XXV

331 22 4
                                    

.
.

Setelah beberapa menit para dokter itu keluar dari ruangan Topan, Zendra dan Jordave menghampiri para dokter itu dengan penuh harap. Tatapan iba dari sang dokter tertuju kepada mereka berdua, lalu dokter itu menggelengkan kepalanya.

"Jika Tuhan sudah berkehendak kami tidak melakukan apa-apa. Kami turut berduka atas kepergian Topan."

"A-apa? gak mungkin, dok. Jangan bercanda, adik saya itu orang yang kuat, gak mungkin secepat ini!"

"Kak.." panggil Jordave.

"DIEM LO!"

Zendra berniat untuk memukul Jordave, tetapi dia hanya menjambak rambutnya sendiri sambil berteriak. Zendra masuk ke ruangan itu, ia memeluk tubuh Topan.

"Dek.. bangun, jangan bercanda kayak gini. Adek mau bikin kejutan kalo adek udah sadar, iya 'kan?" Zendra terisak.

"Nanti kakak suruh Johnny, Adirsa, sama Mama ke sini, terus kita bikin kejutan buat mereka kalo kamu udah sadar, mereka pasti seneng."

Johnny yang baru datang hatinya sangat sakit mendengar perkataannya. "Zendra.." panggil Johnny lirih.

Zendra tersenyum kepada Johnny, "John, Topan udah sadar, dia mau nge-prank kita!"

"Zend.."

"Telepon Adirsa, suruh dia kesini biar Topan seneng."

Johnny mendekat ke arah Zendra, lalu ia memeluk Zendra dengan erat.

"Kenapa sih? Ayo telepon Adirsa sama Mama."

Zendra mulai meneteskan air matanya lagi.

"Kenapa, John?"

"Kenapa harus Topan?"

"Kenapa...?"

Tak lama teman-teman Topan, Adirsa, dan Mamanya Topan datang ke rumah sakit dengan terburu-buru dan tentu saja panik. Mereka mendengar kabar bahwa kondisi Topan tidak baik.

Mama Topan dan Adirsa masuk ke dalam, melihat kondisi di sana membuat mereka berdua kebingungan dan khawatir.

"Kak, ada apa? Topan baik-baik saja 'kan?" tanya Mamanya Topan.

"Mah.." Zendra melepaskan pelukannya dengan Johnny kalu memeluk sang Ibu.

"Jangan nangis, malu nanti di liat sama Adek." ucap Mama sambil mengelus punggung Zendra.

Zendra menggelengkan kepalanya, "Adek udah pergi..."

"Kamu ini ngomong apa sih? Adek masih ada di sini.."

Sekarang ruangan itu pun dipenuhi oleh tangisan dan teriakan putus asa, bagaimana tidak? orang yang mereka sayangi, yang selalu ada disamping mereka, yang telah menghabiskan waktu-waktu indah bersama mereka, dan yang sudah berbagi tawa dan tangis dengan mereka, kini telah pergi untuk selamanya, meninggalkan mereka dengan rasa kehilangan yang teramat sakit.

.
.
Jordave duduk di lantai yang berada di dekat ruangan Topan, dia menatap lurus kedepan dengan tatapan yang kosong. Dia seperti orang yang sudah hilang akal. Jordave terus menerus mengucapkan kata 'maaf'. Altios, Tari, dan Nanda menghampiri Jordave, berniat untuk menenangkannya.

"Kak, yang sabar, ya?" ucap Nanda.

Tari mengangguk, "Lo harus kuat, Kak Topan pasti sedih kalo ngeliat lo kayak gini."

"Kenapa?" tanya Jordave.

Mereka semua sangat bingung dengan apa yang dikatakan Jordave.

"Kenapa harus sekarang?" tanyanya lagi.

"Semua ini udah ditakdirkan sama Tuhan, Kak." jawab Nanda.

"Gua.. salah. Semuanya salah gua." kata Jordave dengan tatapan kosong.

"Nggak, ini bukan salah Kak Jordave." kata Nanda.

Jordave menatap mata Nanda, "Kalo waktu itu gua gak berantem sama Kak Topan mungkin semua ini gak bakal terjadi." Jordave meneteskan air matanya lagi.

Tidak ada yang membuka suara lagi, mereka semua tidak tahu harus bagaimana. Yang mereka lakukan hanyalah berbagi kesedihan, mereka menangis dan berpelukan agar saling menguatkan. Mereka juga merasa kehilangan atas kepergian Topan.

.
.

Ketika kondisi di sana mulai tenang tiba-tiba saja mereka mendapati tamu yang tidak pernah mereka pikir akan datang. Papanya Zendra datang, ia memasuki ruangan itu lalu memeluk Topan.

"Maafin Papa..." ucapnya lirih.

Zendra yang emosinya sedang tidak stabil itu menarik Papanya agar menjauh dari Topan.

"Sekarang Papa nyesel 'kan? Waktu Topan masih ada Papa kemana?! Apa gak malu nunjukin muka Papa di depan Topan?!"

"Maaf."

"CUKUP! Aku udah muak sama Papa. Sekarang Papa pergi aja."

"Zendra, gak boleh gitu.." ucap Mamanya.

"Ma.. dia bahkan gak peduliin Topan. Kalo dari awal Papa gak ngusir Topan-"

"Zendra, sudah.." ucap Mamanya dengan lirih, tak lama Mamanya Zendra tak sadarkan diri.

"Mama!"

"Ini semua karena kamu, Zendra!"

"Kenapa sih, Pa?! Papa selalu menyalahkan orang lain, tapi Papa gak pernah mau disalahkan! Papa itu gak selamanya benar!!"

"Cukup! Kalian harus tau kondisi sekarang tuh kayak gimana, jangan kekanak-kanakan." ucap Johnny yang mulai kesal.

Adirsa berdiam diri sejak ia datang, dia tidak tahu harus bagaimana, dia juga sangat shock. "Ini bukan mimpi 'kan?" batinnya. Adirsa seperti ini bukan berarti dia tidak sedih seperti yang lainnya, bahkan dia sangat sedih dan sangat merasa kehilangan. Hanya saja dia terlalu terkejut oleh keadaan yang sekarang. Teman baiknya sejak ia kecil yang tentu saja sudah ada banyak hal yang mereka lakukan dan lewati bersama. Sekarang dia dan teman baiknya itu telah dipisahkan oleh maut secara tiba-tiba.

.

.

.

.

Topan sudah dimakamkan 1 jam yang lalu. Sekarang yang masih berada di pemakaman ada Mama Papa Topan, Zendra, Johnny, Adirsa, Ramelta, dan Nayuka. Mereka tidak peduli dengan teriknya sinar matahari, setidaknya mereka ingin berada di dekat Topan untuk yang terakhir kalinya. Jordave tidak ikut mengantarkan Topan ke tempat peristirahatan terakhirnya. 

"Bahkan, orang itu gak datang buat nganterin kamu, Dek." ucap Zendra. Johnny merangkul pundak Zendra.

"Ayo pulang." kata Zendra.

Setelah berpamitan dengan Topan mereka pun berniat untuk pulang dengan berat hati. Nayuka tidak ikut pulang bersama mereka, ia jongkok di samping makam orang terkasihnya itu. Nayuka menatap nisan yang terukir nama yang selalu ia ingat itu dengan sangat dalam. Dia berdiam diri sebelum akhirnya mengatakan apa yang ingin ia katakan.

"Topan, kamu pergi ninggalin aku untuk yang kedua kalinya. Waktu kepergian kamu yang pertama, aku masih bisa mengharapkan kamu kembali ke pelukan aku. Tapi saat ini berbeda, kamu benar-benar pergi ke tempat dimana aku tidak akan pernah bisa mendatangi tempat itu dan memeluk mu ketika rindu melanda. Aku tau bahwa semua yang ada dunia ini akan hancur, dan semua manusia akan mengalami kematian, aku paham betul. Tetapi semua ini terlalu tiba-tiba buat aku. Aku tidak siap untuk merindu.. ah maksudku belum siap." ucap Nayuka sambil terisak.

Nayuka mengelus nisan itu lalu mengecupnya, ia berniat untuk pulang karena sudah cukup lama ia berada di sini.

"Semoga kamu tenang di sana, ya. Do'a dan cintaku akan selalu menyertaimu. S-selamat tinggal.." ucapnya sebelum pergi.

TOPAN [JAEYONG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang