Part 8

1.5K 69 0
                                    

Evon yang melihat Shani malu hanya terkekeh pelan, sifat Shani dan Velyn sangat bertolak belakang. Velyn yang tidak tahu malu dan pemberani, berbeda dengan Shani si pemalu dan penakut.

"Entah Pa, aku tidak hitung," balas Velyn santai, Evon mengangguk saja.

"Pa, aku pulang dulu ya soalnya malam ini aku ada misi untuk beberapa hari, kasihan dia kalau aku kurung di sana.

"Setidaknya, di rumah ada mama yang mengawasi," jelas Velyn membuat Evon paham berbeda dengan Shani yang sedih.

Evon yang melihat wajah Shani sedih hanya tersenyum, berbeda saat dia bertemu Shani pertama kali hanya wajah ketakutan.

Evon tidak tahu apa yang Velyn lakukan untuk menenangkan Shani sebagai slutnya, walau begitu tetap saja dia senang Velyn mau setubuh dengan Shani.

Jadi Evon dan istrinya tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan cucu, apalagi dia sudah lelah mencarikan jodoh untuk Velyn yang selalu ditolak.

Beruntung Shani tidak ditolak lagi, sekali pun awalnya Velyn tolak juga tapi hasilnya di luar dugaan Evon.

"Papa izinkan dan kamu hati-hati, tanganmu masih luka itu," kata Evon mengizinkan sekaligus mengingatkan.

"Iya Pa, Papa tenang saja. Aku permisi," balas Velyn.

Velyn kembali mengendong Shani layaknya koala karena dia tahu bagian bawah Shani masih sakit, kalau disuruh jalan kasihan juga dia.

Setelah itu Velyn keluar dari ruangan Evon, sedangkan Evon yang melihat kelakuan manis Velyn sangat bahagia apalagi Velyn jarang melakukan hal ini ke orang asing.

Baru beberapa langkah, Velyn sudah dihalangi dengan suara anak buahnya walaupun dia termuda tetap saja pangkat dia tinggi.

"Mau ke mana Capt?" tanya seorang pria.

"Pulang," balas Velyn datar.

Velyn santai saja saat dia mengatakan pulang, lagipula dia selalu Evon izinkan pulang kapan pun yang dia mau bahkan saat misi dia belum selesai sekali pun.

"Siapa gadis cantik ini, Capt?" tanya pria ini lagi membuat Shani digendongan Velyn mengencangkan pelukkannya.

Velyn tahu Shani takut, dia mengelus punggung Shani untuk menengkannya. Lagipula dia sudah janji hidup Shani aman, maka aman bukan sebaliknya.

"She is mine, jangan gangu atau sentuh dia atau ku bunuh orang yang melakukan hal itu," ancam Velyn membuat orang yang berlalu lalang mendengarnya menjadi takut.

Velyn orang yang berani, jika dia mengancam maka hal itu akan dia lakukan tanpa takut. Pernah suatu kejadian anggota tim Phantom berhianat kepadanya, padahal dia sudah bilang jangan ada yang berhianat jika tidak mau mati.

Dan akhirnya seseorang berhianat kepadanya dan tidak takut dengan ancaman itu, Velyn dengan santai langsung menembak mati penghianat itu di depan semua orang.

Sejak saat itu, ancaman Velyn bukan mainan bagi mereka, ancaman itu mutlak, hanya orang yang tidak sayang nyawa saja yang menginginkan kematian dengan cepat.

Dirasa tidak ada yang penting, Velyn meninggalkan orang yang tadi bertanya kepadanya. Dia menuju parkiran, lalu mendudukkan Shani di kursi penumpang barulah dia masuk ke mobil.

Jarak tempatnya bekerja dengan rumah cukup jauh membutuhkan waktu satu jam jika tidak macet, Velyn tetap menyetir dengan kecepatan normal. Setibanya di rumah, dia mengendong Shani kembali bedanya dia mengendong ala bridal style.

Mereka masuk ke rumah dengan Shani yang malu dilihatin pelayan dan bodyguard yang menjaga rumah Velyn, Velyn malah cuek saja.

Di ruang santai, dia melihat sang Mama sedang tersenyum melihat kedatangan mereka. Senyuman jahil seperti Evon, Velyn bingung kenapa suami istri ini kompak sekali menggoda dirinya.

"Aku pulang," kata Velyn ramah.

Velyn mendudukan Shani di sofa single sedangkan dia duduk di samping sang Mama, jadi nama Mama Velyn itu Reina Aoi. Untuk kisah cinta kedua orang tua mereka, Velyn tidak mau bahas.

Jika ditanya kenapa? Jawabannya sederhana, itu kisah cinta mereka buat apa diurusi, kisah cintaku saja belum tentu ku beritahu. Begitulah dia sampai setidakpedulinya.

"Ma, aku tidak akan lama di sini. Aku ada tugas, tolong jaga slut ku jangan sampai kabur," pinta Velyn dibalas ketokan di kepalanya.

"Aww, sakit Ma," gerutu Velyn sambil mengusap kepalanya yang sakit.

"Dia punya nama walau dia slut kamu," tegas Reina, Velyn mengangguk membenarkan.

"Iya maaf, salahin Papa yang kasih aku slut," balas Velyn ngaco, Reina geleng-geleng kepala saja.

Kelakuan Velyn sama Evon sangat mirip, kalau salah tidak mau disalahkan malah melimpahkan kesalahan ke orang lain padahal keduanya bukanlah anak dan orang tua kandung.

Kadang Reina geleng-geleng kepala sendiri yang pusing dengan tingkah keduanya, apalagi kalau keduanya tidak akur maka dirinya yang harus memarahi mereka sekaligus menjadi penengah.

"Lalu kamu mau dia digilir sama pria di tempat Papa mu?" tanya Reina menatap sinis anaknya.

Tanpa Reina bertanya, dia sudah tahu jawabannya. Kalau Shani ada di depan dia, berarti Velyn tidak melepaskan slut seperti Shani. Sedangkan Velyn yang mendapat tatapan sinis, bukannya takut malah biasa saja.

"Tidak," tegas Velyn menolak.

"Sudah sana pergi, dia aman sama Mama nanti Mama balikin dia pas kamu kembali," balas Reina, Velyn tidak masalah diusir.

"Iya, Ve pergi sekarang. Kalau Mama mau ajak Shani pergi jangan jauh-jauh, itu nya dia masih sakit," kata Velyn santai, lalu dia melirik Shani sekilas yang malu.

Shani malu saat Velyn mengatakan hal vulgar dengan santai sedangkan dirinya tidak malu sama sekali, Reina mengeleng kepala dengan tingkah anaknya.

Pikiran Reina hanya satu, gimana itu Shani tidak sakit jika Velyn tidak bermain dengannya. Setelah mengatakan hal itu, Velyn berdiri di depan Shani.

Velyn mensejajarkan dirinya dengan Shani yang duduk, lalu dia mencium bibir Shani dan Shani menutup mata membalas ciuman Velyn.

Lama-kelamaan Shani mengeluarkan desahan, Velyn menghentikan ciuman mereka saat tahu Shani kehabisan nafas.

Setelah mencium Shani dengan Reina menonton adengan panas secara live, Velyn pamit dan menganggap adegan tadi bukan apa-apa.

Berbeda dengan Shani yang lupa jika Reina ada di sini, menonton mereka yang ciuman. Reina tahu kalau Shani malu, tapi dia tidak masalah.

"Apa Ve main kasar sama kamu?" tanya Reina menatap Shani saat Velyn sudah menghilang.

"Tidak nyonya, Ve bermain lembut," balas Shani sopan, faktanya memang Velyn bermain lembut.

"Panggil Mama saja, lagipula kamu nantinya jadi Mama dari cucu saya kelak," kata Reina ramah, Shani kaget tapi dia mengangguk.

"Sudah makan?" tanya Reina lagi.

"Sudah, Ma," balas Shani.

"Ya sudah, kamu istirahat saja di kamar Ve. Mama antar," ajak Reina lalu memimpin jalan.

Rumah Velyn sangat luas, untungnya Shani tidak pelu cape-cape naik tangga untuk ke kamar Velyn yang berada di lantai 5.

TBC...

15. My Lovely SlutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang