🌱Part 5🌱

186 37 1
                                    

Lika memaksakan tubuhnya untuk bangkit, ia berjalan tertatih berpegangan pada wastafel untuk membasuh wajahnya. Saat ia tengah bersiap menyalakan keran air, tiba-tiba saja kepalanya terasa begitu sakit. Ia meremas kuat rambutnya menahan rasa sakit itu.

Tesss ... darah segar mengalir dari hidungnya, perlahan darah itu keluar semakin banyak hingga membuat piyama putihnya berlumuran merah. Tubuhnya perlahan merongsot, ia menyenderkan punggungnya ke dinding.

Lika mendongak dan mengelap darah itu beberapa kali. Namun, bukannya berhenti, darah itu malah semakin banyak keluar.

Lika menggapai handuk yang tergantung di balik pintu untuk menutupi hidungnya, tak berselang beberapa lama handuk yang berwarna cream itu seketika berubah menjadi merah.

Penglihatannya juga mulai mengabur, badannya seperti melayang-layang, dirinya kemudian terjatuh tak sadarkan diri.

2 jam berlalu, Lika terbangun dari pingsannya. Ia memandang sekeliling, masih sama. Ia masih berada di kamar mandi dalam kesendirian yang sunyi, badannya menggigil kedinginan. Sedangkan di sampingnya terdapat genangan darah yang amat banyak, Lika meraba hidungnya dan menyadari darah itu tak lagi keluar.

Dengan segera ia membersihkan tubuhnya sekaligus lantai yang terkena noda darah, setelah semuanya selesai Lika berjalan gontai menuju ranjangnya. Ia merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk itu, dilihatnya jam dinding yang ternyata telah menunjukkan pukul 23.36 waktu Indonesia bagian Barat.

Karena rasa sakit di kepalanya masih terasa, Lika tanpa pikir panjang langsung mengambil obat tidur yang terletak di atas nakas, ia kembali mengkonsumsi obat itu agar tak lagi merasakan rasa sakit yang teramat. Dirinya sekarang telah tertidur lelap seperti tak ada beban sedikit pun.

***

"Ahkk," ringis Lika memegang kepalanya, ia terbangun kala cahaya matahari telah memasuki pentilasi kamarnya. Pukul 6.32 ia segera beranjak dan bergegas membersihkan diri untuk pergi ke sekolah, Lika memakai maskernya untuk menutupi luka memar di setiap pipi kiri dan kanannya.

Tak lupa ia menghubungi Aksa untuk menjemputnya di ujung kompleks.

Aksa? Di mana?

Masih di rumah, Li. Kenapa?

Kamu bisa jemput aku? Soalnya aku gak kuat jalan buat cari angkot.

Maaf, hari ini aku harus jemput Lea. Katanya dia kurang enak badan, aku khawatir sama dia. Kamu gak papa kan naik angkot dulu hari ini?

Kan udah aku bilang aku gak kuat jalan nyari angkot.

Udah deh, Li. Gak usah lebai, biasanya juga kamu gitu kalo nggak pergi sama aku. Sekarang ini bukannya aku gak mau jemput kamu, tapi Lea lagi gak enak badan. Aku gak tega ninggalin dia.

Kamu gak tega ninggalin dia, tapi kamu tega ninggalin aku? Aku juga lagi gak enak badan, Aksa! Aku juga baru kemaren pulang dari rumah sakit.

Tapi Lea itu sahabat aku, Li.

Dia cuma sahabat kamu, bukan pacar kamu.

Cukup, kenapa aku ngerasa kamu sekarang egois banget Li. Kamu gak suka aku deket-deket sama Lea, padahal Lea itu sahabat aku. Dia yang selalu ada buat aku dari dulu, jadi wajar kalo aku khawatir sama dia.

Oh aja, udah lah aku gak mau berantem. TERSERAH!

Lika mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas seraya menggerutu kesal, saat ingin mengambil buku kimia di atas meja dekat jendela kamarnya, netranya tak sengaja menangkap sosok yang sangat ia kenal. Aksa, kekasihnya yang tengah memasuki pekarangan rumahnya.

Lika dan Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang