Mata besarnya beradu pandang dengan mata kucing Yeonjun. "Kenapa kau membawaku kemari?"
"Kau suka?" Taehyun mengangguk kecil sambil mengamati pemandangan laut didepannya. Sesekali tangannya juga bergerak membenarkan rambutnya yang tertiup angin sepoi-sepoi.
"Setiap melihat laut aku selalu mengingat masa-masa saat abeoji masih hidup. Dulu abeoji pemilik perahu yang para nelayan gunakan untuk melaut. Abeoji juga terkadang mengajakku berlayar jika aku sedang bosan." ungkapnya.
Yeonjun diam-diam tersenyum karena ini pertama kalinya Taehyun terbuka dengannya.
"Sepertinya tidak buruk tinggal di daerah pesisir."
"Ya, kau benar. Tapi sejujurnya terkadang cukup membosankan jika setiap hari pemandangan yang kau temui laut." ujarnya dan diakhiri tawa kecil.
Yeonjun terpana, lelaki yang selalu bersikap dingin padanya kali ini tertawa saat bersamanya. Kini tangan kekarnya menarik bahu Taehyun hingga membuat mereka saling beradu pandang.
"Ada ap—" Taehyun tidak bisa meneruskan kalimatnya karena mulutnya sudah dibungkam dengan bibir Yeonjun. Mata indahnya membulat sempurna, ia tak percaya pada apa yang Yeonjun lakukan padanya.
Yeonjun menarik pinggang Taehyun dan memperdalam ciuman mereka. Tapi adegan itu tidak berlangsung lama, Yeonjun segera menarik diri kembali. Taehyun sendiri masih membeku dan tidak dapat berkata-kata.
"Hey, sadarlah." Ia melambaikan tangannya di depan wajah Taehyun yang masih mematung.
"KAU GILA...!!!" Yeonjun terkejut ketika Taehyun tiba-tiba berteriak keras dan memukul dadanya.
"Hehe, tadi sepertinya aku kehilangan kewarasan karena kau begitu manis saat tertawa."
"Lalu apakah kau akan bilang juga padaku jika kau kehilangan kewarasanmu saat meletakkan bom di bis?" Ceplos Taehyun tanpa pikir panjang.
Pria bermarga Choi membisu. Senyumnya mendadak hilang digantikan dengan ekspresi serius.
"Jangan dekati aku lagi jika kau tidak men—"
"Aku melakukannya karena ingin membuktikan jika tanpa abeoji negara ini tidak aman."
"Apa maksudmu?"
"Abeoji adalah anggota NIS —semacam BIN kalau di indo—, beliau menjabat sebagai ketua regu khusus. Abeoji sudah mengorbankan keluarga dan semuanya hanya untuk negara ini. Hingga suatu hari abeoji mendapat perintah dari kepala NIS. Beliau mendapat perintah khusus untuk menyamar menjadi kawanan penjahat. Tapi sayang sekali sepertinya ada miskomunikasi di organisasi sehingga abeoji meninggal ditempat karena luka tembak di jantungnya. Lebih mirisnya hal itu dilakukan oleh sesama intel." Yeonjun berhenti sejenak karena dadanya mulai terasa sesak jika membicarakan ayahnya.
"Pemakaman abeoji dilakukan diam-diam tanpa sepengetahuan keluarga. Aku dan eomma bahkan baru tahu setelah setahun berlalu. Sejak saat itu aku memutuskan untuk menjadi musuh negara. Aku akan membuktikan jika tanpa abeoji negara ini tidak akan pernah aman." sambungnya dengan lirih.
"Jadi itu alasanmu?"
Yeonjun mengangguk lesu. Taehyun sendiri bingung hendak menanggapi apa karena ia tidak menyangka jika lelaki yang kini bersurai blonde mempunyai masalah seberat ini.
Tanpa pikir panjang Taehyun memeluk Yeonjun untuk menguatkan lelaki yang selama ini ia anggap jahat dan tidak bermoral. Yeonjun yang mendapat perlakuan hangat segera membalas pelukannya. Hingga tanpa sadar Yeonjun menjatuhkan setetes air matanya.
Lima menit sudah berlalu, namun keduanya masih nyaman dan tidak ada yang berniat melepaskan. Hembusan angin dan suara gulungan ombak menjadi saksi bisu mereka.
•••
Yeonjun menepikan mobilnya di pinggir jalan. Senyumnya terukir melihat Taehyun tertidur pulas.
"Ayo bangun chagiya, kita sudah sampai." Tidak ada respon dari Taehyun, yang ada lelaki ini mengeratkan jaketnya dan makin tidur pulas.
Yeonjun akhirnya kembali melajukan mobilnya dan memarkirkan di basement. Lalu dengan hati-hati ia menggendong tubuh mungil Taehyun ke punggungnya.
Suara seseorang tiba-tiba menginterupsinya ketika dirinya sedang menunggu lift.
"Aigoo— apakah lelaki yang kau gendong itu Taehyun-ssi?" tanya wanita paruh baya beretnis Chinese pada Yeonjun. Ia lantas mengangguk sebagai jawaban. Kedua netranya tanpa sengaja menangkap siluet anak perempuan yang sepertinya seusia dengannya.
Selang 5 detik lift akhirnya terbuka. Yeonjun yang masih setia menggendong Taehyun memasuki lift diikuti dua wanita tadi.
"Kalau boleh tahu berapa usiamu, nak? Sepertinya kau seumuran dengan putriku." ucap si wanita paruh baya itu sambil memegang lengan putrinya.
"Maaf, itu privasi." Yeonjun tersenyum tidak enak padanya.
"Oh begitu ya. Ya sudah kalau begitu siapa namamu?"
"Nama saya Choi Yeonjun."
Ibu itu menganggukkan kepala dan kemudian menyenggol pelan putrinya yang dalam artian menyuruhnya memperkenalkan diri.
"P-perkenalkan nama saya Shen Xiaoting." salamnya kikuk.
"Salam kenal Xiaoting." balas Yeonjun diakhiri senyuman tipis miliknya.
Lift terbuka, Yeonjun berpamitan pada kedua wanita beretnis Chinese yang tadi sempat bersamanya.
"Chagiya, apa password nya?"
"Hmmm—" Taehyun sepertinya sangat kelelahan. Lelaki itu bahkan makin mempererat tubuhnya ke punggung Yeonjun.
"Kalau kau terus begini aku tidak segan akan memakanmu di sini."
"Satu, dua, ti—"
"050202"
Pintu unit apartemen terbuka sesuai dengan password yang Taehyun berikan. Yeonjun dengan hati-hati menurunkan Taehyun ke ranjang.
Senyum hangat terpatri ketika netranya menangkap wajah damai si pria bersurai hitam. Perlahan tubuhnya mendekat. Bibir tebalnya mengecup penuh sayang kening Taehyun dan kemudian berlanjut menyelimutinya.
"Selamat malam Kang Taehyun."
Yeonjun hendak beranjak pergi, namun seseorang menahan tangannya. Sosok itu menatap lekat matanya.
"Mau kemana?"
"Mau pulang."
"Ini sudah larut malam, menginaplah di sini."
Yeonjun tersenyum lembut dan mengangguk.
"Jangan menyesal, ya."
Tbc.
[16/04/2022]
KAMU SEDANG MEMBACA
TERROR MAN [Yeontae / Taejun] ✓
Romance"Mengerikan saat seorang teroris jatuh cinta padamu." - Kang Taehyun. Warning bxb !