Part 12

1.3K 64 0
                                    

Shani mengiyakan saja walau dalam hati berkata tidak, dia tidak mungkin tidak memikirkan Velyn saat ini.

Shani menatap langit kamar Velyn yang enak untuk dipandang, jadi langit kamar Velyn ada gambar bintang-bintang yang seolah dirinya berada di langit.

Setelah memandang langit kamar, Shani memutuskan untuk tidur dan berharap Velyn baik-baik saja.

Seperti perkataan Reina, Velyn benar-benar tidak pulang selama beberapa hari. Dari kepergian Velyn sampai hari ini sudah terhitung satu minggu, Shani sudah lebih baik karena Reina selalu mengurusnya.

Hanya saja, Shani tidak sebaik kelihatannya. Dia selalu kuatir dan terus menyalahkan dirinya sendiri, apalagi Velyn belum pulang sampai detik ini.

Walau Reina sudah mengatakan Velyn selalu aman, tidak menutup memungkinkan kalau Shani selalu kuatir. Tidak jarang Shani selalu tidur larut malam, bahkan dia sesekali bergadang saking tidak bisa tidur.

Dan hari ini Shani jatuh sakit, Reina yang selalu mengantar makanan Shani ke kamar melihat dia masih terlelap. Reina bingung, biasanya dia sudah mandi atau membaca buku.

Reina menaruh nampan sarapan Shani, dia mendekati Shani dan dia kaget melihat muka pucat Shani. Tiba-tiba dia mendengar Shani menyebut nama Velyn dalam tidurnya, walaupun suara Shani pelan tetap saja dia mendengarnya.

Kenapa Shani masih di kamar Velyn tanpa turun ke lantai bawah? Reina mengantisipasi kejadian waktu itu, sehingga Velyn pulang mendadak tidak emosi lagi melihat pemandangan yang tidak ingin dilihat.

Reina yang tidak tega melihat Shani mengigau nama anaknya dan dia juga sempat menyentuh dahi Shani yang panas karena Shani demam, akhirnya dia menelepon Velyn untuk pulang.

Terlebih Reina dan Evon sudah menganggap Shani sebagai anak mereka juga, apalagi Shani nantinya menjadi istri sekaligus Mama dari anak-anak Velyn kelak.

Sementara di tempat Velyn berada, dia merasa ponselnya bergetar. Dia mengambil ponselnya dari saku lalu mengangkat panggilan, dia bingung saat tahu Reina meneleponnya.

"Hallo Ma, ada apa?"

"Kamu di mana?"

"Di luar Ma, masih misi,"

"Pulang sekarang, Mama tidak mau tahu hari ini kamu harus sampai di rumah,"

"Ada apa sih, Ma?"

"Shani sakit, dia mengigau dirimu, cepetan pulang,"

Velyn menelepon sambil melawan musuh, kalau begini caranya terpaksa dia menggunakan pistol. Telepon ibu negara lebih penting dari musuh dia, anggaplah dia melakukan pekerjaan sekaligus.

Dor dor dor!

Suara tembakan, terdengar di telinga Reina. Reina kaget mendengarnya, dia tidak tahu kalau Velyn lagi menghadapi musuh dan parahnya lagi dia lupa kalau anaknya ini sifatnya 11 12 sama suaminya.

Sepenting atau sedarurat apa pun kondisi mereka di lapangan, mereka tetap mengutamakan keluarga seperti telepon diangkat atau pulang lebih awal ketika tahu keluarganya membutuhkan.

"Kamu gila Ve, bilang sama Mama kalau kamu di medan tempur!"

Velyn menjauhkan ponselnya dari telinga, sebahaya apa pun misi dia lebih berbahaya dengar ocehan dan teriakan dari sang Mama. Bahkan dia mengusap telinganya, sebelum dia mendekatkan kembali ponselnya.

"Aduh Ma, telinga aku sakit. Lagipula Mama tidak tanya Ve lagi ngapain, ya sudah, Ve selesaiin dulu hama di sini baru Ve pulang,"

"Hati-hati,"

Reina buru-buru memutuskan panggilan daripada anaknya dalam bahaya, sedangkan Velyn dengan santai memasukkan ponsel ke saku celananya.

Velyn tidak merasa dirinya dalam bahaya malah dia kesal, karena dia tidak bisa memukul musuh saat Reina menelepon.

Velyn yang tidak mood dalam misi memutuskan untuk menghabisi lawan dengan cepat, setelah itu dia memberitahu rekan setim dia kalau dia pulang lebih awal.

3 jam kemudian, Velyn sudah di rumahnya dengan mengebut tentunya. Kalau dia tidak mengebut akan lama sampai, dia tidak mau mendengar ocehan dari sang Mama jika dia lama pulangnya.

"Aku pulang," kata Velyn.

"Sudah selesai misinya?" tanya Evon saat dia melihat Velyn pulang.

"Sudah Pa," balas Velyn seadanya.

"Kamu ke kamar gih, rawat Shani yang sakit. Dan Mama mau kamu berhenti dari detektif sampai Shani sembuh," tegas Reina menatap Velyn, yang ditatap malah menatap Evon.

Evon yang ditatap sangat mengerti kalau Velyn meminta persetujuan dari dia, dia mengangguk mengizinkan kalau dia tidak mengizinkan bisa dipastikan dia tidak akan mendapatkam jatah selama sebulan.

Lebih baik mengizinkan anak tidak bekerja daripada dia yang tidak bekerja dengan sang istri pada malam hari, parahnya 1 bulan pula.

Sehari saja dia sudah tidak kuat, apalagi selama itu, paling penting dia tidak mau bermain solo. Jadi menuruti sang istri demi jatah, akan dia lakukan.


"Aku ke kamar dulu," kata Velyn berpamitan.

Sebelum Velyn ke kamar, dia mengambil makan siang untuk Shani setelah itu barulah dia ke kamarnya.

Di kamar tidak ada yang berbeda sejak dia meninggalkan kamar, dia mendekati Shani yang masih terlelap, dia menyentuh dahi Shani dan panas itulah yang dia rasakan.

Velyn mengambil kompresan instan yang baru untuk menganti kompresan yang lama, setelah itu dia membangunkan Shani apalagi waktunya makan siang.

"Bangun dulu yuk Shan," kata Velyn lembut sambil menepuk pipi Shani pelan.

Shani yang merasa ada yang menepuk pipinya mulai membuka mata, dia kaget melihat Velyn berada di depannya. Dia berusaha untuk duduk, Velyn yang melihat langsung membantunya.

"Ve, maaf. Jangan pergi lagi, aku takut," kata Shani pelan memeluk Velyn.

"Iya, aku maafin. Jangan ulangi lagi, aku minta maaf juga sudah membentak, kasar dan ninggalin kamu," balas Velyn membalas pelukan Shani.

"Sekarang makan ya, kamu tambah sakit nanti," lanjut Velyn setelah melepaskan pelukan.

"Kamu tidak tinggalin aku lagi 'kan, Ve?" tanya Shani ragu.

"Tidak kecuali ada misi, kamu cerewet amat kalau sakit. Makan dulu gih, aku suapin," balas Velyn terkekeh.

Shani yang melihat Velyn terkekeh sangat senang, dia tersenyum dan menerima suapan dari Velyn. Selama makan, Shani hanya diam saja memandangi wajah Velyn.

Setelah makanan Shani habis, Velyn menaruh piring bekas di meja karena dia sangat malas turun ke bawah untuk menaruh piring koror saja.

"Ve," panggil Shani, Velyn menatapnya.

"Kenapa?" tanya Velyn lembut.

"Kamu masih marah?" tanya Shani balik.

"Jika soal ciuman tentu saja aku masih marah, kamu milikku bukan milik orang lain," balas Velyn membuat Shani menunduk.

"Maaf," kata Shani pelan.

"Apa tidak bisa kamu ucapkan selain kata maaf?" tanya Velyn menaikkan dagu Shani supaya menatapnya.

"Kalau menghukumku lagi bisa membuat kamu tidak marah, aku rela dihukum Ve," balas Shani menatap Velyn.

"Sudahlah lupakan saja, kamu istirahat lagi, kamu masih sakit," kata Velyn mengalihkan pembicaraan.

"Ve, maaf," kata Shani membuat Velyn kesal.

"Kamu tidur atau aku tinggal lagi," tegas Velyn.

"Temenin," pinta Shani takut.

TBC...

15. My Lovely SlutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang