19.

1K 165 33
                                    

⚠️// hardness, blood

03.00 pagi

Terdengar dobrakan keras pada pintu kamar Diswara. Diswara sengaja menguncinya agar ia sendiri yang nanti membukanya.

Trek, BRAKK

Baru saja Diswara memutar kunci, pintu kamarnya langsung terbuka lebar.

"Papa apa kabar?" sapa Diswara dengan senyuman manis di wajahnya.

"Sini kamu!"

Tanpa basa basi papa menarik kerah pakaian Diswara dan membawa Diswara masuk kembali ke dalam kamarnya. Ia didorong keras oleh papa hingga tubuhnya menabrak lemari kayu.

Sementara itu papa menutup pintu kamar dengan kencang dan menguncinya kembali, papa mendekat kepada Diswara dengan raut wajah penuh emosi.

"Kamu apakan Jantaka?"

Papa seperti sedang mengintrograsi penjahat saja pikir Diswara.

"JAWAB SAYA DISWARA!"

Pertanyaan papa yang tak kunjung dijawab oleh Diswara membuat papa lebih emosi daripada sebelumnya.

"Emang Diswara ngapain?" tanya Diswara dengan raut wajah tidak bersalah.

"Anak saya sampai kritis masuk rumah sakit begitu pasti ada alasannya kalau bukan kamu yang jahati dia?"

"Emangnya papa sendiri sudah lihat keadaan Jantaka?"

Plak

Sebuah tamparan mendarat di pipi Diswara.

"Tutup mulut mu dan jawab saja apa yang saya tanyakan, kamu siksa seperti apa Jantaka?" tanya papa kembali.

"Hampir sama seperti siksaan papa kepada Diswara," Diswara berbicara sambil menunjukan senyum sinisnya kepada papa.

Plak

Untuk kedua kalinya sebuah tamparan mendarat di pipinya.

Raut wajah papa berubah menjadi lebih arogan, urat leher papa sekarang tampak terlihat sangat jelas.

"Papa marah ya sama Diswara? Padahal kan Diswara cuma mau nyontohin yang kaya papa ke Jantaka biar dia bisa ngerasain," Diswara menghentikan ucapannya dan menggantungnya sejenak "Tapi ternyata anak kesayangan papa gak sehebat Diswara ya?" lanjutnya kembali

Papa semakin geram dengan kelakuan Diswara, tanpa segan ia mencekik leher Diswara dengan kedua tangannya sendiri.

Diswara terdorong hingga terbaring dilantai, dan papa semakin mengeratkan cengkramannya tidak perduli kenyataan bahwa yang ia cekik juga merupakan putranya.

"N aa h i ni paa," ucap Diswara terbata bata.

"Apa?" mendengar Diswara mengucapkan sesuatu papa melepaskan cengramannya.

Diswara segera memegang lehernya dan terbatu batuk, ia mencoba menghirup udara sebanyak mungkin dan mensyukuri lehernya yang masih menyatu dengan kepalanya.

"Apa yang kamu bilang tadii?" tanya papa yang kembali menarik kerah bajunya.

"Diswara cuma nyekik Jantaka pas disekolah, barusan diginiin papa aja Diswara kuat tuh memang dasarnya Jantaka aja yang lemah dicekik sedikit kritis ah payah."

Papa melepaskan cengraman tangannya dari kerah baju Diswara, kemudian kedua tangan papa mengepal dengan sangat kuat. Saat ini kesabarannya sudah tidak bisa ditahan lagi, akhirnya papa meninju wajah putranya tanpa ampun.

Bibir Diswara pun sobek dan mengeluarkan banyak darah segar, pelipisnya pun juga begitu. Kini Diswara terbaring di lantai dengan pandangan mata yang sedikit kabur.

Diswara | Doyoung KimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang