"Tidak ada yang lebih indah selain mencintai diri sendiri"
Hari sudah semakin sore, matahari perlahan turun untuk menggantikan sang rembulannya. Hembusan angin sore itu membuat siapa pun nyaman saat merasakannya dan enggan untuk pergi dari tempatnya.
Begitu juga Oline yang sedang duduk menemani Satria di samping brankar dekat jendela.Angin yang masuk sedikit ke jendela seakan menyapu rambut Oline yang terurai. Rambutnya berterbangan menambah kesan elegan tersendiri pada gadis itu.
Oline mengamati Satria dengan lekat,menatap wajahnya yang tertidur detik demi detik. Perlahan ada kesiratan tersendiri dibalik matanya yang tertutup teduh. Satria mengingatkannya pada sosok yang sama dari masa lalunya. Perilakunya tak beda jauh darinya.
Kalau kalian mau bertanya dimana keberadaan Samuel? Dia sudah pulang 1 jam yang lalu dan meninggalkan Oline sendirian menemani Satria. Kenapa Oline tak ikut bersama Samuel? Itu karena Satria yang menahannya untuk tidak pergi dan menemaninya tidur.
Mata itu sakit. Iya, Oline tau ada suatu pesan tersembunyi yang terpancar dari matanya. Semakin dekat wajah Oline mengamatinya,semakin juga jarak antara Oline dan Satria dekat.Hembusan nafas hangat Satria dapat Oline rasakan di wajahnya.
Tersadar, Oline langsung menarik wajahnya dan duduk tegap berusaha menetralkan diri untuk tetap biasa saja. Tak sengaja kursi yang dipakai nya untuk duduk sedikit bergeser,hingga menimbulkan suara decitan antara kursi dan lantai yang saling bergesekan, mampu membuat telinga siapapun giris mendengarnya.
Tidur Satria terganggu. Dia membuka matanya perlahan. Oline yang sadar langsung duduk dengan tegap menatap Satria seolah tidak tahu apa-apa. Satria mengangkat satu alisnya menatap Oline yang mempunyai gelagat sedikit aneh. Sedikit curiga, Satria menatap Oline tajam seolah bertanya kenapa.
Oline yang paham tatapan Satria berusaha menjawabnya dengan sedikit kikuk. Masih berusaha mentralkan perasaannya dan menghela nafas secara perlahan.
"Gue ga sengaja geser kursi, jadinya sedikit berisik,sorry kalau ganggu tidur lo."
Tak menjawab, Satria malah merubah posisi nya menjadi duduk dan mendekatkan tubuhnya ke Oline. Oline sedikit memundurkan tubuhnya hingga dada belakangnya menatap punggung kursi.
"Lo ngapain?"
Satria semakin mendekatkan wajahnya ke samping kepala Oline dan berbisik lirih. "Bawa gue keluar dari sini."
Belum sempat Oline menjawab, Satria sudah mencabut infus yang ada di tangannya membuat darah segar mengalir dari pergelangan tangannya, Oline panik sekaligus takut.Bagaimana bisa Satria senekat itu? Apa dia tidak merasakan sakit?
"Apa yang lo lakuin?" Tak menjawab, Satria berusaha untuk bangkit dari kasurnya. Berusaha berdiri dengan susah payah dan menggenggam tangan Oline. Berjalan ke samping jendela. Langkahnya berhenti saat menyadari tangan Oline yang bergetar. Dia menatap Oline, matanya sedikit mengisyaratkan rasa takut.
"Lo siap?" Tanyanya. Oline terdiam sebentar dan tanpa sadar dirinya menganggukkan kepalanya mantap. Seakan dia tak takut lagi hal apa yang akan ia alami setelahnya.
Tak banyak bicara, Satria melihat ke luar jendela. Jarak yang lumayan antara jendela dan aspal, sejenak berfikir, Satria langsung mendekap Oline dan menggendongnya di depan layaknya anak kecil. Tak butuh waktu lama, Satria langsung melompatkan dirinya bersama Oline keluar dari jendela tersebut. Oline hanya diam dan menutup matanya, berharap dia dan Satria akan selamat dan baik-baik saja nantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAUH KEHILANGANMU
Teen FictionKetika dua insan sama-sama merasakan kehilangan, maka mereka akan mengerti apa arti sebuah pertemuan. Hidup untuk mati,datang untuk pergi! Ini cerita tentang semesta dan rasa, tentang hidup yang semua tak tahu bagaimana jalan dan akhir takdirnya. In...