Ditinggal menikah oleh sang kekasih 5 tahunnya, membuat Arunika (25) memutuskan untuk menerima pinangan dari seorang editor koran sekaligus majalah bernama Galih (35). Meskipun Galih tampak kaku, kurang modis, dan culun, tidak membuat Arunika merasa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Helaan napas lolos dari bibirku sewaktu melihat jam dinding. Pasalnya jarum jam tengah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi. Berarti sudah tiga jam setengah mas Galih meninggalkanku di villanya. Ini turut berarti masih sekitar empat atau lima jam lagi ia akan pulang ke villa.
Masih cukup lama, dan aku sudah sangat kebosanan. Sedari tadi hanya berdiam diri di ranjang—sempat terlelap sebentar—tanpa ada hiburan. Tidak ada televisi, tidak ada buku bacaan dan sejenisnya. Ada ponsel, namun tidak bisa digunakan untuk mencari hiburan. Provider yang kugunakan tidak ada sinyal di tempat ini. Ada sedikit, tetapi tidak bisa digunakan sama sekali.
Aku bisa saja membunuh kebosanan ini dengan keluar kamar, lalu mengobrol dengan bi Ayu atau Kalila. Namun, rasanya malas. Aku takut canggung jika berinteraksi dengan mereka. Secara, aku tidak mudah bersosialisasi dengan orang baru. Demikian pada temannya mas Galih waktu itu.
"Pengen mas Galih cepat pulang," gumamku, lalu membalikkan badan ke samping.
"Cepat pulang mas Galih. Aku bosen di sini,"
Tok tok tok
Pintu kamar tiba-tiba diketuk oleh seseorang.
Tok tok tok
Lagi, pintu kamar diketuk oleh seseorang.
Aku berdecak malas sejenak, kemudian bangun dari tidur. Dengan langkah pelan, aku berjalan menuju pintu. Begitu kubuka pintu, terlihat seorang laki-laki muda berkemeja putih. Dia adalah Chandra. Asisten mas Galih. Sekaligus lelaki yang pernah memberi warna di kehidupan SMAku.
Itulah fakta yang kusembunyikan. Chandra adalah temanku saat SMA— delapan tahun silam. Kupikir kita tidak akan bertemu lagi setelah lulus SMA. Namun, nyatanya kami bertemu dalam kondisi yang kurang baik. Semalam, aku tidak menyapanya. Aku terkejut satu sisi, sekaligus canggung karena melihatnya lagi. Di samping itu, semalam ada mas Galih. Jadinya sungkan untuk menyapa Chandra.
"Kenapa?" tanyaku. Pasalnya, Chandra tidak kunjung berbicara. Ia malah menatapku dengan tatapan aneh.
Chandra mengedipkan matanya. Seolah tersadar setelah kutanya. "Ah...saya hanya mau memastikan kondisi nyonya. Sejak tadi pagi, nyonya belum keluar sama sekali dari kamar."
Ck. Gaya bicara yang sama persis dengan mas Galih. Ditambah ia memanggilku nyonya. Beda sekali saat di SMA dulu. Ia sering memanggilku Nika.
"Aku baik-baik saja. Terima kasih," balasku agak malas.
"Apa ada sesuatu yang nyonya butuhkan?" tanya Chandra.
Aku hanya ingin suamiku pulang. Itu saja sebenarnya.
"Engga ada," jawabku singkat.
"Saya bisa menemani nyonya jalan-jalan jika mau. Ah...kebetulan di belakang villa ada kolam renang. Mungkin nyonya ingin ke sana," tawarnya.