"Love is such a complicated 'thing'. It brings you thousands of happiness, but somehow it drags you to the deepest broken feeling you've ever felt. But, that's the rule. If it's simple, it's not a love story."
Heeseung menghela napas begitu mendapati sebuah quotes tentang cinta di beranda sosial medianya. Sosok dewasa yang tiga tahun lagi akan resmi menjadi seorang pria berkepala tiga itu kemudian menoleh ke arah Ruby--yang masih menyibukkan diri dengan belasan bahan kue dan peralatan dapur di sana.
Ini yang Heeseung tidak sukai tentang 'cinta'. Tidak selamanya perihal manis yang terus dapat diulang-ulang. Percikan masalah, yang dapat membuat hati remuk berkeping-keping, pasti ada. Hubungan dewasa yang sudah berusia puluhan tahun saja terkadang harus rela retak akibat tidak kuat dan memilih berpisah, mengubah cinta menjadi benci yang tidak pernah disangka.
Jika yang lama saja bisa hancur. Apalagi hubungan Ruby dan Niki yang masih seumur jagung, bukan?
Heesung menyadari adanya perubahan suasana hati sang adik--yang paling ia sayangi hingga langit ketujuh itu. Heeseung tahu, ada yang tidak beres semenjak ia mendapati Ruby-nya pulang ke rumah tanpa Niki, tiga hari yang lalu. Turun dari taksi seorang diri dengan susah payah akibat luka di lutut dan persendiannya yang masih baru.
Sore itu, bukannya cerita 'Niki' yang Ruby keluarkan--seperti yang sudah-sudah-- namun justru pertanyaan menjurus menyudutkan yang ia dengar, "Kenapa Kak Hee bilang ke Niki kalau Kak Sunghoon datang ke rumah?"
Heeseung tidak menjawab, hanya diam mencerna hingga otak pintarnya menyimpulkan bahwa sepasang sejoli itu sedang bertengkar.
"Kalau ada masalah itu diselesaikan baik-baik, bukannya saling menghindar kayak gini."
Si sulung keluarga Lee sudah duduk di bar dapur sembari mencicip satu kukis yang Ruby buat. Ia tersenyum kecil kala sensasi manis di dalam tekstur lembut itu menguar, menyapa ribuan papila pada lidahnya dengan sopan. Tidak diragukan lagi, Ruby benar-benar mewarisi kemampuan memasak sang ibu.
"Kalau Bunda tahu kamu murung terus tiga hari ini, Bunda bakal sedih."
Perkataan Heeseung ada benarnya, Ruby harus bersyukur karena sang bunda sedang ada tugas proyek yang melibatkan ikatan dokter satu negara di Seoul--memakan waktu hingga satu minggu. Paling tidak, walaupun ia sudah rindu, He Kyo tidak perlu khawatir melihat Ruby yang uring-uringan hanya karena masalah romansa.
"Niki marah."
Ruby melepas apronnya setelah loyang terakhir ia masukkan ke dalam oven. Menyandarkan diri pada pintu kulkas sembari menatap Heesung yang masih tampak menikmati kukis yang ia buat.
"Alasannya?"
Heesung tahu, Niki bukan tipe pemuda yang akan marah tanpa sebab, terlebih lelaki itu tidak lagi menampakkan batang hidung di rumah ini selama beberapa hari belakangan. Pasti ada apa-apa.
Mendengar penuturan sang kakak membuat Ruby melengkungkan bibirnya ke bawah, "Aku yang salah."
Itu tidak menjawab pertanyaan Heeseung.
"Aku nggak lapor ke Niki kalau Kak Sunghoon mampir ke rumah."
Ruby kemudian memilih untuk membereskan kekacauan yang ia lakukan sedari pagi tadi. Sedangkan si lawan bicara mengamati kegiatan Ruby dengan berbagai pemikiran rumit yang ia simpan.
"Cuma itu?"
Rasa-rasanya Heeseung tidak yakin Niki marah karena alasan sepele. Ia akui bahwa sesekali Niki terlihat begitu menyebalkan di matanya--karena lelaki itu berhasil menyedot seluruh atensi Ruby dan hampir tidak menyisahkan sedikit pun untuk kakaknya sendiri. Tapi tidak sekalipun Heesung tampik bahwa Niki itu berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anemone [Ni-Ki]
FanfictionDari awal, Nishimura Riki--Niki--adalah pusat semesta Ruby. Sedangkan Ruby adalah prioritas Niki. Bagi keduanya, tidak ada representasi tepat dari 'indah' selain memandang rupa yang sama-sama bersemu setiap kedua manik mereka bertemu. Dan akan sela...