Matahari sudah terbit begitu tinggi saat Kyoko terlambat datang ke rapat penting Departement Kepolisian. Dengan terburu-buru, dia bergegas menuju ruang rapat dengan napas tersengal-sengal.
Kurang dari lima belas menit setelah Kyoko menerobos pintu masuk gedung departemen, ia tiba di depan pintu ruang rapat yang mereka gunakan hari ini. Kyoko menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya perlahan. Tangannya yang masih setengah gemetar, kini sudah menyengkram kenop pintu.
"Ah maaf saya terlambat," celetuk Kyoko tepat setelah pintu ruang rapat terbuka setengah.
Aneh, bukannya dipenuhi oleh para peserta rapat yang biasanya dihadiri oleh para pejabat kepolisian-justru tak satupun manusia berada disana. Ruang rapatnya kosong.
Gedebuk!
Tubuh Kyoko yang sedang tertidur pulas tiba-tiba saja terjatuh tanpa sengaja. Tentu saja hal itu membuatnya terbangun dengan rasa sakit yang menyelimuti tubuhnya. Jam weker yang berada di meja ikut berbunyi. Lantas Kyoko terpaksa membangkitkan tubuhnya untuk segera menghentikan suara bising jam itu.
Setelah kesadarannya sudah pulih sepenuhnya, Kyoko bukannya langsung membersihkan tubuhnya dan bersiap untuk sarapan. Sorot matanya berpaling menuju kalender yang juga terletak di meja. Terdapat tanda melingkar tepat di tanggal 25 Juni, dimana tanggal tersebut jatuh pada hari ini.
Lima belas tahun silam, di tanggal yang sama, ayah Kyoko wafat. Pada saat itu Kyoko baru saja menginjak usia 14 tahun. Sebab itu, sampai detik ini Kyoko masih sering merasa bahwa dirinya memang belum pernah benar-benar merasakan sosok seorang ayah yang selalu ada untuknya. Sebagai seorang polisi apalagi dengan jabatannya yang tinggi, tentu saja sang ayah lebih sering bertugas daripada menghabiskan waktunya di rumah bersama anak perempuan satu-satunya ini.
Meskipun begitu, Kyoko sama sekali tidak melupakan bagaimana sosok seorangan ayah sebagai pahlawan yang selalu siap untuk menegakkan kebenaran di negaranya. Ada kala dimana Kyoko menyaksikan sang ayah yang berpakaian rapi ketika hendak pergi bekerja atau hanya melihatnya dari selembar kertas foto, rasa kagum yang tumbuh dari dalam dirinya tidak pernah hilang. Bahkan sosok ayahnyalah yang hingga detik ini selalu ia jadikan motivasi untuk menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari.
Semua ayah di muka bumi ini sering kali memiliki kesan tersendiri bagi seorang anak perempuan yang pernah dia miliki dalam hidupnya.
Tempat sunyi itu menjadi saksi kesedihan Kyoko lima beas tahun lalu, tepatnya di sebuah pemakaman. Kyoko mendatangi makam sang ayah sekaligus membersihkan dan mendoakannya.
Sembari memandangi makam sang ayah, tanpa disadari air mata Kyoko mulai jatuh dengan sendirinya.
"Seandainya Otōsan tidak pergi secepat itu, masih banyak hal yang ingin putrimu ini ceritakan," Kyoko berucap lirih di sela tangisnya.
Kejadian itu memang sudah lama terjadi. Akan tetapi, semua momen di saat dirinya benar-benar kehilangan sosok seorang ayah masih sangat membekas di benaknya. Dan mungkin sampai kapanpun akan terus ia abadikan.
Dia masih sangat ingat, di tanggal yang sama, lima belas tahun lalu. Pada petang hari itu, Inspektur Himura menelponnya, memberikan kabar bahwa sang ayah tewas saat bertugas. Padahal di saat yang sama, Kyoko sendiri tengah menunggu kepulangan sang ayah karena pertama kalinya pada hari itu dia berhasil memasak makan malam dengan tangannya sendiri. Ia ingin memperlihatkan pencapaiannya. Sangat ingin. Berharap sang Ayah bangga atas apa yang telah dia lakukan. Namun malang sekali, kabar yang dia dengar dari Inspektur Himura menghapuskan semua harapannya. Yang bisa ia lakukan saat itu hanyalah menangis sejadi-jadinya seraya terduduk di depan sebuah nakas tempat telepon rumah di letakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Case : Lost A Detective
Action▪︎Seri ke 1 Behind The Case ▪︎ Daisuke Ishikawa, seorang detektif muda yang baru saja bergabung dengan anggota Detektif Kepolisian. Menyangkut pekerjaannya yang mengungkap banyak kebenaran dari tindak kriminal yang dilakukan oleh beberapa orang di l...