Setelah mendapat hukuman malam itu, pagi harinya Allodie bersiap berangkat sekolah, tidak peduli luka di wajahnya meski itu masih tampak jelas. Jika teman-temannya bertanya, seperti biasa, ia akan berbohong.
Pintu kamar di ketuk dan seseorang mengintip dari celah pintu yang di buka sedikit. "Permisi, Non, tuan menunggu Non sarapan di bawah." Allodie bahkan tidak berbalik menatap satu-satunya pelayan di rumahnya itu.
"Gue gak laper," jawabnya dengan ketus.
"Tapi Non-"
"GUE BILANG GAK LAPAR!" Pelayan itu tersentak saat Allodie membentaknya begitu saja. Hal seperti ini sudah sering terjadi tetapi tetap saja ia masih belum terbiasa dengan perlakuan tidak sopan Allodie padanya.
Allodie menggapai dengan kasar tas punggungnya di meja belajar, menabrak bahu pelayan berkepala 4 yang biasa disapa dengan Bi Sisil. Kemudian bersitatap dengan Pria paruh baya yang menunggunya di meja makan begitu ia keluar dari kamar.
"Pelankan nada suaramu." Tentu, Papanya pasti mendengar bentakan tadi sebab rumah mereka hanya memiliki satu lantai. Rumah yang sangat sederhana jika dibandingkan dengan rumah mereka yang dulu.
Allodie selalu mengenyahkan semua ucapan yang keluar dari mulut Pria itu. Apapun yang di larang untuknya ia akan selalu melakukan yang sebaliknya. Orang-orang menilainya pembangkang dan tidak sopan dan ia menyukai penilaian itu.
Satu lagi, tidak berperasaan.
Namun, ucapan yang keluar dari bibir yang biasa mencaci-makinya kali ini sukses membungkamnya.
"Mulai sekarang kamu tidak akan bersekolahan di SMA Antariksa lagi. Saya sudah memindahkan kamu ke SMA Erlangga, dan kalau kamu melanggar perintah saya kali ini, polisi akan bertindak untuk semua tindakan kriminal yang pernah geng motor sampah itu lakukan."
***
Guru pengajar di les pertama tidak masuk, itu artinya kelas mereka di berikan kesempatan jam kosong yang sangat amat jarang terjadi selama bertahun-tahun mereka sekolah disana. Liam, Arzan, Dimas, bersama teman laki-laki sekelas mereka lainnya, memutuskan bermain basket indoor di sela-sela jam kosong mereka.
Dari awal permainan Liam kelihatan tidak bersemangat. Seperti bayi 3 bulan yang tidak di beri Asi oleh ibunya. Atau balita 3 tahun yang tidak dibelikan mobil ferrari mainan oleh kedua orangtuanya.
"Lo kenapa, Bro?" Dimas menghampirinya di pinggir lapangan setelah memisahkan diri, istirahat.
"Lo sakit wakketu?" Dimas bertanya lagi sebab pertanyaan pertamanya belum di jawab.
"Ya, jelas sakit, lah, Ayangnya absen gak ada kabar hari ini," ledek Arzan bergabung dengan mereka.
"Lo uda coba hubungi Allodie, Li?" tanya Dimas.
"Gak ada respon," jawabnya dengan malas namun terselip nada geraman.
"Apa gue samperin ke rumahnya?" Arzan dan Dimas kompak terkejut dengan ide Liam.
"Ya-yakin lo, Bro? Gue denger-denger bokapnya garang kaya kak Ros," ucap Arzan merinding.
"Persetan, gue gak peduli!" Liam bangkit begitu saja berjalan tak sabaran mengambil tas punggungnya di dalam kelas. Hari ini ia akan bolos dari sekolah.
***
cerewet: lo tuh bikin susah orang mulu
KAMU SEDANG MEMBACA
RICHIEALLODIE
Teen FictionAllodie pernah menerima penolakan tragis saat sekolah menengah pertama dan ibunya yang gila harta meninggalkannya demi pria lain. Rasa sakit dari masa lalu membawa Allodie ke dalam jiwa yang baru mempertemukannya kembali dengan Richie, cinta pertama...