》hij weet《

9 2 0
                                    

Setelah kejadian yang telah berlalu, Hera meminta sang putra untuk tidur bersamanya. Hera selalu mengajarkan Cava untuk memberanikan diri tidur sendiri, dan Cava tak mempermasalahkan hal tersebut, bahkan sudah hampir 5 bulan Cava tidur sendiri diruangannya.

Namun kali ini Hera tak ingin putranya sendiri, ia sengaja mengajaknya tidur bersama untuk mengajarkan dan mengecek kondisi kekuatan Cava.

Hera membelai pelan rambut halus milik Cava sembari bersenandung, Cava yang menikmati setiap belaian mulai terpejam perlahan disebelah Hera. Tubuhnya menempel pada Hera, ia memeluk badan Hera sembari mengusak-usak wajahnya kesana.

Hingga akhirnya, Cava tak kuasa menahan beratnya mata dan tertidur pulas. Hera yang menyadari Cava telah tertidur terkikik melihat kelucuan putranya, parasnya yang rupawan persis seperti Xavier membuat Hera keheranan karena tak ada bagian tubuh milik Cava yang menyerupainya.

"Padahal aku kira kamu akan lebih mirip denganku, ternyata aku salah ya.." ia bergumam, tangannya masih tak berhenti membelai kepala Cava.

Sesekali Hera juga menguap, namun tak tertidur, ia masih harus melakukan satu hal penting lagi.

Hera membenarkan posisi Cava menjadi terlentang dan Hera terduduk disebelahnya, ia membuka sebagian kancing bagian atas milik Cava dan menggeser pakaiannya kesamping. Ia memperhatikan tanda kepunyaan Cava, mata Hera berubah menjadi emas terang diikuti dengan tanda milik Cava yang menyala sama terangnya seperti miliknya.

Tanda itu mengeluarkan warna emas seperti Hera, yang berarti kekuatan Hera masih tersisa didalam. Hera sedikit membuang nafas tenang saat melihat tanda itu berwarna sama sepertinya. Ia mengusap pipi Cava dan mengecupnya pelan disebelah kiri.

"Maaf sayang, aku tahu ini menyakitkan, tapi semua ini demi dirimu." Katanya.

Mata Hera berubah menjadi sendu, ia menatap sang putra dengan raut sedih dan kasihan padanya. Anak berusia lima tahun seperti Cava harusnya sudah banyak mempelajari tentang kekuatannya dan belajar mengendalikannya, terlebih lagi Cava adalah seorang penerus kekaisaran.

Suara pintu terbuka membuat Hera terperanjat kaget dan melihat ambang pintu yang terbuka separuh. Disana ada Xavier yang sedang berdiri dan menatapnya dengan segaris senyuman.

Xavier langsung menghampiri Hera dan Cava yang berada diatas kasur empuk besar dengan nuansa kemewahan.

Xavier melepaskan beberapa pin dan melepas dua kancing kemeja yang ia kenakan, cukup ketat dan membuatnya tak nyaman, namun inilah pakaian khas kekaisaran.

Rambutnya berantakan, ia menyapu rambutnya kebelakang lalu terduduk disebelah Cava yang nyenyak tertidur.

"Wah, mengapa dia disini?" Xavier bertanya seraya mencubit pipi besar milik Cava gemas.

Hal ini membuat Cava melenguh dan hampir terbangun, Cava terlalu peka terhadap sesuatu.

"Tidak ada, apa dia tidak boleh tidur bersama kita?"

Xavier menggeleng bersamaan dengan tawanya, "ya, aku tidak mau bersaing untuk mendapatkanmu dengannya."

Ucapan manis Xavier berhasil membuat Hera tersipu malu dan langsung mengalihkan pandangannya dari Xavier. "Hey, mengapa menghadap kesana? Aku disini." Xavier meledek Hera lagi.

"Diam, dan jangan ganggu putraku bermimpi."

Lagi-lagi tawa Xavier menggelegar, hanya pada Hera lah Xavier bisa mengungkapkan senyumannya, kelembutannya, sebuah tawa tangis, dan sikap manjanya. Dihadapan orang-orang ia akan menunjukan sikap kejamnya, dingin, dan tidak berperasaan.

"Apa kamu lupa? Putramu putraku juga, sayang."

Tak berselang lama dari candaan itu, tatapan Xavier berubah menjadi serius, perasaan bersalahnya tak pernah hilang diingatan, dan selalu membuatnya merasa tak nyaman bila berdekatan dengan Cava.

"Hera."

Hera membalikan pandangannya seperti semula, dan menatap Xavier hangat, wajahnya tak lagi memerah. Kali ini Hera turut memasang wajah serius.

Xavier tak bisa menatap Hera disaat-saat seperti ini, ia tertunduk sembari memainkan jari-jari kecil Cava. "Maaf kan aku, pasti sulit membesarkannya sendirian. Maaf karena aku tak bisa membantu apapun."

Hera sedikit termangu mendengarkan penuturan Xavier, ini sudah kesekian kalinya ia berucap seperti itu terus menerus, ia selalu merasa bersalah. Padahal Hera tak sama sekali mempermasalahkan hal itu karena ia mengerti kondisi Xavier.

Ia beranjak berjalan mendekat pada Xavier, tangannya ia rentangkan dan menarik Xavier kedalam rangkuhannya. Ia tidak berkata-kata dan hanya tetap memeluknya guna menenangkan.

Merasakan rengkuhan hangat Hera, dan mendengarkan setiap detak jantungnya membuat Xavier merasa sedih dan hanya memasang wajah kecewa pada dirinya.

Tangan Hera meraih punggung lebar sang Kaisar, ia mengusapnya perlahan, dan sesekali menepuknya. "Tak apa, aku sudah bilang bukan? Dia tumbuh dengan baik dan pintar, jangan khawatir."

Xavier membalas rengkuhan Hera, ia sangat suka berada diposisi seperti ini, setiap pelukan Hera membuatnya tenang dan membuatnya nyaman.

"Aku tidak tahu apapun tentang dia, aku tidak pantas untuk menjadi seorang ayah bukan? Bahkan aku juga gagal untuk menjadi suami yang baik bagi mu, Hera."

"Tidak jangan berkata seperti itu, kamu ayah terbaik baginya, dan tidak ada yang bisa mengubahmu sampai kapanpun, dia membutuhkanmu yang berbeda darinya, dia butuh dirimu untuk belajar banyak hal, sayang" tutur Hera.

Xavier melepaskan rengkuhannya dan beralih menatap Hera, "aku mengerti, tapi aku dengar dari pelayan, setiap hari kamu membaca banyak buku sejarah. Apa itu karena perbedaan kekuatannya, Hera?"

Hera meneguk liurnya sendiri, sejujurnya Hera tak ingin Xavier tahu apa yanh sedang ia lakukan, karena Hera takut Xavier tak suka dan memintanya berhenti.

"Maaf, aku hanya ingin membantunya tetap aman."

Reaksi senyum indah Xavier membuat Hera kebingungan.

"Hera, seharusnya katakan itu padaku, aku akan membantunya tetap tumbuh dengan baik walaupun dengan perbedaan itu, kau tahu? Bisa saja dia memiliki sesuatu yang hebat dari sana."

"Dan, aku juga tahu kamu menutupinya dengan sihir milikmu. Apa kamu yakin soal hal itu, sayang?" Katanya lagi.

Arah mata Hera menunjukan ia juga ragu dengan kekuatannya, ia tak menjawab melainkan hanya menggeleng kecil pada Xavier.

Xavier meraih tangan Hera, dan mengenggamnya seraya mengusap-usap tangan Hera, pandangannya tak beralih sedikit pun dari wajah cantik Hera. "Hapus sihirmu dari sana, dan biarkan kekuatannya mengalir kedalam dirinya, dan biarkan aku yang mengurus sisanya, Hera."

"Tapi-"

"Kau tidak perlu khawatir, aku tahu cara yang terbaik untuknya saat ini. Jika kamu tetap menahan sihirmu disana, ia akan terluka dengan sihirnya sendiri, percayalah padaku."

¤ ¤ ¤

𝚂𝚝𝚘𝚛𝚢 𝚏𝚛𝚘𝚖: 𝚎𝚐𝚋𝚕𝚞𝚎

{𝐂𝐫𝐨𝐰𝐧 𝐑𝐞𝐠𝐧𝐮𝐦}

-𝐂𝐫𝐨𝐰𝐧 𝐑𝐞𝐠𝐧𝐮𝐦-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang