"Kamu pikir Mama sekolahin kamu itu gak ngeluarin biaya? Hah? Jawab Alora!" Sani, Mama Alora berujar dengan penuh penekanan, menatap nyalang pada anak sulungnya.
Gadis yang sedang meremas kuat ujung kaosnya itu tampak diam, tidak ada niat menjawab sama sekali.
"Hhhh" helaan nafas terdengar diruangan itu "Malu banget Mama di kasih surat ginian dari sekolah" diangkatnya sebuah amplop yang terlihat jelas ada stempel dengan nama sekolahnya disana.
Gadis itu, Alora. Dia memerhatikan amplop itu dan meraihnya saat sang mama membuangnya dengan kasar ke meja yang berada tepat dihadapannya.
"Tiga kali bolos kelas, kamu kemana aja Alora? Selama ini Mama liat kamu pagi pakai seragam sekolah kok, nyampe sekolah nggak kamu?!"
Alora ragu-ragu menjawab "Ini izin kok Mah, udah izin sama ketua kel—"
"Terus kenapa mama dikasih surat panggilan ini Alora? Kamu pikir Mama bodoh?" Potong Mamanya sembari menunjuk surat itu.
"Ya aku mana tahu, kan udah izin sama ketua kelas mau keluar nggak ikut pelajaran, dianya juga iya-iya aja, gurunya juga gak pernah negur aku?"
"kemana aja kamu pas izin itu? Kantin? Nongkrong di luar?" Mamanya bertanya dengan nada yang semakin tinggi membuat suasana di ruang keluarga rumah mereka terasa memanas.
Dia diam, haruskah jujur kalau dia hanya berdiam diri di uks selama beberapa hari ini? Kalau jujur, bisa saja dia makin dimarahi jadi sebaiknya tidak menjawab saja sekalian.
"Cape banget Mama sama kamu Alora." Mamanya berucap dengan nada pasrah, dia kemudian memerhatikan anaknya yang sibuk membaca isi surat.
"Asal kamu tahu, Mama nggak akan menuhin undangan itu, malas banget mama kalau harus kesekokah hanya untuk membahas kamu yang bermasalah, membuat beban pikiran bertambah saja." kalimat itu membuat Alora menatap kosong kearah tulisan yang sedang dibacanya.
"Terserah kamu mau bagaimana setelah ini, Mama tidak peduli." setelahnya, Mamanya berlalu dari sana dan memilih memasuki ruangan yang tak lain adalah ruang kerjanya.
Alora bersadar ke sofa yang sedang didudukinya, gadis itu menatap datar kearah langit-langit. Ruangan itu terasa sempit dan pengap, seperti mencekiknya. Dia ingin keluar dari sana, tapi kakinya terasa berat, seakan terpaku di tempat.
Setelah beberapa menit berdiam diri dengan pikiran yang bercabang, gadis itu akhirnya memutuskan untuk menuju kamarnya yang berada di lantai atas.
Pintu kamar yang tidak tertutup rapat itu membuatnya sedikit mengernyit, perasaan sebelum kebawah pintunya dia tutup dengan rapat. Tidak butuh waktu lama dia akhirnya membuka pintu itu dan dibuat terdiam dengan hadirnya sosok Lara yang sudah duduk damai di kursi belajarnya.
Sadar Alora masuk, gadis itu menoleh. Keduanya diam untuk beberapa saat sampai akhinya Lara berdiri dengan membawa sebuah kertas yang membuat mata Alora sedikit terbuka lebih lebar saat melihatnya.
"Jelasin" ucap gadis itu sambil mengangkat kertas penuh tulisan itu tepat di hadapannya.
Dengan cepat direbutnya kertas itu dan dia lipat hingga kembali rapi, dia lalu memasukannya kedalam saku celananya.
"Alora! Lo kenapa nggaka cer—"
"Diem!" dia balik membentak membuat Lara menutup mulut
"Gak sopan banget masuk kamar gue gak bilang-bilang, sampai ngotak-ngatik barang gue?" dia berucap sambil memerhatikan kearah meja belajarnya yang sudah sedikit berantakan.
"Oke sorry soal itu, tapi lo gak seharusnya nyembunyiin masa—"
"Diam, Lara!" Alora lagi-lagi memotong, membuat Lara menatap heran padanya "Ini urusan gue, Lo gak perlu ikut campur. Anggap aja lo gak tahu apa-apa, dan sebenarnya lo enggak harus tahu apapun. Jangan coba-coba cari tahu!" Alora mencengkeram erat kertas di sakunya, matanya menyipit tajam menatap Lara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET 5TORY US
Novela Juvenil"Alora, ayo saling bercerita tentang lima rahasia yang enggak bisa ataupun ragu untuk kita ceritakan ke orang lain." Alfan mengucapkan itu dengan yakin. "Kita berdua?" tanya Alora memastikan, dan tentu saja membuat Alfan mengangguk. "Tentang kita."...