Pikiran Liar

758 35 6
                                    

Ingin rasanya aku cekik dia, mengatakan dengan lantang bahwa tidak ada seorang pun yang suka diadu nasibnya. Dunia semakin tua namun kebanyakan penghuni dunia tidak paham tentang perbedaan. Segala sesuatu di generalisasikan, harus sesuai standar yang telah ditetapkan, dan tidak boleh berbeda dengan orang lain. Harus sama!
Seperti ibu Indri tetangga sebelah rumahku, dia suka sekali mengadu nasib anaknya dengan tetangga sebrang rumahnya. Anak ibu Indri memang tidak ranking 1 di kelas, namun dia memiliki potensi sesuai dengan minat dan bakatnya. Kasihan sekali Aldi (nama anak ibu Indri), padahal dia susah payah untuk bisa masuk ke klub bola dambaannya, namun ibunya bersikeras bahwa menjadi pemain bola tidak bisa menjamin finansial dimasa depan.

Berkaca dari kisah si Aldi tetangga sebelah rumahku, ternyata kehidupanku tidak jauh berbeda dari Aldi. Orang tua ku sering sekali membanggakan diriku didepan kolega, dan bila nilaiku tidak sebaik teman-temanku habislah aku diadu nasibnya
"Temanmu bisa masa kamu tidak bisa?"
"Duh kamu gimana sih belajarnya?"
"Kamu ga malu ta? Teman-temanmu sudah lulus kamu malah menyia-nyiakan uang SPP 1 semester"
Begitu seterusnya dan seterusnya

Saat ini usiaku sudah 25 tahun dan aku belum lulus sekolah. Sudah 7 tahun aku mengenyam pendidikan kedokteran dan orang tua menuntutku untuk segera lulus dan punya pekerjaan agar bisa membantu finansial keluarga.
Seperti orang tua kebanyakan, orang tuaku berpikir bahwa dengan menjadi dokter secara otomatis aku akan mapan secara finansial. Padahal tidak seperti itu, di zaman sekarang sulit sekali mencari pekerjaan. Menjadi dokter itu sulit sekali kawan, skill dan pengetahuan harus diasah terus menerus. Katanya long life study karena ilmu pengetahuan terus berkembang dari masa ke masa.

Menghadapi kenyataan bahwa menjadi lulus dan punya gelar dokter itu sulitnya minta ampun, aku sering berpikir untuk berhenti sekolah dan mencari pekerjaan lain dengan ijazah S1 ku. Namun kembali lagi aku berpikir bahwa langkahku sudah sangat jauh untuk memulai dari awal lagi 😭

Pernah satu kali ibuku mengatakan bahwa aku lebih baik menikah saja kemudian ikut suami agar tidak menjadi beban keluarga lagi. Kejadian itu 3 tahun yang lalu karena aku telat masuk koas dibanding teman-temanku yang lain. Saat itu aku sedang kesulitan dalam menyusun tugas akhirku

Rasanya aku ingin menyerah dan benar-benar mengikuti perintah ibuku, tapi setelah aku pikir-pikir rasanya seru menjalani kehidupan koas di Rumah sakit

Si Anak TengahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang