Semerbak aroma kopi menginterupsi fokusku pada lembaran artikel jurnal ilmiah. Aromanya berasal dari cangkir yang diletakkan di dekat laptopku. Yunita, rekanku, ialah yang meletakkan secangkir kopi itu. Matanya melirik cangkir itu, saat aku menatapnya, seolah menyuruhku untuk segera meminum isinya.
Kuletakkan sejenak barangku di atas meja, dan kuambil cangkir itu. Dengan perlahan, kuseruput cairan berwarna cokelat ini. Kurang manis, sedikit pahit dan hangat. Aku benar-benar menyukai kombinasi rasa dari kopi seduhan Yunita.
"Harusnya berhenti dulu, istirahat sebentar. Kamu keliatan capek banget, tuh," celetuk Yunita seraya berjalan ke mejanya, yang tepat di sebelahku.
Aku mengiyakan dengan dehaman singkat. Yunita benar. Aku kelelahan karena seharian ini berada di kampus. Mengikuti perkuliahan, mengerjakan tugas yang sempat tertinggal, bekerja di laboratorium, dan melakukan review jurnal. Penat sekali rasanya. Kedua mataku sudah tidak sanggup membaca jurnal-jurnal berbahasa Inggris ini dengan jeli.
"Lagipula...masih ada waktu untuk menyelesaikan tugas itu," ujar wanita dengan rambut yang diwarnai biru pastel itu.
"Hm..." kuletakkan cangkir ini ke tempatnya kembali. "benar. Tapi kupikir aku harus menyelesaikan semuanya sebelum jam lima sore."
"Anak ini bandel sekali. Heran, deh," sungutnya.
Aku tersenyum simpul. Menanggapi gerutuannya.
Bukannya mau menjadi anak ambisius, aku hanya ingin segera pulang. Ada mas Galih yang menungguku di rumah. Yah, laki-laki itu hari ini absen dari kantor gara-gara sakit. Entah mengapa ia tiba-tiba jatuh sakit sepulang dari Malang.
"Omong-omong, selama kamu pergi liburan, pak Zuhad nyariin. Tiap kelas atau praktikum, atau pas mampir ke lab, mesti nyariin kamu. Keknya rindu, deh," Yunita kembali berbicara. Ia menyinggung Zuhad, si asisten dosen yang tidak kusenangi.
"Oh, keranjang sampah emosinya gak ada, sih. Pantas dia nyariin," kelakarku. Bukan tanpa sebab aku mengatakan diriku keranjang sampah emosi. Aku kan sering jadi pelampiasan emosinya Zuhad.
Ck, menyebalkan.
"Hm, kupikir dia begitu karena menyukaimu,"
Huh, kejadian itu hanya ada di webtoon. Sementara di kehidupan nyata tidak ada.
Lagipula, Zuhad adalah lelaki arogan. Dia tidak mungkin berselera terhadap wanita sepertiku, yang tidak pintar dan juga tidak cantik. Seleranya mungkin seperti Anita, anak emas profesor patologi, atau Jihan, anak paling cantik seantero jurusan pascasarjana biomedis. Bisa juga seperti Hanin, artis di jurusan kedokteran, yang terkenal sampai kemari. Seleranya terlalu rendah kalau memang menyukaiku.
Omong-omong, soal bagaimana aku bisa terlibat dengan Zuhad adalah ketika masih jaman maba. Aku tak sengaja memanggilnya "mas"—sebutan umum ke senior kampus—alih-alih "pak" sewaktu mencari ruangan untuk kuliah pertama. Penampilannya waktu itu terlihat seperti seorang senior daripada staf pengajar, jadi kupikir ia seniorku. Naasnya, staf pengajar hari itu adalah Zuhad sendiri. Ia mengkritikku di depan kelas gara-gara tindakan kurang sopan—padahal aku ini baru masuk kampus pertama kalinya. Bukankah itu hal yang wajar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembayung Senja ft Lee Know
FanficDitinggal menikah oleh sang kekasih 5 tahunnya, membuat Arunika (25) memutuskan untuk menerima pinangan dari seorang editor koran sekaligus majalah bernama Galih (35). Meskipun Galih tampak kaku, kurang modis, dan culun, tidak membuat Arunika merasa...