Dengan wajah yang masih memerah terus memikirkan apa yang baru saja terjadi, Kedua teman Neida sudah bisa menebak gejala apa yang sekarang Neida alami, jatuh cinta. Selama perjalanan Neida hanya melamun sembari memikirkan Bena, semua suara seakan hilang dan kepalanya hanya berisikan tentang suara Bena.
"Nei, jangan senyum-senyum sendiri kali, malu tau." Elsa menepuk pundak Neida yang sedang dalam lamunan.
Neida tidak pernah menyangka sebelumnya, jika bertemu seseorang bisa membuat dirinya begitu bahagia, padahal Neida tidak begitu kenal dengan Bena dan lagi awalnya Neida sempat marah pada Bena, mungkin cinta yang benar-benar tiba-tiba itu sedang Neida rasakan saat ini.
"Neida, mau kemana lu!" panggil Mira.
"Ni anak baru pertama ngerasain jatuh cinta ya gini nih," Gumam Mira sembari mengejar Neida yang terus berjalan melewati ruangan kelas.
"Mau kemana lu? Kelas nya kelewat Neida..." Mira menarik tangan Neida.
"Eh? Emang kelas nya dimana?" tanya Neida dengan wajah yang bingung.
"Makannya jangan ngelamun terus! Tuh kelas nya disana."
Karena tau Neida sedang masuk ke dalam gejala awal menjadi bodoh karena cinta, Mira menarik tangan Neida agar Neida mengikuti dirinya menuju kelas.
Neida memulai kelas pertamanya di hari pertama dirinya kuliah.
Semua kelas selesai pada pukul dua sore, hari pertama Neida memang terbilang cukup sibuk, karena harus mengikuti tiga kelas sekaligus, maklum baru semester pertama jadwalnya masih sangat padat.
Saat kelas tadi Neida sebenarnya sudah berusaha untuk fokus mendengarkan penjelasan dari dosen, tapi isi kepalanya malah terus-terusan muncul seorang Bena, dari mulai suaranya, hingga wajah dinginnya yang terus menghantui Neida.
"Kalian pada mau langsung pulang?" tanya Elsa.
"Kenapa emang?"
"Mau nongkrong dulu gak? Gue tau café yang bagus, bukan bagus sih, makanannya recommended, terutama harganya cocok buat mahasiswa," ajak Elsa.
"Gue kan berangkat bareng sama Neida tadi, soalnya dia gak bawa motor, jadi gimana Neida aja, Gimana Nei?"
Neida mengangguk tanpa tau apa yang Mira tanyakan, karena sedari tadi Neida masih dengan lamunannya, Neida sudah menjadi gila karena Bena, lelaki yang bahkan tidak pernah ingin menjadi terkenal.
Mereka langsung berangkat menuju café yang Elsa bicarakan, tempatnya tidak terlalu jauh hanya beberapa menit saja dari kampus.
Tiba di café dengan selamat, mereka bertiga langsung mencari tempat duduk dan memesan beberapa minuman dan makanan.
"Nei kenapa sih? Lagi jatuh cinta?" pertanyaan to the point yang di lontarkan oleh Elsa si pakar cinta.
"Eh? Cinta? Enggak, belum tau juga gimana rasanya cinta." Jawab Neida dengan polos nya, padahal yang sedang terjadi dengan dirinya saat ini adalah gejala cinta.
"Lu nggak sadar apa? Dari tadi lu itu ngelamun, ngelamunin apa coba?" tanya Mira.
Neida memalingkan pandangannya dari tatapan Mira yang seperti memaksa Neida untuk mengaku.
"Neida!" panggil Mira agar Neida mau menjawab pertanyaan darinya.
"Paling, senior yang tadi Mir, udah bisa di tebak."
"Bener Nei apa yang di bilang Elsa?"
Karena Neida tidak suka pada orang yang bohong jadi sebisa mungkin dirinya pun tidak mau berbohong. Neida mengangguk sebagai jawaban untuk pertanyaan Mira. Kedua temannya terkejut dengan jawaban Neida, bahkan Elsa yang menebak pun terkejut karena tebakan nya benar. Seorang Neida bisa jatuh cinta. Elsa dan Mira tau, walau Neida ingin merasakan jatuh cinta sedari SMA, beberapa kali laki-laki mendekati Neida, Neida tidak pernah ada rasa apapun, di tambah lagi, laki-laki yang mendekatinya semua takut pada Luis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang yang pertama
أدب المراهقينBena Bekasara. Lelaki yang memiliki postur tubuh tinggi, dengan wajah yang datar dan sorot mata yang tajam seakan siap menerkam siapapun. Tidak lagi ingin merasakan cinta karena luka pertama yang telah dirinya terima. "Ben, kamu itu udah besar janga...