Langit Kota Seoul begitu gelap malam ini, seolah sang kegelapan sedang datang berkunjung. Hujan deras tak dapat dihindari saat suara guruh mulai terdengar dan petir pun saling bersahutan satu dengan yang lainnya. Langkah kaki SeokJin sedari tadi tak bisa berhenti melintasi kamarnya yang temaram. Sesekali perempuan itu melirik sang suami yang berdiri menghadap jendela, menikmati hujan yang mulai menetes membasahi Seoul. Laki-laki itu tak bergeming sedikitpun. Dari balik punggungnya, SeokJin dapat melihat tangan sang suami terangkat untuk menyesap segelas minuman yang ada di tangannya.
"Apakah kau perlu melakukan ini NamJoon-ah?"
SeokJin yang tak tahan pun akhirnya bersuara. Dengan sedikit ragu, kakinya berlahan mendekat pada laki-laki bernama NamJoon tersebut. Suaminya baru berbalik setelah SeokJin menepuk pundaknya pelan, menampilkan raut khawatirnya pada sang suami. Bukannya menampilkan ekspresi yang sama, NamJoon justru tersenyum lembut pada sang istri.
"Jika saja kau bisa memberiku seorang putra, maka aku tak akan melakukan ini sayang"
NamJoon berlalu setelah mengucapkan kalimatnya. Diletakkannya gelas yang ia pegang tadi di atas nakas yang terletak di sebelah tempat tidur mereka. Ia membuka lemari yang berada tak jauh dari tempat tidurnya dan mengambil sebuah mantel berwarna hitam. Hari ini adalah hari yang ia tunggu sejak tujuh bulan yang lalu. Sepuluh menit yang lalu, Jung Hoseok, sekretaris kepercayaan NamJoon memberitahu jika adiknya akan melahirkan di Seoul Hospital malam ini, maka dari itu NamJoon akan menjeputnya. Tangannya yang tergantung bebas meraih ponsel yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri dan mulai menekan beberapa digit angka dari sana. Terdengar nada sambung selama sepuluh detik hingga seseorang menyahut panggilan dari sebrang telefon.
"Lakukan sesuai rencana"
Tanpa menunggu jawaban dari orang yang ditelfon, NamJoon mengakhiri panggilannya. Laki-laki itu mulai berjalan menjauh dari tempatnya untuk menuju pintu. Diraihnya gagang pintu dengan mudah, namun sebelum kakinya melangkah NamJoon menyempatkan diri berbalik dan memberi pesan pada sang istri.
"Aku butuh kerjasama darimu Kim SeokJin. Kuharap mulutmu itu akan terus tertutup rapat"
SeokJin hanya dapat menatap nanar suaminya. Laki-laki itu pergi sejurus kemudian setelah mengatakan kalimatnya. NamJoon yang dulu ia kenal tidaklah seperti ini. Dulu ia adalah laki-laki yang hangat dan akan selalu menebar senyum. Perempuan itu hanya tersenyum getir saat semuanya berubah seperti sekarang. Ini semua adalah salahnya. Seandainya ia bisa memberikan seorang anak laki-laki pada NamJoon, pasti suamninya itu tak akan berubah.
"Bukankah ini semua salah eomma sayang? Appamu berubah karena kesalahan eomma. Tapi tenang saja, eomma akan melindungimu hingga kau lahir di dunia ini"
Diusapnya perutnya yang masih rata itu dengan sayang. Ya, SeokJin sedang mengandung saat ini. Usianya masih sangat muda, baru memasuki minggu ke-empat, namun ia belum memberitau NamJoon perihal kehamilannya ini. Ia takut jika suaminya itu akan memberikan penolakan pada anak yang ia kandung layaknya yang diterima adik kandung NamJoon sendiri. Bagaimanapun juga, ia akan mempertahankan anaknya, tak perduli jika ia akan melahirkan seorang putri yang sangat ditolak oleh NamJoon.
.
.
~BLIND~
.
.
Saat ini, seorang perempuan berumur delapan belas tahun tengah mengejan di dalam salah satu kamar bersalin yang ada di Seoul Hospital. Perempuan itu berkali-kali menarik nafas dan menghembuskannya secara berlahan, mengikuti instruksi dokter yang memandu persalinannya. Ia tengah berusaha untuk melahirkan seorang bayi yang telah dikandungnya selama Sembilan bulan ini dengan penuh perjuangan. Rasanya sangat melelahkan, ingin sekali rasanya ia menyerah. Namun, mengingat ada nyawa yang harus diselamatkan, maka dengan sekuat tenaga perempuan itu tak hentinya mengerang kesakitan demi sang bayi.
YOU ARE READING
[TAEKOOK] BLIND
FanfictionSemua yang aku lihat dan aku alami selama ini bukanlah sebuah kenyataan. Ini semua hanya kebohongan yang berhasil disembunyikan oleh mereka yang aku percayai selama ini. Kenapa mereka melakukan semua ini? Satu fakta yang aku benci adalah... Kenapa...