🌱Part 14🌱

171 41 7
                                    

Ceklekkk ....

Pintu terbuka dengan lebar menampilkan Lea yang baru keluar bersiap ingin pergi ke sekolah, ia terkejut melihat Lika yang terbaring berbantal koper di ambang pintu, wajahnya terlihat pucat dengan tubuh yang menggigil.

"Kak Lika?" syoknya, ia berjongkok menepuk-nepuk wajah Lika guna membangunkannya. Tak lama, Lika terbangun dengan meringis kuat memegang kepalanya yang terasa berdenyut. Ia menatap ling lung Lea yang juga menatapnya.

"Kak Lika kenapa ada di sini? Kak Lika gak papa kan?" khawatir Lea ingin menyentuh kening Lika. Namun, dengan cepat Lika menepis kasar tangan itu.

"Gak usah sentuh gue, akhhh," ketus Lika meringis, ia mencoba bangun walau sebenarnya kakinya tak cukup kuat untuk menumpu berat badannya.

"Lea ada apa? Belum pergi sekolah?" tanya Elgar mendekat, ia bersiap dengan pakaian kerjanya. Netranya membelalak kaget kala melihat ada Lika di sana.

"Lika? Bukankah semalam saya telah mengusirmu, kenapa kamu masih di sini?" kata Elgar, Lika segera memegang kakinya dan kembali memohon.

"Pa, Lika gak mau pergi. Tolong jangan usir Lika," mohon Lika dengan badan yang bergetar menahan isak tangis, tapi Elgar tak memperdulikannya, ia menendang kuat tubuh Lika hingga terpental cukup jauh.

"Akhh." Lika memegang perutnya kesakitan, perlahan air matanya mengalir membasahi wajahnya.

"Pergi dari sini sekarang atau saya akan melakukan yang lebih dari itu," ancam Elgar, ia kemudian menarik pergelangan tangan Lea menuju mobil meninggalkan Lika sendiri terbaring di sana.

Dengan tertatih Lika bangkit dan berjalan mengambil kopernya, ia meletakkan secarik kertas di bawah pintu sebelum akhirnya ia terpaksa pergi dari sana.

Lika mengusap air matanya yang berkali-kali jatuh, ia menjadi pusat perhatian orang-orang yang berlalu lalang, dengan sedikit uang ia menyetop taxi, dan satu-satunya pelariannya sekarang adalah rumah Jennie.

Taxi berhenti di depan pagar rumah mewah itu, kebetulan Jennie baru ingin membuka pagar untuk pergi sekolah. Ia terkejut melihat Lika dengan sebuah koper di tangan kanannya.

"Lika?" pungkas Jennie penuh tanda tanya, ia segera membuka pagar rumahnya.

Lika langsung memeluk tubuh Jennie dengan erat dan menangis sesegukan di sana, Jennie yang tak tahu apa-apa pun membawanya masuk ke dalam agar Lika menceritakan perihal apa yang terjadi.

Lika menceritakan semuanya pada Jennie dari awal hingga akhir, Jennie yang mendengar itu tak kalah terkejutnya. Jennie merangkul tubuh Lika menyuruhnya untuk kembali menangis sampai ia merasa tenang, setelah dirasa sedikit tenang Jennie mengantarkannya ke kamar membiarkannya untuk tinggal di sini sementara waktu.

Malam hari Jennie mengajaknya pergi ke cafe yang tak jauh dari sini untuk sedikit menghibur Lika, karena di cafe ini juga biasanya banyak orang yang datang untuk bernyanyi, dan benar saja Lika sedikit terhibur sekarang.

Saat tengah menyantap makanannya, netra Lika tak sengaja menangkap sosok yang sangat ia kenali. Dengan segera ia beranjak dari duduknya mendekati orang itu yang terlihat tengah bersenang-senang dengan banyak orang.

Tanpa pikir panjang Lika langsung memeluk orang itu dengan erat, sementara orang yang Lika peluk tampak terkejut dan refleks mendorong Lika untuk menjauh.

"Mama," ucap Lika dengan mata berkaca-kaca. Orang yang Lika panggil mama itu menautkan alisnya.

"Maksud kamu apa? Saya bukan Mama kamu," tegas orang itu menatap jengkel Lika.

"Aku Lika, Ma. Anak Mama, gak mungkin kalo Mama gak kenal," tutur Lika, sontak saja mereka menjadi pusat perhatian sekarang, Jennie juga berjalan mendekati mereka.

