Epilogue

885 70 28
                                    

Markas S.H.I.E.L.D, 25 Maret 2025

Hamdi menyeruput kopi hangatnya. Mengetuk-ngetukkan kakinya dalam kesunyian dan kesendirian. Ial memandangi ruangan yang bercat jingga terang tanpa hiasan, kecuali beberapa pigura yang menggantung di dinding. Ia memandangi apa yang berada di depannya. Kosong. Yang ada hanyalah sebuah kursi kosong tanpa seorang pun yang duduk di sana.

Kini Hamdi sedang berada di markas SHIELD, tempat kerja keduanya setelah NASA. Atau lebih tepatnya lagi, ia sedang duduk di ruangan direktur SHIELD yang merupakan temannya sendiri, Direktur Phil Coulson. Sejujurnya, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan di sana. Bukankah itu tidak membingungkan Hamdi?

Semua itu bermula ketika Hamdi mendapat pesan dari temannya itu untuk segera menghadap padanya di ruang direktur SHIELD. Pesan singkat itu menghancurkan nafsu makannya saat piknik bersama teman-temannya. Terutama, pesan itu mengatakan bahwa Linda Paka dalam bahaya. Oleh karena itu, ia segera terbang dari New York menuju markas rahasia itu. Namun sampai saat ini, Phil belum datang juga. Atau, dia yang datang terlalu awal?

"Hei."

Hamdi membalikkan badannya. Ia segera merapikan baju kemeja kremnya berdasi biru lautnya dan jas hitamnya. Ia menemukan Phil, dengan wajah yang selalu terlihat lelah namun bersemangat. Ia berdiri tepat di depan pintu sambil tersenyum lebar. Hamdi membalas senyumannya dengan hangat. Namun ia melihat sesuatu yang digenggam Phil: sebuah map. Ehm, ini cukup mencurigakan dan menarik, batin Hamdi.

"Oh, hei, Phil." sapa Hamdi sambil tertawa kecil. Phil menyalami Hamdi, lalu duduk di kursinya kembali. Lalu terjadi keheningan yang tidak mengenakkan. Hamdi mulai bertanya untuk mencairkan suasana yang canggung itu. "Jadi, ada masalah apa? Kau bilang Linda Paka-"

"Tenanglah. Cobalah untuk tidak bertanya soal itu dulu."

Phil tidak memanggil temannya menghadap ruangannya kecuali jika ada keadaan darurat. Meskipun Hamdi adalah teman dekatnya sendiri, ia jarang bertemu dengannya. Sekalipun hanya untuk makan siang bersama dan berbasa-basi tentang hal yang tak jelas. Kali ini, Phil mengatakan bahwa Linda Paka sedang dalam bahaya. Bagaimana Hamdi bisa tenang kalau mendengar kabar itu?

Phil menyodorkan sebuah map yang digenggamnya pada Hamdi. Hamdi menatap lekat-lekat map berkas berwarna kuning itu. Tertempel stempel "Top Secret" dengan huruf kapital di depannya. Baunya mengingatkan Hamdi akan buku-buku tua yang selalu diceritakan oleh Ratna atau Nindi.

Hamdi menatap curiga Phil. Ia mengangkat setengah alisnya. Phil membalas pandangannya dengan dahi berkerut-merut. Kalau Phil sudah mengeluarkan pandangan itu, ini pertanda bahwa kasus yang akan dihadapinya bukan kasus biasa. Ini kasus serius. Ralat. Sangat, sangat, dan sangat serius. Phil menganggukkan kepalanya.

"Open it."

Hamdi membuka map itu dengan perlahan. Secarik foto tertempel di bagian awal berkas. Foto seorang laki-laki paruh baya dengan rambut coklatnya yang dipotong agak pendek. Laki-laki itu menyelimuti dirinya dengan jaket hijau. Matanya memandang kaku lurus ke depan. Seolah-olah sedang berusaha memperingatkan Hamdi sambil berkata, "Aku memperingatkanmu."

Hamdi membalik lembaran demi lembaran. Matanya membaca tempat tujuan misinya: Boston. Sebuah kota yang menyimpan beberapa kenangan baginya. Namun, matanya terhenti pada suatu foto. Foto seorang perempuan tinggi berambut hitam kecoklatan dengan anak perempuannya yang sangat mirip dengannya. Hanya saja, tinggi badannya jauh lebih pendek daripada ibunya.

Di foto itu, perempuan itu dengan anaknya seolah-olah tersenyum bahagia pada Hamdi. Tangan Hamdi bergetar melihat foto itu. Itu bukan foto biasa. Ia pernah melihat mereka sebelumnya. Bahkan berkali-kali. Ya. Itu foto Linda Paka dan... Agen Rachel Brookman, ibunya sendiri. Lalu apa maksud dari seluruh berkas itu?

New York, We Have a ProblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang