Aku...tidak ingin pulang ke rumah. Rasanya aku malas untuk melakukan itu. Kepalaku kosong. Kakiku tergerak tanpa tau arah.
Tin..tin...
Suara yang tak asing dari sebuah kendaraan bertenaga kuda itu membuatku menengok.
Diriku tak takut, dan malah tersenyum disaat melihat mobil itu semkain mendekat. Aku juga tak mau beranjak dari tengah jalan itu, dan memilih diam terpaku.
Bahkan aku seperti bisa melihat sosok arwah kak Azaura yang berdiri di depanku, seolah dia sudah siap untuk menjemputku.
Bibirnya bergerak. Dia seperti mengatakan sesuatu padaku.
"Pergilah...AUZORAAA"
Sruk...Grep
Tubuhku seperti tertarik dan langsung masuk ke dalam pelukan seseorang.
Citttt
Suara mobil yang berhenti, dan suara pengendara itu yang memakiku kini terdengar jelas di telinga. Aku hanya diam, dan menggubris atau bahkan sekedar minta maaf.
"Auzora. Hey, Auzora. Lu gak papa?"
Tunggu, suara ini. Apa Rivans yang menolong dannmemelukku saat ini?
"Kenapa kamu menolongku?"
"Lu bertanya kenapa? Lu GILA YA? NGAPAIN LU BERDIRI DI TENGAH JALAN KEK GITU. KALO LU KE TABRAK GIMANA?"
"Harusnya kamu biarkan saja aku tertabrak. Harusnya kamu biarkan saja aku mati. Harusnya-"
"DIAM!! JANGAN BICARA NGAWAUR, AUZORA. GW...gw...gak bakalan biarin lu mati...gak...gak akan"
Pemuda yang berpangkat sebagai wakilku ini semakin memeluk dengan erat. Rasa hangat dan takut kehilangan tersalur dari dekapannya.
"Biar gw anter lu pulang"
"Tidak usah, terima kasih," tolakku.
"Tidak ada kata penolakan"
Rivans langsung menarikku ke arah parkiran motor. Berjalan ke arah motor sport berwarna hitam miliknya yang terparkir dengan gagah.
Bahkan dia sampai memasangkan helm cadangannya kepadaku dengan sangat serius seklai.
"Ayo naik," ucapnya sembari menyodorkan tangannya sebagai pegangan saat ia sudah duduk di motornya.
Aku hanya bisa mengikuti kata-katanya saja. Tak tau kenapa, ini rasanya nyaman.
"Pegangan yang erat, jagan sampai lu jatoh," suaranya yang berubah menjadi lembut semakin membuatku nyaman dengan perubahan sikapnya.
Ya, rasa seperti inilah yang aku rindukan dari seseorang. Aku melingkarkan kedua tanganku di pigangnya, dan memeluknya dengan erat.
"Bagus, anak pintar"
Dia langsung tancap gas setelah merasa aku sudah mengikuti semua intruksinya.
Dari atas sini aku bisa menikmati semilir angin kencang yang menyejukan. Pemandangan yang indah, membuatku terpesona. Pantas saja Rivans sangat suka motoran seperti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Imajiner Hati
Genç KurguDikala semuanya menganggap kehidupan nyata itu begitu berat...maka disitulah aku berusaha untuk berlari ke dalam dunia halusinasi. Sebuah dimensi yg dimana terhalang oleh 1 garis imajiner tipis, yg sebenaranya begitu sulit untuk kita tembus. Aku per...