Part 11

1.3K 60 0
                                    

Reina lagi-lagi menghela nafas, jujur Shani malu tapi dia diam saja saat Reina melihat sebagian tubuhnya.

"Jujur sama Mama, Ve main kasar sama kamu?" tanya Reina menatap Shani dibalas anggukan.

"Ini salah Shani juga Ma, Shani pantas menerima hukuman ini," balas Shani pelan yang masih terdengar Reina.

Reina tidak bertanya lagi, dia mulai mengolesi salep ke vagina Shani. Sesekali Shani meringis perih, bahkan air matanya tanpa diminta keluar begitu saja.

"Apa yang kamu perbuat sampai Ve marah dan menghukum kamu?" tanya Reina setelah mengobati vagina Shani.

Shani menjelaskan kalau di kampus ada pria yang terus mendekatinya, dia selalu menghindar tetap saja pria itu tidak pantang menyerah.

Hingga pria itu merangkul Shani sehabis kuliah, dia sudah mencoba melepaskan tapi kekuatan pria itu lebih kuat dari dia hingga pria itu mencium pipi dia.

Tidak sampai situ saja, penderita Shani bertambah saat Velyn melihat adegan pria itu mencium pipi dia. Jadi Velyn membawa dia pulang secara paksa sekaligus menghukum dia di jalan, Reina yang mendengar itu sudah menduga.

Reina tahu, Velyn tidak semurka itu ke orang lain kalau orang itu tidak melakukan kesalahan yang fatal baginya. Apa pun yang Shani lakukan hari ini memang tidak sepenuhnya salah, tapi Velyn melihat itu kesalahan.

"Pantesan itu anak semarah tadi," kata Reina menatap Shani.

Sifat posesif Velyn dan Evon itu sama, jika mereka tidak mengizinkan siapa pun menyentuh milik mereka maka tidak boleh atau mereka akan menghukum orang tersebut.

Memikirkan hal ini, tidak mungkin Shani bisa ke kampus dengan leluasa, baru beberapa hari saja sudah seperti ini apalagi bertahun-tahun.

Sampai akhirnya Reina membuat keputusan, kalau Shani tetap kuliah dengan dosen yang datang ke rumah sehingga Reina bisa mengawasi mereka dan Shani aman dari amukan Velyn lagi.

Shani setuju saja dengan usul Reina, dia sudah kapok dengan hukuman yang Velyn berikan. Kalau dia bisa menghindari hukuman, kenapa tidak?

Setelah Shani setuju, Reina menelepon kampus tempat Shani kuliah. Dia memberitahu semua yang dia inginkan, dalam sekejap semua diiyakan tanpa dipersulit apalagi kalau Reina sang pemilik kampus yang minta.

"Kamu istirahat ya, kamu aman selama beberapa hari ke depan. Ve kalau emosi biasanya ambil misi berhari-hari untuk melampiaskan emosi dia yang belum reda," kata Reina diangguki Shani walau Shani sedih.

Sekasar apa pun Velyn dalam menghukum dalam kondisi marah, dia tidak akan puas. Itulah buruknya dia, maka untuk meredakan amarahnya dia akan mengambil misi.

Jika Velyn memukul orang yang dia sayang, maka dia tidak bisa berbeda kalau dia menghabisi musuh saat dia misi. Biasanya, dia akan memukul dengan tangan kosong tanpa pistol.

Apa gunanya dia ikut misi kalau dia pakai pistol? Tidak ada gunanya, bukannya tambah reda emosinya malah dia kesal.

"Maafin Shani, Ma. Shani buat Ve kecewa," lirih Shani, Reina mengelus pucuk kepala Shani dan tersenyum.

"Mama mengerti, jangan pikirkan lagi, kamu istirahat ya, mama tinggal dulu," balas Reina lalu pergi.

Setelah Reina pergi, Shani memilih beristirahat terlebih dirinya juga sangat lelah. Sedangkan Reina pergi bukan ke kamarnya melainkan ke dapur, dia akan menyiapkan makan malam untuk mereka.

Walaupun banyak pelayan yang bekerja di sini keluarga Aoi lebih suka makan dari masakan keluarga, makanya urusan makan diserahkan ke Reina.

Beberapa jam memasak, akhirnya beberapa hidangan telah matang. Reina meminta pelayan untuk mengantar makanan itu ke ruang makan, mana mungkin dia bisa antar sendiri yang ada dia bolak-balik dan itu melelahkan.

Evon yang baru pulang bingung karena rumah dia sepi, biasanya Velyn akan menunggu Reina di ruang makan jika waktunya makan. Aneh saja jika dia tidak melihat Velyn di rumah padahal dia tahu Velyn sudah pulang misi.

"Rumah sepi banget, apa Ve belum pulang?" tanya Evon ke Reina yang baru tiba di ruang makan.

"Ambil misi lagi dia, habis marahan sama Shani," balas Reina seadanya.

"Kenapa lagi?" tanya Evon bingung.

"Sifat mirip kalian itu," balas Reina malas, Evon mengangguk paham.

Ya kalau Reina bilang sifat mirip pasti bukan sifat baik, melainkan sifat buruk sampai-sampai Reina malas menyebutkan.

Kalau sifat baik mereka, maka Reina dengan senang hati akan menyebutkan tanpa malas mengatakannya.

"Keadaan Shani gimana?" tanya Evon kuatir.

"Cukup parah, apalagi Ve menghukum dia kasar," balas Reina.

"Sudah diobati?" tanya Evon lagi dibalas anggukan.

"Ya sudah, kamu buruan makan dan antar makanan Shani ke kamar," suruh Evon.

"Tanpa kamu suruh, aku juga akan antar," balas Reina malas, Evon terkekeh.

Evon memilih ke kamar dulu untuk berganti pakaian, setelah itu barulah mereka makan dengan tenang. Sehabis makan, Reina membawakan makanan milik Shani ke kamar Velyn.

Setibanya di kamar, Reina melihat Shani yang masih pulas tertidur. Dia menaruh nampan yang dia bawa ke meja, barulah dia membangunkan Shani untuk makan malam.

"Shan, bangun dulu yuk," kata Reina mengelus kepala Shani.

Usapan Reina membuat Shani terganggu walaupun dia merasa nyaman, dia membuka matanya perlahan dan melihat Reina berada di sampingnya.

"Makan dulu yuk, baru istirahat lagi," kata Reina diangguki Shani.

Reina membantu Shani untuk duduk bersandar di kasur lalu Reina mulai menyuapini Shani, Shani menerima saja tanpa menolak karena dirinya masih lelah.

Lelah secara fisik dan mental, Shani tidak marah ke Velyn. Dia sadar kalau dia memang salah, sekarang dia malah memikirkan Velyn yang emosi tetap melanjutkan misi.

Shani takut terjadi sesuatu dengan Velyn, jika terjadi sesuatu sama Velyn maka dia akan menyalahkan dirinya sendiri.

Saat Shani makan, Reina melihat tatapan Shani yang kosong. Dia tidak tahu apa yang Shani pikirkan, jadi dia membiarkan Shani hingga makanan Shani habis barulah dia bertanya.

"Kamu mikirin apa, Shan?" tanya Reina menatap Shani.

"Ve, Ma. Aku takut terjadi sesuatu sama Ve," balas Shani mengutarakan apa yang dia pikirkan.

"Tidak perlu kuatir, Ve sering melakukan hal ini. Paling dia pulang tangannya saja yang luka karena mukul terus," kata Reina santai seolah apa yang dia katakan bukan masalah besar.

"Sekarang kamu istirahat saja atau perlu Mama seret anak itu pulang sekarang?" tanya Reina menatap Shani, dibalas gelengan.

Jika Shani mengiyakan Reina untuk menyeret Velyn pulang, maka dia akan menyuruh anak buahnya mencari Velyn sampai ke ujung dunia untuk dibawa pulang hari ini juga.

Jika Shani mengatakan tidak, Reina bisa apa. Dia hanya menuruti kemauan Shani, toh semua yang merasakan Shani.

Setelah Shani makan, Reina meminta Shani untuk beristirahat tanpa memikirkan Velyn supaya dia bisa beristirahat dengan tenang.

TBC...

15. My Lovely SlutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang