Lika sudah berada di pintu utama rumahnya, tangannya bergerak untuk membuka knop pintu. Saat pintu terbuka lebar, matanya membelalak kaget, bahkan mulutnya membentuk huruf o saking terkejutnya.
"L-lea? K-kok lo ada di sini?" bingung Lika bertanya, pasalnya sebelum ini tak ada siapa pun yang datang ke rumahnya, tapi sekarang Lea tengah duduk manis seraya meminum teh bersama ayah dan ibu tirinya.
"L-loh kok kak Lika ada di sini?" tanya balik Lea berdiri yang juga terkejut bukan main.
"Gue yang nanya duluan, kenapa lo ada di sini? Di rumah gue," ketus Lika membuat Lea yang kini membelalakkan matanya sempurna.
"Kalian udah saling kenal? Bagus kalo gitu," sela Elgar juga ikut berdiri, Rina juga mengikutinya.
"Pa, ini maksudnya apa?" Lika benar-benar tak mengerti, banyak pertanyaan berputar-putar di otaknya. Ia memicingkan matanya menatap sang ayah.
"Lika sini," titah Elgar menyuruh Lika untuk mendekat, dalam kebingungan Lika hanya menurutinya.
"Sekarang kalian saudara," ujar Elgar.
"Hah?" kompak keduanya.
"Kenapa? Bagus bukan?" kata Elgar tersenyum.
"Enggak! Lika gak mau, pokoknya Lika gak mau punya saudara! Apa lagi saudaranya kaya Lea, Lika gak mau, Pa!" pekik Lika kuat seraya mendorong Lea hingga punggungnya menabrak dinding di belakang.
Plakkk .... Lagi-lagi tamparan itu Elgar layangkan, Lika tersungkur dengan sudut bibir yang mengeluarkan darah.
"Kurang ajar! Di sini saya yang berhak untuk menentukan, dan kamu tidak berhak untuk apa pun. Apalagi sampai melukai adikmu!" tegas Elgar, sementara Rina menghampiri Lea yang menangis dengan tertunduk.
Dengan sorot mata yang memanas, Lika bangkit dan memberanikan dirinya untuk menatap netra legam Elgar yang terlihat begitu marah.
"Terserah Papa! Intinya sampai kapan pun Lika gak akan pernah anggap dia saudara, dia bukan adik Lika! Dan jalang itu juga bukan mama Lika!" hardik Lika mengeluarkan amarah yang tadi ia pendam, dadanya naik turun, tangannya mengepal kuat.
Plakkk ... plakkk Dua tamparan kembali mendarat di wajah Lika, tubuhnya kembali tersungkur dengan keras pada permukaan lantai.
"Badebah kamu memang lebih hina dari seekor binatang, Lika! Tidak bisakah kamu menghormati orang yang lebih tua, hah? Siapa yang mengajarimu seperti ini? Dasar anak tidak tahu diri! Tidak berguna! Lebih baik kamu mati saja jika terus membuat saya naik darah!" bentak Elgar. Lika semakin mengepalkan tangannya kuat, ia menghapus kasar buliran bening yang berhasil lolos dari pelupuk matanya, dan dengan segera ia kembali bangkit.
"Lebih hina Lika apa lebih hina Papa? Bahkan binatang pun sayang pada anaknya, sedangkan Papa?" ejek Lika tertawa, ia memandang Elgar dengan remeh.
Elgar yang diperlakukan seperti itu langsung menarik kerah baju Lika dan mencekiknya dengan sangat kuat. Wajahnya sangat merah, bahkan urat lehernya telah menampakkan diri.
"L-lepas, s-sakit Pa. L-lika g-gak bisa n-napas," lirih Lika. Ia mencoba menghirup lebih banyak udara, tapi selang udaranya seakan terputus yang membuatnya kesulitan untuk bernapas.
Perlahan buliran krystal bening itu kembali jatuh membasahi wajah Lika yang lebam. Ia memejamkan matanya kuat agar buliran itu tak kembali jatuh. Namun, ia gagal nyatanya buliran itu semakin banyak keluar hingga menetes ke tangan Elgar.
Lika sudah terbatuk-batuk. Namun, sepertinya Elgar masih tak ingin melepaskannya. Ia seakan buta untuk melihat keadaan Lika sekarang.
"S-siapa pun t-tolong L-lika, s-sakit," lirih Lika lagi. Lika mengepalkan lagi tangannya kala netra coklat miliknya tak sengaja menangkap Rina yang tengah tertawa mengejek, sedangkan Lea ia masih sama seperti tadi, terdiam dengan kepala tertunduk.
Tak lama semua menjadi buram, penglihatan Lika mulai mengabur, kepalanya mendadak menjadi sangat pusing, setelah itu ia tak sadarkan diri.
Menyadari Lika yang tak lagi melakukan perlawanan, Elgar melepaskan cekikannya, dan tubuh Lika jatuh membentur lantai. Dengan emosi yang membludak, Elgar sangat tak manusiawi menarik tubuh pingsan Lika menuju gudang yang gelap juga sempit.
Tanpa aba-aba ia langsung menghempaskan tubuh Lika pada tumpukan kardus di sana, ia lalu meninggalkannya dan mengunci gudang itu dari luar.
Sekarang tinggallah Lika sendiri dalam kondisi tak sadarkan diri di gudang yang kotor dan sangat minim pencahayaan, juga tak terdapat satu pentilasi pun di sana.
Sekitar satu jam lamanya, Lika terbangun dengan kepala yang berdenyut sakit. Ia meremas kuat rambutnya, matanya perlahan terbuka. Lika memutar kepalanya memandang sekeliling dalam kondisi ling-lung.
Ia kemudian menyadari jika dirinya tak berada di kamarnya, melainkan di gudang yang sempit tempat penumpukan barang bekas. Lika dengan segera berjalan tertatih ke arah pintu yang hanya terdapat cahaya sedikit dari sana.
Dengan keadaan yang lemah, Lika menggedor-gedor pintu berharap ada seseorang yang akan membukakan untuknya. Selama beberapa lama ia menggedor, tapi tak ada seorang pun yang membuka pintu. Lika mulai frustrasi, ia terduduk menyender di pintu dengan napas yang mulai tercekat.
Ia memiliki pobia pada kegelapan, yang di mana jika ia berada pada ruangan yang gelap ia akan merasakan sesak di dadanya. Dan Elgar tahu itu, tapi sepertinya ia sama sekali tak peduli dengan kondisi putrinya lagi. Hanya kebencian yang ada pada dirinya untuk Lika sekarang.
Alhasil, gadis malang itu hanya bisa meringkuk dengan putus asa. Lika berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya, tapi udara seperti semakin menipis. Ia hanya bisa menghirup sedikit udara, yang membuat dadanya semakin terasa sesak.
Lika hanya bisa menangis dalam diam, ia menelungkupkan wajahnya pada kedua kaki miliknya. Lika mulai merasakan sesuatu yang tak enak pada dirinya, seperti sesuatu itu akan segera terjadi. Ia tahu persis apa itu, itu adalah penyakitnya, selfharm yang sedari tadi ia tahan-tahan.
Pikiran Lika mulai kacau, tapi bersyukur ia masih sadar. Dengan segera Lika merogoh saku celananya, ia mengeluarkan sebuah obat dari sana lalu dengan cepat meminumnya. Tak lama dari itu, penglihatan Lika mulai mengabur dan ia pun tertidur kembali pada tumpukan kardus.
Yah, itu adalah obat tidur. Lika mengkonsumsinya karena selfharmnya akan kambuh, ia tak ingin lagi menyakiti dirinya sehingga ia terpaksa untuk mengkonsumsi obat itu.
Gadis yang malang, yang dituntut dewasa oleh keadaan. Lika hanyalah gadis 17 tahun yang kebahagiaannya hilang semenjak 12 tahun lalu, yang berarti terakhir ia merasakan bahagia ketika ia masih berumur lima tahun.
Sebenarnya, Lika tak membenci Lea. Hanya saja Lika benci cara Lea yang terus ingin berada di samping Aksa, dan Lika juga benci bagaimana Aksa memprioritaskannya dengan bersembunyi di balik kata hanya teman.
Tbc ....
Ditunggu votmennya, see you in the next chapter❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika dan Luka [Selesai]
General FictionTentang dia, yang menyukai hujan. "Hujan, lima kata yang membuatku merasa tenang menangis di bawah naungannya, karena tak ada seorang pun yang dapat mendengar tangisan pilu seorang yang membenci semesta." -Vanyanira Alika- Star : 20-02-2022 Finish :...