二十四 | Foto

919 161 26
                                    

Burung-burung berkicau riang di luar villa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Burung-burung berkicau riang di luar villa. Kicauannya terdengar hingga ke telingaku yang tertutup selimut tebal. Walau kicauan mereka merdu, aku merasa terganggu. Sebab, kicauan mereka menarikku dari alam mimpi dan mengembalikanku ke alam nyata. Kesadaranku kini mulai terkumpul meski kedua mataku masih terasa berat.

Setelah beberapa saat mengumpulkan kesadaran, aku mulai menghempas selimut yang membungkus seluruh bagian tubuh. Berkas sinar matahari yang menembus jendela, langsung mengenai mataku tatkala kain tebal itu sudah terhempas ke sisi kanan tubuh. Aku sontak menghela napas mendapati matahari sudah bersinar terang. Pertanda hari menjelang siang.

Aku bangun dari posisi, lalu bergeser ke tepi ranjang. Duduk sejenak sebelum beranjak dari sana. Dirasa cukup, aku lantas melangkah menuju pintu kamar dan keluar dari kamar ini. Berhubung aku merasa haus dan lapar, aku memutuskan untuk pergi ke dapur.

Di bilik itu, aku mendapati mas Galih sedang duduk di kursi meja makan. Lelaki yang sudah rapi dan harum—bau parfumnya tercium hingga ambang pintu dapur—rupanya sedang menyantap makanan. Ia duduk sendirian tanpa ditemani siapapun.

"Mas," panggilku.

Mas Galih langsung menoleh dengan pipi yang menggembung, berisi makanan. Lucunya.

Aku mengalihkan pandangan ke mangkok mas Galih. Ia ternyata sedang makan asinan buah. Hal ini tentu mengundang keterkejutan sekaligus keheranan dalam diriku. Pasalnya, mas Galih paling anti makan asinan buah. Namun, hari ini ia malah makan buah-buah yang diolah dengan teknik pengacaran.

"Bagaimana kondisi kamu, Ru? Masih pusing?" tanya mas Galih setelah menelan makanannya.

"Enggak. Udah mendingan," balasku. "mas, pangku, yah?"

Tanpa menunggu tanggapannya, aku naik ke pangkuannya. Duduk di pahanya dengan posisi menghadap mas Galih. Aku memeluknya dan menyembunyikan kepalaku di lehernya. Aku mendadak ingin mengisi daya pada lelaki ini.

"Kamu belum sarapan. Ingin makan apa?" tanya mas Galih.

"Gak pengen makan. Mau dipeluk aja sama mau pulang ke rumah," balasku sedikit merengek. Aku tak peduli dikatai manja.

"Kamu belum makan sejak kemarin malam. Tidak takut kena maag?" Mas Galih melingkarkan salah satu tangannya di punggungku. "kalau ingin makan sesuatu, katakan saja. Saya beri tahu kepada Kalila dan Bi Ayu yang masih di pasar."

"Aku pengen pulang, Mas. Gak mau lama-lama di sini,"

"Iya. Hari ini kita pulang. Tetapi kita tunggu Chandra pulang dulu, ya? Mobil saya sedang dibawa Chandra ke bengkel," sahutnya dengan lembut. Berusaha menenangkanku kembali yang masih meminta segera pulang.

"Kenapa mobilnya?" tanyaku. Aneh mengetahui mobilnya dibawa ke bengkel padahal kemarin baik-baik saja.

"Hanya diservis, Ru. Sekaligus dimandikan,"

Lembayung Senja ft Lee KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang