Aku post chapter ini waktu lagi hujan deras di sini. Mendung dan dingin, tapi semoga suasana hati kalian nggak ikutan mendung. Apapun yang terjadi, jangan lupa tetap tersenyum, ya! So, selamat menikmati.
***
Seharusnya, semburat ungu yang melebur di antara jingga dan putihnya awan itu adalah pemandangan cantik yang sedang Ruby nikmati bersama Niki. Seharusnya juga, waktu sore di akhir pekan ujian semester ini, adalah waktu yang paling ia tunggu-tunggu, karena Niki telah berjanji untuk menghabiskan sisa hari hanya bersamanya sebelum pekan liburan menyapa.
Seharusnya.
Tapi nyatanya, Ruby justru termenung seorang diri di halte bus saat mahasiswa lain sudah sibuk dengan aktivitas healing pasca ujian masing-masing. Memilih untuk duduk diam tanpa tujuan, sembari sesekali tersenyum kecil saat beberapa yang ia kenal lewat dan bersua.
Jungwon dan Suno bahkan sudah pergi ke puncak untuk bergabung dengan teman satu angkatan--yang memutuskan melepas penat dengan pesta barbeque hingga esok pagi.
Bukannya Ruby tidak diundang, dua pemuda itu bahkan sudah menyeret si mungil ke parkiran, namun lagi-lagi hanya tolakan yang mereka dapat. Alasannya sederhana, Ruby ingin membesuk Niki--ah mungkin untuk malam ini ia akan menginap di ruang rawat si lelaki--mengingat Niki belum bisa pulang dari rumah sakit hingga tiga hari ke depan.
Lagi pula, esok adalah hari spesial. Tidak mungkin Ruby meninggalkan si puma sendiri di awal Desember yang selalu ditunggu.
"Loh, Ruby? Nggak join sama yang lain?"
Itu Jay, senior yang sengaja menepikan mobil gagah hitamnya di depan halte. Sedikit melempar basa-basi dan menawarkan tumpangan--jika saja Ruby memang tertinggal rombongan ke puncak.
Namun yang Jay dapat hanya gelengan lemas dan senyum tipis di sana.
"Mau gue teleponin Sunghoon buat ke sini?"
Ruby kembali menggurat senyum tipis dan menggeleng pelan. Bukannya Jay membenci Niki--yang notabene masih berstatus sebagai kekasih gadis itu--hanya saja, sebagai sahabat karib seorang Park Sunghoon, Jay jelas memihak sang sobat untuk mendekati sumber bahagianya.
Terlebih, setelah ia tahu bahwa memang ada sesuatu yang terjadi di antara mereka. Jay memang tidak ada kaitannya, tapi bukan berarti ia tidak bisa memihak di sisi mana ia berdiri.
"Mmm, Kak."
Tadinya Jay sudah pamit, namun ia urung untuk menyalakan mesin. Si tampan populer kemudian sedikit mencondongkan tubuh ke arah jendela dan mendapati juniornya sudah berdiri di sisi mobil dengan sedikit merunduk. Dalam hati berharap cemas agar Ruby tidak bertanya sesuatu yang tidak bisa ia jawab.
"Kakak lihat Wonyoung di kampus nggak seminggu ini? Atau mungkin Kakak sempat ketemu dia di luar kampus?"
Sayangnya pertanyaan yang ia hindari benar-benar muncul, kedua manik Jay spontan melebar, irisnya tampak membola luas sepersekian detik sebelum deheman membuatnya sadar dan kembali mengontrol raut wajah senormal mungkin.
"Wonyoung? Hmm, gue rasa enggak deh. Udah coba dihubungi belum? Telepon langsung aja atau samperin ke rumahnya kalau bener-bener butuh."
Bohong. Jay jelas berbohong.
Sejenak Jay menghela napas, sedikit iba saat menatap Ruby yang tampak semakin murung. Sunghoon benar, Ruby tidak mengerti apa-apa.
"Kakak beneran nggak tahu, ya?"
Ruby bukannya bodoh untuk menyadari, bawa Jay tengah menyembunyikan sesuatu. Sama seperti Sunghoon, Ryujin, atau bahkan Niki yang selalu bungkam jika sudah berhubungan dengan menghilangnya Wonyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anemone [Ni-Ki]
FanfictionDari awal, Nishimura Riki--Niki--adalah pusat semesta Ruby. Sedangkan Ruby adalah prioritas Niki. Bagi keduanya, tidak ada representasi tepat dari 'indah' selain memandang rupa yang sama-sama bersemu setiap kedua manik mereka bertemu. Dan akan sela...