatkan masa muda mu" tutur Jimin
"Kenapa oppa selalu membahas hal itu akhir-akhir ini"
Raut wajah Yoongi berubah mendengar perkataan Jimin. Dengan tidak semangat, perempuan itu beranjak dari samping Jimin dan kembali mendudukkan diri di sofa. Tangannya kembali memegang remote lantas mengganti channel dengan tidak teratur.
"Aku hanya merasa kasihan melihatmu seperti ini terus. Kau butuh pendamping hidup untuk membagi beban hidup mu Yoon"
"Aku memang menyedihkan bukan?"
"Bukan itu maksudku-"
"Asal oppa tau saja, aku sudah bahagia memiliki Taehyung sebagai anakku"
"Tapi tetap saja dia bukan anak kandungmu. Suatu saat dia akan tau kebenarannya"
"Aku mengerti. Bukankah lebih baik oppa saja yang segera menikah? Kau sudah cukup tua Jimin-ssi"
"Min Yongi..."
"Bangunkan aku saat Taehyung tiba"
Perempuan itu memilih merebahkan dirinya lalu meringkuk di sofa. Yoongi merasa jengah berbicara dengan Jimin jika laki-laki itu sudah membicarakan masa lalu. Sungguh, Yoongi hanya ingin mengubur cerita masa lalu itu. Biarlah hanya dia, Jimin dan sang pencipta alam semesta ini yang tau. Jika boleh jujur, Yoongi sangat takut kehilangan Taehyung suatu saat nanti. Oleh sebab itu dia sangat sensitive jika Jimin sudah mengungkit masa lalu.
YOU ARE READING
[TAEKOOK] BLIND
FanfictionSemua yang aku lihat dan aku alami selama ini bukanlah sebuah kenyataan. Ini semua hanya kebohongan yang berhasil disembunyikan oleh mereka yang aku percayai selama ini. Kenapa mereka melakukan semua ini? Satu fakta yang aku benci adalah... Kenapa...