"Saya sama sekali tidak kenal kamu, jadi sekarang silahkan pergi dari sini karena saya bukan Mama kamu!" tekan orang itu terlihat marah.

"Enggak, Lika yakin kamu itu Mamanya Lika. Lika masih inget dan gak pernah lupa gimana wajah Mama," terang Lika bersikeras mengatakan jika orang itu benar-benar ibunya.

Lika meraih tangan orang itu mencoba meyakinkannya, tapi orang itu langsung menepis kasar Lika hingga hampir terjungkal ke belakang.

"Sudah saya bilang saya bukan Mama kamu, kamu paham?" hardiknya penuh emosi, wajahnya berubah merah.

"Tapi Lika yakin kamu itu Mamanya Lika, itu buktinya." Lika menunjuk sebuah gelang perak yang berada di pergelangan tangan orang itu, gelang perak itu merupakan pemberian Lika saat ulang tahun ibunya sebelum pergi.

Orang itu segera menutupi gelang yang Lika tunjuk, ia nampak gelagapan. "A-apaan sih, gelang kaya gini banyak dijual di pasaran," elaknya masih mencoba menutupi gelang itu.

"Itu ada inisialnya, kamu gak bisa ngelak, kamu memang Mamanya Lika. Lika kangen banget sama Mama," ujar Lika kembali memeluk orang itu seraya menangis haru, ia tak percaya jika mereka akan dipertemukan kembali.

"Yakkk!" teriak orang itu marah dan mendorong Lika hingga terjatuh, ia kemudian melepas paksa gelang itu hingga terputus, ia lalu melemparnya ke lantai dan menginjaknya.

Lika melotot kaget, dengan cepat ia memungut gelang itu. "Gelangnya gak salah apa-apa, Ma," protes Lika sebab gelang itu telah terputus-putus sekarang.

"Berhenti memanggil saya Mama, saya bukan Mama kamu, dan kalau pun saya memang Mama kamu saya tidak akan pernah menganggap kamu sebagai anak saya, kamu ingat itu!" bentaknya menunjuk wajah Lika. Lika tersentak kaget, tak lama ada seorang anak kecil menghampiri mereka dan memeluk orang itu.

"Bunda," panggilnya, Lika mengerutkan keningnya bingung.

"Apa sayang?" tanya orang itu dengan intonasi yang berubah pelan.

"Dia siapa, Bun?" tunjuk anak kecil itu pada Lika, Lika tersenyum ke arahnya.

"Wah Bunda, dia sangat cantik," lanjutnya membalas senyuman Lika.

"Tidak usah menghiraukan dia, ayo kita pergi." Ia menarik pergelangan bocah itu membawanya untuk meninggalkan cafe.

"Tapi wajahnya mirip Bunda," jujurnya yang membuat orang itu seketika terdiam bisu, ia kemudian berhenti  dan membalikkan badannya menatap Lika.

"Jangan pernah muncul lagi di hadapan saya! Kamu mengerti?" tukasnya penuh penekanan.

"Baiklah saya mengerti, tapi tolong sekali saja saya ingin mendengar Anda mengatakan putriku, setelah itu saya benar-benar tidak akan muncul lagi di hadapan Anda," pintu Lika dengan manik yang berkaca-kaca, dan sepertinya krystal bening itu akan tumpah beberapa saat lagi.

"Tidak!" ketusnya, ia mempercepat langkahnya meninggalkan Lika.

"Sekali saja! Jika tidak, saya akan muncul terus di hadapan Anda!" teriak Lika, tapi orang itu tak menghiraukan. Ia tetap berjalan dengan cepat untuk segera keluar dari cafe itu.

Lika tak membiarkannya pergi begitu saja, ia mengejarnya dari belakang. Akhirnya Lika berhasil mencekal pergelangan tangannya kala ia bersiap membuka pintu mobil.

"Lepaskan," berontaknya mencoba melepaskan genggaman Lika, tapi Lika semakin menggenggamnya dengan kuat.

"Tolong, sekali saja," pinta Lika lagi, orang itu mendengus kesal.

"Putriku," ucapnya, Lika segera melepas genggaman itu dan membiarkannya pergi.

"Makasih, Ma," lirih Lika dengan pertahanannya yang berhasil runtuh, air matanya mengalir dengan deras, ia menggenggam kuat gelang itu, gelang yang akan ia jadikan sebagai kenangan terindah.


Tbc ....

See you in the next chapter. Votmen jangan lupa yaw❤




Lika dan Luka [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang