Maret

32 14 7
                                    

-bisakah kau jadikan bulan ini menjadi indah?

Maret, kita bertemu lagi. Di bulan ini aku terlahir. Bisakah kau memberiku kenangan indah lagi? Meski tanpa kecupan kedua orang tuaku, aku harap semesta memberiku hadiah terbaik kali ini.

Pagi ini aku mendapati sebuah paket di depan pintu kamar indekosku. Mungkinkah dari semesta?

Aku coba membukanya, yang pertama kali kulihat adalah sebuah bando berwarna biru kesukaanku, bando itu sudah lama hilang, ibu membelinya untukku saat berusia delapan tahun. Apa ini benar-benar dari semesta?

Lalu yang kedua kudapati adalah selembar fotoku saat masih kanak-kanak yang mengenakan bando biru. Aku juga menemukan foto keluarga bahagiaku yang dulu, lagi-lagi aku ingin kembali ke masa itu.

Secarik kertas terjatuh ke lantai, mungkin saja sebuah pesan?

"Selamat ulang tahun yang ke dua puluh, sayang. Ibu merindukanmu."

Aku terpekik kaget membaca pesan itu. Ibu tahu dari mana alamatku? Mungkinkah dari kenalanku? Sebenarnya tidak masalah, aku merasa senang pagi ini. Lagi dan lagi ibu menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat kepadaku.

"Bando itu ibu dapatkan di laci lemarimu yang di gudang, semoga kamu suka. Bulan depan ibu akan menikah, ibu harap kamu bisa terima itu. Ibu juga berharap, anak ibu bisa hadir. Ibu sayang kamu."

Sekali lagi aku terkejut membaca kalimat berikut dari pesan itu. Ibu benar-benar akan menikah? Sebenarnya dari dulu aku sudah tahu, tapi apakah secepat itu?Ibu, hatiku hancur mengetahuinya, hatiku merasa tak terima.

Ayah? Apa kau masih mengingatku? Apa kau juga akan seperti ibu?

Tuhan? Inikah rencanamu?

Semesta? Inikah hadiahmu?

***

Jogja sedang berangkat menuju senja tatkala seorang lelaki tengah berjalan di trotoar jalan membawa tiga buku. Tubuh kurusnya di balut jaket denim belel. Rambut tebal acak-acakan hampir menutupi mata.

Fokus dengan pikirannya lelaki itu menabrak seseorang, mata mereka saling beradu pandang, memandang mata cokelat berkilau mengingatkannya dengan sosok yang selalu ada di imajinasinya.

Sang gadis itu meminta maaf dan tersenyum, ia lalu mengangguk melangkah menjauh lantas pergi, sementara lelaki itu masih saja terhipnotis.

"Tuhan, izinkan saya mengenalnya."

"Aku tak pernah tahu mengapa Tuhan memberi kehidupan yang diluar pemikiranku selama ini.
Namun yang aku tahu, Tuhan ialah penulis skenario terbaik yang pernah ada."

-rain

𝐒𝐞𝐣𝐚𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐎𝐤𝐭𝐨𝐛𝐞𝐫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang