Gelap.
Nelson bangun dari tidurnya. Mengerjapkan matanya sambil memegang kepalanya yang terasa nyeri. Dimana aku? Tanyanya dalam hati. Ia melihat sekeliling. Hanya ruangan gelap. Seperti sebuah studio, juga ruangan interogasi. Tidak ada Hamdi, Nindi, Ratna, atau yang lainnya. Yang ada hanyalah seberkas sinar yang meneranginya dari atas.
“Hamdi! Dimana kau?” Teriak Nelson. Ia mencoba bangkit dari segala nyeri yang ada di tubuhnya.
Sesuatu yang aneh terjadi. Angin keras menghempaskan badannya dengan cepat. Nelson tak bisa menyeimbangkan badannya. Dan, angin menjatuhkannya ke dalam lubang hitam yang besar. Nelson berusaha menggapai ujung lubang hitam. Tapi tak bisa.
“Toloong!!”
Nelson terdorong masuk ke dalam lubang gelap itu. Saat ia jatuh, ia mendengar sebuah tawa berat yang mengelegar. Ia melihat kilasan-kilasan peristiwa yang belum pernah ia alami: Ia melihat Rick memegang pedang panjang. Ia melihat tangan Amelia terjebak di balik reruntuhan gedung. Lalu kilatan-kilatan cahaya yang menyilaukan. Apa maksudnya?
Nelson terjatuh dengan keras ke bawah. Ia mengerang kesakitan.
“Nelson Jonathan, kau tidak akan bisa menolong teman-temanmu..”
Suara itu melewati pikiran Nelson yang bercampur aduk. Tiba-tiba, Nelson melihat Hamdi yang terkapar di sudut lain tempat gelap itu. Ia memakai jaket perang tebal yang terobek-robek, dengan sebuah pistol tergeletak disampingnya. Wajah penuh dengan goresan luka dan tubuhnya penuh dengan lumpur.
“Hamdi!”
Nelson berlari menuju Hamdi. Ia memangku kepala Hamdi yang keadaannya sangat parah.
“Di, kau tidak apa-apa?” Tanya Nelson dengan badan yang bergetar. Hamdi terbatuk. Ia tersenyum lebar, meskipun sorot matanya mulai meredup.
“Jangan khawatir tentangku, Nel. Kita berhasil.” Jawab Hamdi.
“Apa maksudnya kita berhasil?”
Nelson tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Ia baru saja jatuh, lalu bertemu dengan temannya yang terluka dan mengatakan mereka berhasil. Apanya yang berhasil? Pikir Nelson dengan keras di dalam hati.
“Aku harus pergi, Nel.”
Hamdi menutup matanya. Seiring badannya semakin melemas. Nelson mengguncang-guncang badan Hamdi.
“Di! Bangun, di!”
Hamdi tidak bergerak. Nelson ketakutan. Apa yang terjadi dengan Hamdi? Ia memikirkan kemungkinan terburuk tentang apa yang terjadi dengan temannya. Apakah Hamdi... meninggal? Nelson menangisi teman yang satu-satunya berada di sampingnya sekarang.
“Hamdiii....”
Nelson menangis dengan keras. Ia merasa menjadi sangat cengeng sekarang. Tapi ia tak peduli. Ia hanya ingin bersama dengan Hamdi sekarang. Kemudian, seseorang memanggil-manggil namanya sekarang.
“Nelson! Nelson!”
Nelson tidak mendengarnya. Tiba-tiba, terdengar sesuatu akan menjatuhinya. Ia melihat ke atasnya. Berliter-liter air akan menghujaninya sekarang. Seiring teriakan itu terus memanggilnya. Nelson hanya diam. Ia tidak berlari. Ia tidak berdiri. Ia tidak peduli. Ia mulai menutup matanya.
“Nelson!”
Byuuurr!!!
Nelson terlonjak bangun. Ia membuka matanya dan melihat sekeliling. Dia masih berada di ruangan interogasi FBI yang kini terang benderang. Dengan kaca satu arahnya dan jendela kecil yang dipernis putih. Juga beberapa kaleng Diet Coke dan jas hitamnya. Daaan... ada Hamdi. Ia tidak sekarat atau terluka. Ia masih memakai baju dinas NASA putihnya dan dasi merahnya, tetapi lebih rapi. Juga lencana kaptennya yang mengkilat dan rambut ikalnya yang disisir rapi. Sepertinya ia barusan mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
New York, We Have a Problem
AventuraHamdi hanyalah seorang pilot NASA biasa yang menjelajah antariksa demi pekerjaannya. Semua itu berjalan dengan lancar. Hingga suatu saat dua alien setengah manusia yang misterius masuk ke dalam kehidupannya, dan mulai mengacaukan seluruh hidupnya. H...