25. Bukan prioritas

62 6 0
                                    

[Devan Dan Davina]

.
.
.
.

"Dav bangun, mandi ayo sekolah." Devan menepuk pipi Davina pelan yang dibalas Davina dengan gumaman samar.

Karena Devan yang pantang menyerah akhirnya Davina mulai beranjak dari kasurnya.

"Melek Dav, kalo lo jalan sambil meren nanti nabrak."

" Nggak akan Devan Dav udah hapal rute kamar sendiri." Balas Davina dengan gumaman samar.

Davina yang terus memejamkan matanya tak memperdulikan ucapan Devan, ia terus berjalan ke arah kamar mandi dengan mata merem melek nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul dan jalan yang sempoyongan.

"Mandinya gausah lama-lama kayak putri kerajaan tapi jangan terlalu cepet juga kayak mandi bebek." Pesan Devan mengingatkan.

"Devaaaan BACOT." Teriak Davina sebelum benar-benar masuk ke dalam kamar mandi.

Selagi menunggu Davina, ia memainkan ponsel dan membalas beberapa pesan terlebih ada pesan masuk dari sang pacar.

Selang beberapa menit Davina keluar dengan aroma sweet vanilla menyerbak seisi ruangan.

"Yuhuu Dav udah wangi semerbak, udah cantik jugakan Devan?" Teriak Davina heboh sendiri sambil berlari-lari ke arah Devan layaknya bocah.

Devan yang terus memainkan ponsel mengiyakan saja ucapan Davin.
"Iyaiyaa."

BRAK!!!

"Awas nabrak___yahh telat, udah jatuh."
Ucap Devan meringis mendengar suara benturan keras tubuh Davina apalagi melihat posisi Davina yang tidak elit.

Kini mata Davina melotot sempurna merasakan nyeri yang amat dahsyat terutama kakinya yang menabrak lemari.

Devan hanya mengelus dada melihat tingkah gadis SMA yang beranjak dewasa.

"Huaa Devan sakit." Teriak Davina kencang.

Devan segera berlari dan duduk dihadapan Davina, ada goresan luka dan sedikit darah di lutut Davina.

"Lutut Dav berdarah pokonya Dav nggak mau diamputasi."

Tak!!!

Devan sungguh greget tangannya kebablasan menjitak Davina yang dibalas ringisan gadis itu.

"Ngawur lo, otak lo nih yang harus diamputasi."

"Dihh ngegas mulu, yaudah pokonya Dav nggak mau sekolah mau tiduran aja kakinya kan sakit Devan."

"Heh yang sakit kaki lo bukan otak atau tangan lo, ayo berangkat gaada alasan buat bolos."

"Dih malesin banget Devan gabisa diajak kompromi."

Devan mengambil kotak p3k dan mengobati luka Davina terlebih dahulu dengan telaten, seperti biasa gadis ceroboh seperti Davina selalu membuatnya menjadi dokter dadakan.

Hanya butuh beberapa menit untuknya mengobati luka Davina.

"Devan gendong Dav gabisa jalan"

"Gue aamiinin jangan nih?"

"Yee ya jangan dong jahat bener."

"Gue tunggu dibawah kita sarapan kalo dalam 5 menit lo belum turun gue tinggal." Putus Devan males meladeni tingkah absurd Davina.

"Nyenyenye..." balas Davina memonyongkan bibinya sambil menye-menye kesal, Davina pun segera menyusul.

Di meja makan tampak Devan sudah tersedia dua gelas susu dan dua piring nasi goreng untuk dirinya dan Devan, sedangkan sambil menunggu Davina depan duduk anteng sambil memainkan
ponselnya.

Bestie [Devan Dan Davina]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang