Hari lagi-lagi berganti. Setelah rangkaian kejadian yang terjadi hari kemarin, Alora yang kini mengenakan seragam batik sekolah itu berjalan dengan lambat di koridor. Banyak murid lain yang juga ikut memenuhi koridor di pagi hari ini. Memasuki sekolah dengan ekpresi dan suasana hati masing-masing.
Gadis itu menoleh ke depan, mengalihkan pandangan dari sepatunya. Lara yang sudah berangkat lebih dulu jelas sekali sudah duduk enteng di bangkunya.
Tepat sekali di depan sana, ada Alfan yang berjalan kearahnya bersama tiga temannya.
"Arow yang teraktir!" Alaska berseru dengan senyum mengembang sempurna, pamerkan deretan giginya yang rapi.
Arow yang mendengar itu memukul pundaknya, "Yang dapat penghargaan Gerrant ya! Bukan gue, ngapa jadi gue yang kudu neraktir elu!"
Mendapat respon seperti itu, Alaska memutar malas bola matanya, "Iya deh si paling kere."
Arow menoleh pada Gerrant disampingnya, menatap kesal pada cowok itu lalu balik menatap Alfan yang hanya senyam senyum mendengar pembicaraan mereka.
"Ya udah, Alfan yang teraktir." Ujarnya santai.
"Anjir gue?"
"Alfan."
"Apa!? Eh apa..." Dia dan ketiga temannya behenti secara bersamaan. Menatap Alora yang berdiri di hadapan mereka, masih dengan tasnya yang hanya tergantung disebelah bahu.
"Iya Kenapa, Alora?" Tanyanya, memerhatikan Alora yang diam saja.
"Kertas, lo ada lihat kertas yang dilipat jadi segi empat kecil gak kemarin?" Gadis itu berujar dengan suara pelan, Alaska bahkan hampir tidak mendengarnya.
Gerrant menoleh ke arah Arow disampingnya, menyenggol lengan temannya itu dengan pelan hingga membuatnya menoleh.
"Nape lu?" tanya Arow dengan nada sedikit keras
Cowok itu memutar bola matanya malas, dia lalu merangkul temannya itu dan memerhatikan Alfan serta Alora.
"Lo berdua ngobrol aja dulu, kita bertiga duluan aja ya, Fan. Ntar lo nyusul, ya?"
"Oh oke? Ya udah sono dah."
Ketiganya menepuk pundaknya dan sampai di giliran Alaska, cowok itu menatapnya dengan horor "bae-bae lu, anak orang ini."
"Mata lu, udah sana." Usirnya sambil mendorong cowok itu, Alaska terkekeh dan berjalan cepat menyamakan langkahnya dengan kedua temannya.
Alfan kembali menoleh pada Alora, "Ya, jadi?"
Mata Alora berbinar, sedikit ragu kembali bertanya, "Ada? Lo liat, gak?" mendengar itu, Alfan mengangguk "Lo bawa?" cowok itu menggeleng.
Alora tampak menghela nafas pelan, gadis itu lalu menatap malas padanya, ekspresinya benar-benar cepat berubah. "Pulang sekolah tunggu gue di parkiran. Gue ikut ke rumah lo buat ngambil, boleh?"
Alfan tampak diam sejenak sambil memerhatikan gadis itu "Oke, gue tungguin. Gue juga ada yang mau ditanyain ke lo."
***
Jam pelajaran kedua, mata pelajaran geografi. Pak Tama, guru geografi yang berusia sekitar 40 tahun, berdiri di depan kelas. Memegang erat buku paket di tangannya, matanya menelusuri setiap sudut kelas dengan tatapan tajam, seolah ingin memastikan semua muridnya memperhatikan.
"Bapak bakal bagi kelompok, dan tugasnya itu...," suaranya sedikit meninggi, membuat kelas yang tadinya ramai berbisik menjadi hening.
"Analisis Kasus Bencana Alam."
Pak Tama menunjuk ke papan tulis dengan spidol, menuliskan judul tugas dengan tegas. Suasana kelas semakin hening, para siswa tampak penasaran dengan tugas yang akan mereka kerjakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET 5TORY US
Roman pour Adolescents"Alora, ayo saling bercerita tentang lima rahasia yang enggak bisa ataupun ragu untuk kita ceritakan ke orang lain." Alfan mengucapkan itu dengan yakin. "Kita berdua?" tanya Alora memastikan, dan tentu saja membuat Alfan mengangguk. "Tentang kita."...