Bab Tiga

362 59 10
                                    

Acara itu berlangsung dengan sangat meriah, acara pesta pernikahan anak kepala desa. Para biduan mulai menaiki pentas, dengan pakaian sewajarnya, hanya di atas lutut, makeup tebal dan menor, aroma parfume semerbak kemana-mana. Ketika ada yang pesta, banyak yang berdagang, seperti Mie Ayam, Bakso, Mie Sop, Mainan, dan sebagainya. Biduan pertama menyanyikan lagu dangdut di iringi musik house yang tidak terlalu ngebeat.

Aku, Danu, Ahmad, Dewi, Dea, dan Rianti sibuk melihat-lihat mainan. Sementara bibik ku bersama teman-teman seuisianya. Bang Danu membelikanku mainan yang lucu, aku awalnya menolak karena itu mahal. Tapi Danu memaksa, ia tau kalau aku suka itu.

"Gak usah lah bang, itu mahal kan?" ujarku saat itu.

"Gak apa-apa lah dek, mainan abang juga ada yang kayak gini. Bapak abang yang belikan di kota, abang mau adek juga punya." ujar bang Danu.

Danu sangat sayang padaku, aku terlahir sebagai anak tunggal tidak pernah merasakan kesepian karena ada dia selalu. Aku tidak tau apa jadinya jika Bang Danu pergi dariku? Mungkin akan kesepian atau apalah itu aku tidak tau. Selesai membeli itu, kami lanjut berkeliling melihat-lihat dagangan lainnya yang ada disana. Ahmad merasa lapar, lalu ia mengajak kami makan Bakso. "We, makan bakso yok. Lapar aku ha,"

"Yoklah, kita makan bakso di tempat kakak itu aja." sahut Dewi.

Saat kami sedang memesan bakso, Arya melihatku dan memandangku agak sedikit berbeda, saat bang Danu menyadari tatapan Arya, Danu menghalangi pandangan Arya dan menarikku duduk di sebelah bang Danu. Aku menoleh kebelakang sebenarnya hanya ingin melihat sesuatu, tapi mataku bertemu dengan mata Arya, aku melihat sedikit kekesalan di sorot matanya. Aku yang cuek dan tidak perduli hanya memalingkan wajah dan fokus makan bakso saja.

Setelah selesai, kami kembali melihat acara itu. Semakin malam semakin panas saja dan semakin banyak yang menonton, kerusuhan pun terjadi karena orang-orang dewasa yang mabuk. Setelah itu, kembali Fokus dan tidak terjadi kerusuhan lagi. Merasa aku sedikit bosan dengan acara itu, aku mengajak nenek, kakek, tanteku, dan yang lainnya pulang. Bang Danu pulang dengan ibunya dan ayahnya, yang lain juga sama. Tapi Arya dia tidak pulang kerumah, ia justru ikut dan menginap di rumahku. Dia sudah minta ijin sama ayah dan ibunya, dia mengatkan ingin tidur di rumah kakek. Aku yang heran langsung bertanya. "Kau mau kemana, Arya?"

"Hmm, aku nginep di rumahmu. Aku dah bilang sama bapakku pas mau pas mau pergi tadi. Aku bilang nginep di rumah kakek." sahut Arya.

Kakek yang mendengarnya langsung menyahut. "Gak apa-apa, kan Putra jadi punya teman tidur, gak sendiri lagi."

"Ehehhehee iyaaa..." sahutku, aku tidak tau kenapa tiba-tiba perasaanku tidak enak.

Kelas lima Sekolah Dasar, tapi jujur saja kami sudah di khitan, Saat itu ada Sunat Masal di kampung. Pikiran ku entah kemana-mana saat teringat Arya sejak tadi di tempat acara memandangku dengan tatapan aneh. Sudahlah aku tidak mau ambil pusing, singkat cerita kami sampai di rumah. Sesampainya di rumah aku berganti pakaian, Arya pun sama, dirinya ku pinjamin baju punyaku. Kami pergi ke kamar mandi yang letaknya di luar rumah dan ada di belakang rumah. Aku dan Arya mencuci muka dan kaki, setelah itu pergi kekamar. Aku berbicara sambil memasang kelambu agar tidak ada nyamuk masuk. "Maaf, kasurku tidak se empuk punyamu. Cuman tilam kapas soalnya,"

"Gak apa-apa ko, udah boleh masuk ini?" sahut Arya.

"Udah, tidurlah aku matiin lampu dulu." sahutku.

Arya mengangguk, lampu kamar pun aku matikan,  meski rumahku sederhana tapi ad empat kamar tidur. Saru untuk tanteku, satu untuk nenek dan kakek, satu lagi kamar ibuku. Karena ibu merantau jadi kamarnya kosong, dan satu lagi punyaku yang aku tiduri saat itu. Aku berusaha menutup mataku dan membelakangi Arya saat tidur, tapi tiba-tiba Arya seperti memelukku di belakang.

Aku yang risih pun berbicara.  "Kau ngapain sih?"

"Aku pernah lihat ayah dan ibuku tidurnya begini, meluk dari belakang." sahut Arya.

Aku hanya diam, lalu semakin menjadi saat aku berbaring. Ia menindihku, aku terkejut, saat aku ingin berbicara tiba-tiba dia mencium bibirku. Aku tidak bisa berbicara, aku mendorongnya dan ia tidak mau melepaskan aku. Setelah itu ia juga mencium pipiku, lalu aku berbicara. "Kau gila ya?"

"Iya, aku gak tau ga bisa jauh dari mu." ujar Arya.

"Apa? Gila, sana..." sahutku sambil mendorongnya.

"Udah malam, tidur..." Arya seperti orang dewasa, ia kemudian menenangkanku dan memelukku lagi. Mencubit pipiku dan menciumku lagi.

Aku yang terheran hanya bengong dan tidak bisa berkata apa-apa. Lalu Arya berbicara pelan. "Jangan jauh jauh dariku, kalau kau tidak mau melihatku sedih dan menangis."

"Apa? Kau..." ujarku tapi terdiam tiba tiba karena tangannya menutup mulutku.

"Sssssstttt, tidur tidur..." sahut Arya.

Aku tidak mau ambil pusing lagi, aku pun memutuskan untuk tidur dan tidak berkata apa-apa lagi. Ke esokan paginya, aku bangun jam sepuluh pagi, kebiasaan kalau libur sekolah setiap habis sholat subuh aku tidur lagi sampai siang. Arya juga belum bangun, saat aku bangun dia juga terbangun.

"Ayo bangun, udah siang." sahutku.

"Mandi bareng yuk..." Ajak Arya.

"Ya udah ayok." sahutku.

Kami pun pergi mandi bareng, saat aku membuka pakaian Arya melihat tubuhku yang mulus. Ia menyentuh punggungku. Lalu kami pun mandi dan saling menggosokkan sabun mandi ke punggung masing-masing. Setelah selesai dan sudah berpakaian kami pun makan bersama. Nenek dan kakek pergi ke ladang, hanya ada tanteku dirumah. Setelah selesai makan, kami bertiga duduk di bale-bale yang kakekku buat di bawah pohon mangga. Dewi datang ikut bermain dan membuat rujak mangga, lalu Danu pun datang. Ahmad datang dengan sepeda ontelnya, Rianti dan Dea tidak datang karena pergi ke kota.

Lalu Danu berbicara. "Ini kurang jambu gak sih Mira?"

"Iya jambu aer, kita mintak sama wawak depan itu aja yok." sahut bibik ku.

Kami pun mengangguk, kemudian kami meminta jambu itu. Tapi orangnya tidak ada dan kami mengambil saja. Aku, bibik, Danu, Dewi, Arya, dab Ahmad memanjat pohon jambu itu. Tapi apa yang terjadi, pohon itu tumbang, akarnya tercabut. Pohon jambu itu di tanam di pinggir sawah, karena pohon sudah tua juga jadi yaaaah akibat kenakalan kami jadi tumbang. Kami bukannya berlari atau apa, malah sibuk mengutip jambu yang berjatuhan.











Bersambung...



Kyaaaaaa nakal bocah


Komen vote jan lupa yak

BL- MY PASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang