Pagi harinya Hera sudah melepaskan seluruh sihir yang ia taruh didalam tubuh Cava, semalam ia tak sama sekali bisa tertidur karena memikirkan ucapan Xavier. Ucapan yang mulia ada benarnya, Cava harus bisa menguasai kekuatannya sendiri, namun ada sisi dimana ucapan itu dapat membunuh putranya jika dia gagal menguasainya.
Kepalanya pening, ia tak sama sekali bisa berfikir melakukan apalagi untuk keamanan sang pangeran. Hera ingin sekali mengajari Cava, namun dia sendiri tidak tahu elemen apa yang Cava kuasai. yang Hera ketahui dari buku hanya, sebuah karma atas pelanggaran janji kunci antar elemen yang sama seperti Hera lakukan. Disana tertulis, setiap keturunan yang lahir akan memiliki elemen berbeda, maka dia tidak diperbolehkan menjadi penerus kekaisaran, dan setiap keturunan tersebut dilarang menggunakan sihir pada dirinya sendiri. namun nampaknya hal ini sudah tidak berlaku pada Xavier, Xavier ingin keluarganya memiliki kebebasan tersendiri, bukan seperti dirinya dahulu.
Hera mengusak rambut halus milik Cava yang masih terlelap tidur, sesekali ia mengusap pipi hingga dagu miliknya. ia menatap Cava penuh kehangatan, cintanya tak pernah pudar untuk sang putra.
"Prince, waktunya bangun." Hera menggugah Cava dengan menepuk-nepuk pipinya sekalian.
Ini sudah memasuki waktu sarapan, Cava seharusnya sudah sarapan dan bermain diluar, atau belajar bersama Hera.
Dadanya berdesir hangat melihat Cava yang masih sibuk bermimpi indah, "kamu harus tahu sayang, aku tak akan membiarkan sesiapapun mengusikmu. tetap terlelap dan mimpi indah disana ya.." ia kembali mengecup dahi Cava.
Xavier juga masih setia tertidur disebelah Cava dan menanggalkan pakaian atasnya sembari memeluk tubuh mungil putranya, nampaknya mereka sangat kelelahan sehingga tak merespon panggilan Hera.
Jika mereka bersanding, wajah mereka seperti menyatu dan tak ada perbedaan, namun jika diperhatikan lebih lanjut, wajah Cava lebih bulat dengan pipi cubby yang membuat semua orang merasa gemas.
Melihat mereka yang masih berada dibawah alam mimpi, Hera beranjak pergi seperti biasa kearah perpustakaan lama yang ia sering kunjungi akhir-akhir ini. Hera gemar mengunjunginya untuk membaca semua buku berisi dunia sihir dan elemen.
Didalam sana hanya ada Hera dan rak-rak tua yang sudah mulai rapuh. Perpustakaan ini sudah tidak dirawat lagi sejak 10 tahun yang lalu, dan hanya menyisakan sebuah cerita lama didalamnya.
Sedikit berdebu, namun Hera sudah membersihkannya seorang diri agar tak merepoti pelayan yang lainnya, terlagi ia tak mau para pelayan itu tahu dia sedang apa. hanya seorang yang mengetahui Hera sering berada disini, yaitu Imelda.
Hera sedikit berjinjit untuk meraih buku berwarna cream berlapis sampul berwarna coklat tua dengan gambar lambang sebuah tempat yang tak asing baginya. ia sedikit kesulitan meraih buku yang berada diatas rak itu walaupun sudah berjinjit.
Sebuah tangan besar meraih buku tua tersebut dan membuat Hera tersentak lalu membalikan badannya dengan cepat dengan memasang kewaspadaan didalamnya.
Xavier menyerahkan buku yang ia raih pada Hera, dan mengangkat satu alisnya pertanda kebingungan dengan tingkah Hera yang terkejut ia ada disana. "Sayang, kamu ini kenapa?"
Hera membuang nafasnya lega dan mengusap dadanya perlahan tat kala debaran jantungnya semakin cepat tadi, ia tak mengira bahwa itu adalah Xavier, untungnya Hera tak menyerang Xavier tadi.
"Yang mulia mengejutkan saya."
Sebuah kebiasaan bagi mereka adalah berbicara secara formal saat berada diluar ruangan pribadi, mereka memakai tata krama kekaisaran dalam kehidupan sehari-hari.
Xavier terkekeh, tangannya beralih menyisipkan anak rambut Hera yang berantakan kebelakang. "Kenapa kau terkejut? apa kau pikir aku ini seorang penyusup, hm?"

KAMU SEDANG MEMBACA
-𝐂𝐫𝐨𝐰𝐧 𝐑𝐞𝐠𝐧𝐮𝐦-
Фэнтези𝚂𝚝𝚘𝚛𝚢 𝚏𝚛𝚘𝚖: 𝚎𝚐𝚋𝚕𝚞𝚎 {𝐂𝐫𝐨𝐰𝐧 𝐑𝐞𝐠𝐧𝐮𝐦} this not public story, just my imajination. if u like it, keep shut up. Sebuah larangan yang menatang dua insan, hingga menghasilkan sejarah baru dalam kekaisaran besar. Penuh dengan tangis...