-tentang pergi dan kembali
September, bulan ini membuatku kalut. Tentang seseorang yang pergi dan seseorang yang kembali.
Kembali, kini kau kembali mendekapku di pantai itu. Menikmati indahnya senja dan ombak yang terus berusaha menenggelamkan.
Aku bahagia dengan kehadiranmu di sini. Kini rindu itu terbalas. Kedua senja yang kusukai telah lengkap. Senyumku sudah tak berpura-pura lagi.
Tapi, baru saja kau kembali mengapa dia malah pergi meninggalkanku?
Ibu? Jika aku bisa mengulang waktu, aku ingin membalas pelukmu kala itu. Aku menyesal. Tapi, kini kau malah pergi. Pergi meninggalkanku untuk selamanya.
Katanya karena penyakitmu itu. Aku masih saja benci penyakit itu, dia membuat kau dan aku harus selalu menelan pil obat dengan tepat waktu. Ingin sekali melepaskannya, tapi rasa sakit itu terus menyerang.
Asma dan kanker darah. Bayangkan bagaimana sakitnya mengidap penyakit itu. Ah! Ingin sekali rasanya hidup seperti orang-orang tanpa penyakit ini.
Karena kepergianmu itu, kau semakin membuatku khawatir. Aku masih memiliki cintaku, tak mungkin aku meninggalkannya secepat itu.
Tuhan, bolehkah kau angkat penyakit ini? Dan bolehkah kau menjaga ibuku di sana? Aku mohon.
Ibu, sosok malaikat tak bersayap. Setega apapun kau menyakiti hatiku kala itu. Aku tetap menyayangimu.
Ibu, aku ingin kembali di usiaku yang masih kanak-kanak itu. Saat di mana kau memanjakan diriku, membujukku agar makan, memaafkanku saat melakukan kesalahan, dan rutinitas tiap hari yaitu mengecup kening, pipi, dan hidung ku. Indah sekali bukan?
Ibu, kau melihat kehadiran ayah, tidak? Apa kau tahu? Dia berada di sini. Dia menghampiri dirimu pada saat-saat kepergianmu. Melihat kalian berdua membuatku terharu. Aku mengingat masa lalu lagi. Ah! Aku malas menceritakannya, aku hanya ingin kembali ke masa itu saja.
Banyak trauma yang aku rasakan di hidup ini, tapi bagaimanapun tetap harus ku jalani. Ibu, aku menyayangimu, sungguh-sungguh menyayangimu. Semoga kau tenang di sisiNya.
Jika kau masih ada, pasti kau akan bahagia melihat ayah yang sekarang, ayah yang sekarang sudah berbeda, bu. Dia sekarang lebih sering mengenakan dasinya.
Ah, iya. Aku juga sedang bangun cinta, bu. Orang yang aku cintai sekarang sangatlah baik, dia selalu ada untukku, seperti ibu dulu. Aku ingin sekali memperkenalkan dia kepadamu. Tapi... ah sudahlah.
Ibu, aku baru tau ayah ternyata sangat setia dan sayang sama ibu. Darinya aku dapat mengerti arti kesetiaan yang sesungguhnya.
Apa kau tahu? Dia dengan beraninya mengecup keningmu di depan suamimu itu. Kurang apa lagi nyalinya? Sedangkan suamimu? Dia hanya diam saja. Saya berterima kasih kepadanya, setidaknya tidak ada keributan. Ayah benar-benar menyayangimu bu.
Ah, seandainya lelaki itu tahu penyakit yang kau idap dan tau larangan dokter untukmu, mungkin tidak akan secepat ini. Tapi tenang saja, aku tak menyalahkannya, aku tau ini sudah takdirnya.
Terima kasih, bu. Terima kasih telah menjadi sosok wanita yang selalu menyayangiku dengan tulus. Aku tau aku anak yang buruk, aku tak bisa menjagamu di saat-saat terakhir. Namun, aku bersyukur. Karena aku adalah anak satu-satu yang kau miliki dan yang kau sayangi.
"Sepi, tapi sudah terbiasa. Bolehkah aku menangis untuk melepaskan sakit ini?"-rain
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐞𝐣𝐚𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐎𝐤𝐭𝐨𝐛𝐞𝐫
Teen Fiction𝐒𝐞𝐣𝐚𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐎𝐤𝐭𝐨𝐛𝐞𝐫 🪐: 𝟖𝟓% 𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐅𝐢𝐤𝐬𝐢 𝑻𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒈𝒂𝒅𝒊𝒔 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒏𝒚𝒊 𝒎𝒂𝒍𝒂𝒎, 𝒔𝒆𝒕𝒆𝒏𝒕𝒆𝒓𝒂𝒎 𝒑𝒂𝒈𝒊, 𝒔𝒆𝒎𝒆𝒎𝒃𝒐𝒔𝒂𝒏𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒊𝒂𝒏𝒈, 𝒔𝒆𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒏𝒋𝒂...