Semua murid memandangku dengan perasaan penuh tanda tanya, termasuk Danu. Ibu Winda tidak percaya lalu berbicara lagi. "Apa saja yang dia katakan? Apa saja?"
"Dia bilang, dia menyayangi Bu Winda seperti ibunya sendiri. Walau sebanarnya Narendra adalah anak kandung ibu, Narendra meminta ibu untuk mengikhlaskan kepergiannya, jika ibu seperti ini terus, maka dia tidak akan tenang." sahutku saat itu.
Bu Winda menangis sejadi-jadinya, lalu Aku menyerahkan Jaket terakhir yang di pakai Narendra sebelum bunuh diri. Bu Winda menerima jaket itu dan memeluk jaket itu, aku berusaha menenangkan bu Winda. "Ikhlasin saja ya bu, Narendra sudah mendapatkan tempat terbaik disana, ibu gak boleh sedih lagi. Ibu harus mendoakannya agar ia bahagia disana."
Bu Winda mulai tenang, semua murid ikut prihatin dengan keadaan Bu Winda. Lalu jam pelajaran pun di tiadakan dan semua murid di perbolehkan pulang. Valent penasaran padaku, lalu menanyakan hal itu. "Iman, kau Indigo ya?"
"Enggak," sahutku.
Danu kemudian datang dan menepuk bahuku, lalu berbicara. "Lalu tadi, kau bisa mendengar ucapan Narendra? Itu maksudnya apa kalau gak Punya indra ke enam atau Indigo."
"Oooh, enggak kok aku gak punya. Aku melakukan itu sebenarnya agak kelas belajar dengan nyaman aja. Lagi pula, orang yang sudah meninggal tidak akan bisa hidup lagi, yang katanya Arwahnya penasaran atau apalah itu, itu bukan arwah atau roh manusia. Itu adalah Jin yang menyerupai wujud kita, ya itung-itung aku bantu bu Winda buat mengikhlaskan." sahutku.
"Bocah gila, kalau ketahuan kau bohong tasi apa gak berabe urusannya." sahut Dante.
Aku hanya meringis, lalu Dewi, Ahmad, Rianti, dan Dea menghampiri kami. "Weh ke Mall yuk, terus ke pantai kek biasa, besok kan sabtu minggu libur."
"Nah, Yok dek ikut sama abang dan yang lain." ujar Danu.
Aku berpikir sejanak, mana bisa aku ikut. "Anu, itu aku gak bisa..."
"Anu apa? Kenapa gak bisa?" sahut Valent.
"Aku kerja paruh waktu soalnya, setiap pulang sekolah. Terus sabtu minggu libur aku full time kerjanya," sahutku sekenanya.
"Kok kerja sih? Memangnya ibumu...." sahut Valent tapi tidak melanjutkan kata-katanya karena di sikut Danu.
"Ya sudah, dimana kau bekerja. Kami kesana deh, " sahut Danu.
Aku berpikir sejenak, lalu melihat sebuah Cafe di ujung jalan. "Itu, di The Light Cafe..."
Mampus, Mau gak mau aku harus kesana dan meminta ijin sama bosnya buat jd pekerja disana. Batinku.
"Oooh, ya udah kami ambil mobil dulu nanti kita kesana bareng." sahut Ahmad.
Aku hanya meringis lalu berbicara. "Aku duluan ya, soalnya hampir telat masuk kerja, bye..."
Saat aku akan pergi Arya dan Leo berdiri di depanku. Lalu Danu menarik tanganku dan membawanya ke mobil. "Yok kita pergi, nanti kamu telat."
Aku pun mengikuti Danu, lalu pergi mengendarai mobil Danu. Tidak lama setelah itu aku dan yang lain sampai di The Light Cafe. Arya dan Leo juga ikut kesana, aku yang bingung langsung masuk, tapi siapa sangka orang yang aku kenal langsung menyapaku. "Baru pulang sekolah? Sudah makan? Sana ganti seragammu dan makan dulu,"
Ia mengedipkan mata memberi isyarat, aku yang peka maksudnya langsung mengangguk menuju ke loker. Kemudian aku membuka pesan di ponsel satunya lagi. "Aku tau kamu bingung, aku sudah mengatur semuanya untukmu. Mulai sekarang setiap pulang sekolah, kamu bekerja disini."
"Thank You So Much..." balasku lega.
Karyawan Cafe sudah mengenalku, ternyata semua sudah di atur oleh orang itu. Aku pergi keluar dengan seragam cafe, lalu berdiri di meja kasir. Aku bekerja sebagai kasir sementara orang yang membantuku sebagai barista agar ia bisa dekat denganku, aku berbicara melalui mataku saja. "Bukankah dia datangnya besok? Kenapa sudah berada disini?"

KAMU SEDANG MEMBACA
BL- MY PAST
Short StoryMasa Lalu bagian mana yang tidak aku ingat? My New Story My Past... Iman Saputra